Mohon tunggu...
Machmud Yunus
Machmud Yunus Mohon Tunggu... lainnya -

Suka menulis fiksi (novel dan cerpen), dan non fiksi. Sarjana Biologi lulusan FMIPA Universitas Brawijaya ini memiliki ketertarikan lebih pada bidang kesehatan, flora-fauna, iptek, wirausaha dan keuangan. Mudah dihubungi di www.facebook.com/yunusmachmud

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

10 Kritikus Sastra Bicara tentang Andrea Hirata dan Laskar Pelangi

21 Februari 2013   05:42 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 12627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 16 Februari, bertempat di wall Eimond Esya(http://www.facebook.com/eimond.esya), dia menulis status berikut ini:

Menanggapi opini Damar Juniarto di Kompasiana, Andrea Hirata berkata Indonesia butuh kritikus sastra yang kompeten. Maka bertanyalah-tanyalah aku seorang diri; kemana mukaku akan disurukkan jika aku seorang kritikus? Satu jam yang lalu ternyata Joscev Audivacx langsung bertanya pada, haha, mari kita lihat setinggi apa rambut Cak Nuruddin Asyhadie berdiri, dan seberapa banyak rambut Andrea rontok kalau mereka diketemukan. Belum lagi kalau Um Hudan Jurnal Sastratuhan Hudan, Um AS Laksana, Bang Saut Katrin Dan Saut, Um Faruk Tripoli, Da Ahda Imran, Damhuri Muhammad dan kawan-kawan mereka ikutan. Mohon Mba Linda Christanty memikirkan caranya agar sebuah even terlaksana. Aku berharap sekali. Sudah lama tidak ada acara yang lucu dan akan semenyenangkan itu :D

Nuruddin Asyhadie (http://www.facebook.com/nuruddin.asyhadie)

Prinsipnya itu sederhanya sebenarnya. seorang kritikus atau komentator sastra angkat bicara jika ada karya yang menarik dan pantas dibicarakan, misalnya, karena ada penemuan dalam bentuk maupun isi. Jika soal kelemahan2 elementer itu sesungguhnya tugas guru di sekolah, bisa pula editor. Jadi sudah paham kan, kenapa tak ada kritikus yang membicarakan karya, siapa tadi? Hmmm... Andrea.

Joscev Audivacx (http://www.facebook.com/audivacx)

Mungkin terlepas dari membicarakan karya Hirata (dan komentarnya itu..), terlebih dahulu kita mesti paham dulu, apa itu kompeten? Bagaimana layak disebut kompeten? Apa tugas kritikus? Mengapa harus ada kritikus? dan bagaimana menilai kompetensi kritikus?

Ketika hal-hal di atas telah dibahas, barulah bisa membahas novel Hirata dan komentarnya itu. Saya kira untuk konteks yg lebih luas pun, hal-hal di atas penting untuk dibahas. Kelemahan pemahaman orang akan apa itu kritik, bagaimana kritik berkualitas, saya kira tak hanya terjadi di sastra. Ini hal mendasar yang sering jadi masalah. Akibatnya kita tak punya standar dalam menilai suatu karya, atau pemikiran yang bermutu.

Saut Dan Katrin (http://www.facebook.com/katrinbandel)

Kritikus Sastra? Berarti yang bahas karya "sastra" kan. Emangnya si Andrea Hirata itu penulis karya "sastra" maka mintak karyanya dibahas Kritikus "Sastra"? Cobak suruh aja dia bawa novel popnya itu ke kaum Cultural Studies biar mereka bahas sebagai Teks, kerna di dunia Sastra, novelnya itu masih harus dipermak ulang biar pantas disebut karya Sastra!

