Mohon tunggu...
Machika EugeniaPutri
Machika EugeniaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi, UNJ

Seorang Mahasiswi Sosiologi UNJ yang bertekad untuk memiliki kontribusi lebih dalam membangun negeri ini, khususnya dalam bidang pendidikan. Berpegang pada prinsip "Hidup akan lebih bermakna jika bermanfaat bagi orang lain", menjadikan saya sebagai pribadi yang akan melakukan upaya sebaik mungkin untuk membuat diri, serta lingkungan sekitar saya menjadi lebih baik lagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemberdayaan untuk Mengatasi Dua Sisi Penggunaan Masker Sekali Pakai

14 Maret 2022   14:45 Diperbarui: 14 Maret 2022   14:56 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak hanya dalam bidang pengelolaan limbah, Pemerintah Indonesia dengan berdasar pada anjuran World Health Organization (WHO) juga melakukan kegiatan pendaur ulangan limbah masker sekali pakai ini. Hal ini tergambar pada kegiatan pendaur ulangan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). LIPI melalui tim peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) menawarkan teknologi pendaur ulang limbah masker sekali pakai menjadi bijih plastik atau pelet. Akan tetapi, perlu ditekankan jika jenis limbah yang dapat digunakan dalam proses pendaur ulangan ini hanyalah masker bekas masyarakat yang tidak terpapar Covid-19. Pembatasan jenis masker yang didaur ulang ini adalah karena jenis limbah masker di luar ketentuan itu harus melalui perlakuan khusus terlebih dahulu (diolah sesuai pedoman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).

Akbar Hanif Dawam Abdullah yang merupakan seorang peneliti LPTB mengatakan, dikarenakan limbah masker sekali pakai ini berbahan dasar plastik (polipropilen), maka dari itu tidak heran jika setelah dipanaskan pada suhu tertentu, limbah ini akan berubah menjadi bijih plastik. Bijih plastik yang dihasilkan ini menurutnya memiliki nilai komersial karena dapat digunakan sebagai bahan baku industri plastik. Dari bijih ini kita dapat membuat produk yang bernilai tambah, seperti pot, ember, bak sampah ataupun produk berbahan dasar plastik lainnya.

Upaya penanggulangan dampak buruk yang disebabkan oleh limbah masker ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi masyarakat dengan kesadarannya akan urgensi masalah ini pun ikut berkontribusi. Kegiatan paling sederhana yang mereka lakukan adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat lain tentang pengolahan dan juga pendaur ulangan limbah masker secara baik dan benar.

Dalam jurnal berjudul Edukasi Penggunaan Masker dan Manajemen Pengolahan Limbah Masker sebagai Upaya Pencegahan Penularan Covid-19, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya menjadikan komunitas ibu-ibu majelis taklim di Desa Lubuk Rumbai, Sumatera Selatan sebagai target penyuluhannya. Dipilihnya sasaran ini adalah karena mereka dianggap sebagai unsur penting dalam keluarga yang bisa mengedukasi dan