Denai Sangdenai (http://www.facebook.com/sangdenai)

Aku menemukan link ini. Membaca komentar di link ini, aku jadi curiga, jangan jangan......

http://www.goodreads.com/book/show/5259548-dua-belas-pasang-mata

Eimond Esya

Aha! Uda Denai Sangdenai. Terimakasih sekali atas linknya. Sungguh aku teringat pada kesalnya aku ketika Laskar pelangi mulai naik daun dan memoriku gagal mengingat buku ini. Dua belas pasang mata. Iya. Tapi, hehe, janganlah kita sampai berjangan-jangan.. hehe.

Saiful Alim (http://www.facebook.com/syaiful.alim.7)

saya menemukan versi inggris dari novel Jepang itu. dan, pada bab pertama (ini yang baru selesai saya baca), ternyata nyaris sama dengan bab-bab pertama novel laskar pelangi.

Saiful Alim

silakan dibaca dan bandingkan dengan laskar pelangi:http://books.google.co.id/books?id=NzhECDUGytcC&printsec=frontcover&dq=Twenty+Four+Eyes+by+Sakae+Tsuboi&hl=id&sa=X&ei=W6IfUaaOGIrIrQesp4HoDw&redir_esc=y

Untuk sementara, saya belum berani menjawab apakah ada indikas itu. sebab, sedang saya pelajari. nanti jika sudah selesai, akan saya beberkan di fb.

Ilenk Rembulan (www.facebook.com/ilenk.rembulan)

ini tulisan Prof. Jakob Sumardjo sehubungan Andrea Hirata.

Keberatan utama saya dalam menilai buku Andrea adalahcara menyusun dan membingkai refleksi pengalaman hidupnya dalam bentuk struktur yang utuhdan solid. Akibat antusiasmenya, semua mengalir derasdan abai terhadap penataannya. Logika cerita menjadi kesulitan saya yang utama dalam memahami nilai-nilai pengalamannya.Struktur ceritanya beralur lurus, kronologis, dari masa sekolah dasar,SMP, SMA, dan perguruan tinggi Universitas Indonesia, kemudian belajar di Eropa. Namun, kekacauan waktu segera terasa dalam mengikuti alur buku ini.Keajaiban-keajaiban yang ditunjukkan oleh teman-teman SD dengan kreativitas mereka yang mengherankan (misalnya telah mengenal suku-suku Afrika dengan budaya mereka) terjadi waktu SD atauSMP? Kalau sudah di SMP bisa diterima dalam penilaian empiris, tetapi mengapa guru-guru SD-nya(yang dipuja pengarang ini) masih terus membuntuti? Apakah guru-guru SD Muhammadiyah itu juga mengajar di SMP? Kekacauan waktu antara masa SD danSMP ini membingungkan saya dalam memahami keajaiban-keajaiban kecerdasan yang ditunjukkan oleh sekolah paling miskin dan serba kekurangan ini. Darimana mereka belajar pengetahuan itu semua? Dariguru-gurunya langsung,dari perpustakaan, dari bacaan di luar sekolah, dari pergaulannya dengan orang-orang terpelajar di tambang timah? Tak jelas.Kehidupan nyata ini memang penuh keajaiban-keajaiban melebihi novel dan karya-karya fiksi yang lain. Namun, karya sastra yang merupakan kesadaran nilai penulisnya justru harus bersikap untuk memperjelasketidakmungkinan-ketidakmungkinan kehidupan menjadisebuah penalaran yangmungkin. Karya sastra itu mengandung logika tertentu,artinya bisa diterima kebenarannya oleh pembacanya. Banyak kisah-kisah kecerdasan anak-anak Muhammadiyah itu yang diceritakan penuh kebanggaan, tetapi miskin penjelasan mengapa bisa seajaib itu.Mungkin buku-buku ini ditulis sebagai catatan kenangan masa kecil. Penulisnya yang sudah belajar di Eropa dan banyak membaca karya sastra menceritakan semua itu dari sudut pandang manusia dewasanya. Anakronis subyek dan obyek bisa saja terjadi. Kejadian di masa kecil dijelaskan secara manusia kota besar yang kontemporer. Misalnya dalam buku Sang Pemimpi, Ikal dan Arai tersesat di Bogor yang seharusnya menuju ke Ciputat. Keduanya kagum dan terheran-heran menyaksikan restoran KFC yang terang benderang yang tak ada di pengalaman Belitong-nya. Namun, tiba-tiba Arai ini bisa menjelaskan secara rinci apa KFC itu dan bagaimana para pembelinya tak usah bayar tunai. Dari mana Arai mampu menjelaskan keheranan mereka sebagai anak kampung yang begitu detail sehingga hanya mereka yang sudah lama hidup di kota besar saja yang bisa menjelaskan secara demikian.Kemampuan Andrea untuk memisahkan antara dirinya dan obyek ceritanya tidak terjadi. Pengalaman masa lalunya diceritakan dalam terang kecerdasan masa kininya seolah-olah sudah terjadi pada masa ceritan yaitu. Kemurnian, keluguan, dan suasana pikiran sezaman agak kacaudengan pengetahuan, kecerdasan, dan cara berpikir masa sekarangnya. Inilah yang membuat nilai dokumenternya menjadi kehilangan kepercayaan pembaca akibat antusiasme dan optimismenya dalam mempahlawankan masa lalunya.

Ahda Imran (http://www.facebook.com/ahda.imran)

Bahkan keberatan sy atas novel ini sudah terjadi sejak 20 halaman pertama. Sebagai seorang pembaca yang menikmati benar sudut pandang seorang anak dengan latar revolusi sebagai mengemuka dalam novel "Dari Hari ke Hari (Mahbub Junaedi); atau ihwal petualangan dalam Tom Sawyer atau Huckelbery Finn (Mark Twain); sejak halaman2 awal saya sudah terganggu oleh seoran anak 7 tahun (Ikal) yang pandai nian mengucapkan nama2 latin tumbuhan juga budaya orang belitong. Saya tak menemukan kenaifan, kenakalan, dan kelucuan cara berpikir dan sudut pandang seorang anak. Yang ada adalah dengan teknik kisahan orang pertama (Aku-an), pengarang telah merampok narator/tokohnya. Bagi saya cacat naratologi ini sangat elementer, sehingga tak sanggup lagi saya melanjutkannya. Bila ditamsilkan sebagai rumah, novel Lasykar Pelangi ialah rumah yang sejak di teras dan berandanya membuat saya merasa tak nyaman untuk mengetuk pintu dan masuk lebih jauh ke dalam.

Saut Dan Katrin

Ini komentar kamerad Sigit Susanto dari grup Apresiasi Sastra : Sigit Susanto trims, mas Arie Saptaji. sekitar 3 minggu lalu, seorang pemilik toko buku lokal, menyodori novel bhs jerman berjudul: Die Regenbogentruppe, karya andrea ini. aku buka halamannya, ada foto andrea di halaman pertama, di sampul tertulis, mulai terbit 28 januari 2013. penerjemahnya, peter sternagel (dulu pernah kerja utk goethe institut jakarta, info kuperoleh), penerbit: hanser verlag, yg cukup besar di jerman. lalu pemilik toko buku itu tanya aku, bagaimana novel ini? kujawab, novel motivasi. lalu ia taruh saja novel itu di meja. 4 hari lalu, seorang kawan di jerman memberitahu hal serupa, ditambah info, ...kayaknya publik jerman suka, terbukti dari resensi2 yg dibuat para pembaca. isi resensi2 itu, memang kebanyakan menilai positif, bahkan merasa malu, kegigihan murid2 jerman tdk spt di laskar itu. bagiku.....ada dua hal: 1. best-seller bukan sebuah takaran sebuah mutu karya. tp secara popularitas dan materi, memang ada. misal: al chemist-nya paulo coelho, tp apakah karya2 coelho dipertimbangkan dlm berbagai perdebatan sastra serius? tdk pernah. 2. biasanya sebuah penghargaan, baik award maupun kabar best-seller dari penerbit, itu yg mewartakan bukan penulisnya langsung. tp andrea lakukan itu, utk mewartakan novelnya mendunia. kayaknya wagu, ......apalagi ditambah klaim2 merendahkan sastra indonesia. tp aku tdk kaget, sebab ketika ia sepulang dari ikut kursus creative writing di Iowa-USA, ia merasa telah menemukan idola penulis baru, yakni Jonathan Franzen. kita tahu Jonathan Franzen, penulis populer yg jauh dari modern klasik, yg biasanya bisa menginspirasikan kpd penulis2 baru. ini resensi2 di jerman itu:

http://www.amazon.de/product-reviews/3446241469/ref=cm_cr_dp_synop?ie=UTF8&showViewpoints=0&sortBy=bySubmissionDateDescending#RSHIAYJCGLBW4

Saut Dan Katrin

Eh, denger-denger ternyata versi terjemahan bahasa Inggris & Jerman novel Laskar Pelangi beda loh dari versi aslinya! Diadaptasi untuk pembaca Barat! LOL

Nuruddin Asyhadie

Selidiki pula kemungkinan vanity, sebab jika pakai prosedur normal, maka penulis yang seharusnya memperbaiki tulisannya, setelah mendapat catatan2 dari editor.

Saut Dan Katrin

Banyak bagian yang dibuang (dianggap sampah?), bahkan ada Tokoh cerita yang ditambah! Huahaha!!!

Saut Dan Katrin

Konon si Tokoh guru, di versi terjemahan Jerman-nya berumur 15 tahun! Huahaha!!!

Nuruddin Asyhadie

Damar tak perlu pendukung untuk menang dalam pengadilan jika ada tuntutan (kecuali pengadilannya korup, artinya menerima sogokan dari Hirata atau penerbit(-penerbit)nya), tetapi Hirata perlu dukungan untuk membentuk opini publik bahwa ia benar dan karyanya bernilai. Inilah mengapa ia menyebut-nyebut Yusril dan Syafii Maarif, membawa nama penggemarnya, dan mengedepankan omong kosongnya untuk mengangkat derajat sastra Indonesia sebagai integritasnya yang bukan integritas terhadap kualitas sampahnya atau integritas terhadap seni menulis.

Nuruddin Asyhadie

PAGI itu, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas. Sebatang pohon tua yang riang meneduhiku. Ayahku duduk di sampingku, memeluk pundakku dengan kedua lengannya dan tersenyum mengangguk-angguk pada setiap orangtua dan anak-anaknya yang duduk berderet-deret di bangku panjang lain di depan kami. Hari itu adalah hari yang agak penting: hari pertama masuk SD. Di ujung bangku-bangku panjang tadi ada sebuah pintu terbuka. Kosen pintu itu miring karena seluruh bangunan sekolah sudah doyong seolah akan roboh. Di mulut pintu berdiri dua orang guru seperti para penyambut tamu dalam perhelatan. Mereka adalah seorang bapak tua berwajah sabar, Bapak K.A. Harfan Efendy Noor, sang kepala sekolah dan seorang wanita muda berjilbab, Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus. Seperti ayahku, mereka berdua juga tersenyum.

--> INI PARAGRAF APA? MAU DISEBUT TULISAN, APA SEDANG MIMPI SAMBIL JALAN?

Nuruddin Asyhadie

Coba saya tanya, mana kalimat utama, mana kalimat penjelas dalam paragraf itu? Apa yang mau dibicarakan paragraf itu? =))

Nuruddin Asyhadie

Dengan melempar produk yang serendah itu kualitasnya (hingga hal2 elementer saja belum beres), kukira kita bisa melaporkan ke Lembaga Konsumen, belum lagi kerusakan nalar yang diakibatkan jika karya semacam itu dikonsumsi luas dan dimajukan sebagai memiliki kualitas superior. Aku tak bisa membayangkan bagaimana para penulis muda dan mereka yang ingin menjadi penulis, melihat itu sebagai patron atau model untuk tulisan yang baik dan semestinya. Aku harap penerbit dan penulisnya mencamkan hal itu baik2, juga para penulis dan penerbit Indonesia (termasuk koran dan majalah). Berhati-hati terhadap kualitas produk kalian.

Saut Dan Katrin

Baca lagi ini! Makin gile!!! LOL >>>http://winwannur.blogspot.com/2008/10/koreksi-linda-christanti-laskar-pelangi.html

Koreksi Linda Christanti : Laskar Pelangi di Ubud Writers & Readers.

Ketika saya menulis tentang Laskar Pelangi di Ubud Writers & Readers 2008. Di sana saya ada menyebut nama Linda Christanti dan menyebutkan keterkaitannya dengan Andrea Hirata. Semua informasi yang saya tulis di sana adalah berdasarkan hasil obrolan saya bersama Linda dan informasi yang saya tuliskan itu berdasarkan penafsiran saya sendiri berdasarkan keterbatasan informasi yang saya dapatkan selama obrolan itu.

Ternyata dalam obrolan itu, ada beberapa penafsiran saya yang kurang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Linda Christanti yang kebetulan juga membaca tulisan saya tersebut di sebuah milis mengirim e-mail per Japri kepada saya untuk mengoreksi kekeliruan penafsiran saya. Di e-mail itu Linda menjelaskan secara lebih detail situasi yang saya gambarkan tentang dirinya dalam tulisan saya sebelumnya. Ketika saya menulis tentang Laskar Pelangi di Ubud Writers & Readers 2008. Di sana saya ada menyebut nama Linda Christanti dan menyebutkan keterkaitannya dengan Andrea Hirata. Semua informasi yang saya tulis di sana adalah berdasarkan hasil obrolan saya bersama Linda dan informasi yang saya tuliskan itu berdasarkan penafsiran saya sendiri berdasarkan keterbatasan informasi yang saya dapatkan selama obrolan itu. Ternyata dalam obrolan itu, ada beberapa penafsiran saya yang kurang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Linda Christanti yang kebetulan juga membaca tulisan saya tersebut di sebuah milis mengirim e-mail per Japri kepada saya untuk mengoreksi kekeliruan penafsiran saya sekalian menambahi beberapa informasi yang kurang lengkap dalam tulisan saya.

Di e-mail itu Linda menjelaskan secara lebih detail situasi yang saya gambarkan tentang dirinya dalam tulisan saya sebelumnya. Karena saya telah menuliskan sesuatu tentang Linda yang menurut Linda sendiri ternyata kurang tepat. Untuk itu saya merasa berkewajiban untuk memposting kembali penjelasan Linda tersebut untuk memperbaiki kekeliruan saya. Di bawah ini koreksi Linda atas informasi dalam tulisan saya. Dan dengan ini pula kekeliruan informasi dalam tulisan saya tersebut saya perbaiki.

Wassalam

Win Wan Nur

Win, hahahahahaha... tulisanmu bagus dan menarik! Ya, ampuuuuuuun. Hahaha.... Win, tapi ada sedikit koreksi untuk kronologi tentang bagaimana aku mengenal Andrea Hirata. Aku tidak mengenal dia sama sekali sebelumnya, mendengar namanya saja tidak pernah. Itu memang benar. Saudaranya yang bernama Ian Sancin dan Yudi (kerja di Indosiar) yang mengenalkan kami lewat sms di tahun 2005. Ian dan Yudi adalah kakak-beradik. Keduanya ini ingin membantu Andrea menerbitkan novelnya waktu itu. Yudi ingin aku juga ikut membantu. Aku sudah di Aceh waktu itu. Setelah novel Laskar Pelangi terbit, Yudi melakukan promosi ke mana-mana tanpa kenal lelah. Promosi ini dilakukan Yudi, sebelum Andrea diurus oleh manajemennya (Renjana Organizer) yang sekarang pada tahun 2006. Aku mengenal Yudi, sepupu Andrea, tahun 2003 atau 2004 (antara tahun itu). Kami jumpa di rumah Sobron Aidit (almarhum). Aku diundang Sobron ke acara ulang tahunnya dan Yudi ada di sana untuk mewawancarai Sobron. Persahabatanku dengan Yudi terjalin sampai hari ini, juga dengan Ian Sancin. Mereka teman yang sangat baik dan sekampung denganku di Bangka sana (bukan Belitung). Bangka dan Belitung kini satu provinsi, yaitu provinsi Bangka-Belitung. Kampung Andrea di Belitung. Beda pulau. Sebelumnya, kedua pulau ini berada di bawah provinsi Sumatera Selatan. Andrea sms aku dan mengenalkan dirinya. Nah, suatu hari dia kirim e-mail dan minta aku terlibat dalam pembacaan karyanya di Bandung. Berhubung dia saudara Yudi dan Ian (dua orang yang kukenal), juga sekampung denganku, aku tentu bersedia membantu. Waktu itu aku ada acara di Tokyo dan aku bilang, okay deh dari Tokyo aku akan mampir ke Bandung. Jadi dari Tokyo, aku mampir ke Bandung untuk membacakan karya Andrea (Pak Sapardi Djoko Damono juga diundang di acara itu) dan keesokan harinya aku pulang ke Aceh. Nah, itulah pertama kali aku ketemu dengan Andrea. Seingatku itu bulan November 2006. Suatu hari dia minta aku menulis komentar untuk novel ketiganya, Edensor. Tentu saja, aku minta dikirimi draft Edensor. Andrea hanya mengirim bab I. Aku minta dikirimi seluruh bab. Tak berapa lama dia telepon dan bilang bahwa dia saja yang akan membuatkan komentar untukku. Tujuan komentar itu untuk membuat bukunya laris, jadi harus bersifat menjual. Dia bilang begini, "Komentarmu ini saja ya. Edensor membuat saya mabuk kepayang." Waktu itu aku menyangka dia bergurau. Nah, berbulan-bulan kemudian, dia kirim sms, "Mabuk kepayangnya jadi." Itu tahun 2007. Aku kemudian ke toko buku Gramedia Pondok Indah, Jakarta. Kebetulan aku lagi di Jakarta. Aku langsung mau pingsan waktu membaca komentarku yang dia bikin: Andrea Hirata membuat saya mabuk kepayang. Hahaha.... Gila. Ya, ampun! Waktu itu aku sebenarnya sudah mau marah, tapi aku ini serba nggak enak dengan Yudi dan Ian. Kedua orang itulah yang kuhargai. Kupikir, Andrea juga nggak paham etika penulisan dan dunia intelektual. Jadi aku pikir kumaklumi saja kali ya. Tapi lama-lama, komentarku hasil karangannya itu sangat mengganggu dan juga merusak reputasiku. Ada teman yang bertanya apa sudah serendah itu seleraku dalam membaca sastra. Nah, sekitar dua bulan lalu, aku dapat sms Ian yang menanyakan ke aku bagaimana caranya agar bisa menghapus namanya dari ucapan terima kasih di novel Andrea. Hah?! Aku bilang, hal itu tentu harus ditanyakan kepada orang yang menulis ucapan terima kasih itu, yaitu Andrea. Ternyata mereka punya masalah. Ian dan Yudi tidak menjelaskan masalahnya dengan rinci. Ian bilang, Yudi ingin namanya dihapus dari ucapan terima kasih di Laskar Pelangi. Ian juga bilang, ada kekacauan data di Laskar Pelangi. Ya, sudah, karena mereka berdua bermasalah dengan Andrea, aku merasa nggak ada lagi yang perlu kutahan-tahan. Nah, akhirnya aku ketemu lagi dengan Andrea untuk kedua kalinya kemarin di Ubud. Aku langsung ungkapkan protesku itu. Itulah kisah lengkapnya, Win. Win, sampai jumpa ya. Mudah-mudahan kita bisa ngobrol di Aceh. Salam untuk istri dan anakmu.

Salam dari Aceh,

Linda

Nuruddin Asyhadie

Maka dari itu Sunan Mbantul, jangan sebut sampah itu novel, tulisan saja belum!

Eimond Esya

Dengan kata lain, Bang, bisakah kita katakan, karena dia tidak mengusung isu yang lebih besar, semata memberikan hiburan, maka dia tidak bisa dikategorikan sebagai novel sastra?

Eimond Esya

Ada pendapat lain juga yang menarik dan berguna dari Um Hudan. Silahkan lihat:https://www.facebook.com/notes/jurnal-sastratuhan-hudan/10-perintah-musa-sepuluh-perintah-laskar-pelangi/10151290372322546?ref=notif¬if_t=note_tag

10 perintah musa, sepuluh perintah laskar pelangi by Jurnal Sastratuhan Hudan on Sunday, February 17, 2013 at 1:15pm
sepuluh murid baru

1. TANDA YANG TAK TERDUGA. Keindahan dan kedalaman datang juga dari kenangan, dari ingatan pembaca saat bertemu dengan sebuah bahasa. Kenangan yang mengembang dari cerita di dalam sastra, yang memang memasang tanda dan tanda ini, walau ia adalah medium novel, boleh juga kita gerakkan seolah tanda di dalam puisi. Jadi kepenulisan novel kini menjadi kepenulisan seolah di dalam puisi, saat kita menjumpai tanda-tanda yang terpasang di dalam novel, yang bisa kita gerakkan sebagai dunia tanda yang membawa lambangnya itu.

novel memang bukan puisi dan kalau kepuasan kita membaca puisi datang dari gerak di mana kata memadat ke dalam dunia kias, maka keindahan dalam novel datang dari cerita yang adalah juga dibawakan ke kita melalui kata.

selalu kata, dan selalu kata yang basah oleh hidup sehari hari. basahnya hidup manusia dengan suka dukanya, itulah yang menjadi basahnya cerita dan kata mendukung kebasahan seperti itu melalui watak sastra yang dikandung oleh kata (sebenarnya kalimat), hal yang membuat bahasa/kalimat, oleh pilihan kata untuk menyusunkan diri membentuk cerita agar tidak kaku, sehingga kata ikut menari bersama cerita yang juga menjadi tarian dari hidup ini.

tarian kecemasan dalam bentuk ujung yang menggerakkan cerita itu: teka teki apa yang akan terjadi.

jadi cerita mengapungkan tanda tanya dan apa yang menjadi tanda tanya adalah dunia yang penting. dunia yang bisa kita hayati bersama adalah dunia pendidikan. siapa yang pernah mengalami pahit getirnya pendidikan agak segera tersambar saat sebuah cerita mulai mengoperasikannya ke dalam bahasa. tapi bahasa itu akan hambar manakala ia tak punya trik untuk menciptakan keinginantahu pada pembacanya. sebab manusia oleh peralatan tubuhnya, memang diniscayakan ingin tahu, dan apa yang ingin kita ketahui itu adalah selalu dunia yang belum sampai itu.

kapan kita mati, kita ingin tahu; apa nasib kita ke depan kelak, kita ingin tahu; dan atau hal semacam ini.

Maka dunia indah jadi dunia bermakna oleh ia adalah cerita akan dan tentang hidup ini juga. hidup yang belum kita ketahui tapi kita ingin tahu apakah hasilnya.

boleh jadi apa yang saya tangkap ini tak sama sekali diniatkan oleh andre hirata, pengarang kondang yang menuliskan laskar pelangi itu, yang sedang saya wacanakan bab satu dari 12 bab novel laskar pelangi.

bab satu yang membawakan dunia tanda dan itu adalah sepuluh murid baru yang seolah adalah puisi dalam novel: sepuluh murid baru ini mendadak menjadi sepuluh perintah tuhan oleh salah satu jawaban dari kedaruratan cerita ini, yang dramatis dan mengharukan karena, sebuah sekolah miskin di daerah miskin, akan dibubarkan oleh penguasa kalau tak kunjung mampu tahun ini menerima 10 murin baru.

harun sebagai seolah penendang penalti terakhir yang berhasil memasukkan gawang oleh kehadirannya yang menggenap jadi sepuluh, dan oleh itu sekolah sd muhammahdiyah itu tak jadi dibubarkan, mengingatkan saya akan musa yang meminta agar ia diberikan pendamping oleh tuhan. adalah harun. saya minta harun ya tuhan oleh ia pandai bicara. oleh lidahku ini kelu karena disulut oleh firaun.

oleh saya telah membunuh manusia dan dikejar kejar bala tentara firaun. dan oleh apa saja yang penting harun dalam hubungannya dengan sepuluh murid baru mendadak membawakan saya sebuah dunia lain , yakni dunia yang datang dari cerita di dalam kitab suci itu.

mendadak institusi pendidikan ini tak jadi terbunuh, dan tokoh aku serta teman temannya tak jadi kuli seperti yang dicemaskan oleh ayahnya. tapi jadi sekolah dan sekolah itu tak jadi mati. semua datang dari harun yang bergigi kuning dan datang berlari lari. ada rasa lucu yang menjadi dunia penghiburan setelah dua tiga halaman penuh kecemasan. yakni daripada harun anakku ini mengejar ngejar ayam mending ia sekolah, kata ayahnya.

2. KEINDAHAN DAN KEDALAMAN. rasa haru yang keluar dari empat halaman bab 1 laskar pelangi ini adalah sebuah janji, janji dari keluasan yang bisa jadi akan kita peroleh dan ke-11 bab dalam laskar pelangi tentulah akan menjadi verifikasi apakah janji itu berhasil. tapi keperluan saya di tulisan ini semata menyusur di bab satu ini saja oleh sedemikian padatnya waktu saya menulis - jadi bab ini adalah bab janji juga setidaknya bagi saya, bahwa saya harus menyelesaikan esai utuh akan novel laskar pelangi ini.

di bagian 1 itu katakanlah saya memang telah membuat semacam kesimpulan dari isi cerita 10 murid baru tapi tak terhindarkan menyeruak juga pembacaan-dalam atas novel laskar pelangi. upaya menyimpulkan itu memang bersentuhan oleh esensi tulisan - 10 murid baru adalah dunia yang mengembang ke dalam mediumnya yang baru adalah bahasa. apa yang menarik di sini lagi lagi saya terpukau dengan pertanyaan, apakah bahasa atau apakah tulisan dan pertanyaan semacam ini saya ingin kembalikan ke realitas awal sebelum bahasa itu diciptakan - sebelum andrea hirata menuliskan novel laskar pelangi ini, khususnya menuliskan bab satu dari novelnya laskar pelangi.

AS Laksana (http://www.facebook.com/aslaksana)

Saya pembenci cerita buruk. Ia menggerogoti kesehatan seperti kanker. Dan menular.

Joscev Audivacx

yang baru...yang baru....yang panas....yang panas...

#jualgorenganpanas

http://www.tempo.co/read/news/2013/02/15/219461524/Andrea-Hirata-Saya-Bukan-Sastrawan

Damhuri Muhammad (http://www.facebook.com/damhurimuhammad)

akrobat dan berbagai siasat andrea di media beberapa hari terakhir menurut saya sangat disengaja.semacam strategi marketing supaya perbincangan ttg buku kembali mencuat, mengingat penjualan LP sudah terpuruk di pasaran.

Damhuri Muhammad

saran saya, santai saja, tak usah dibesar2kan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun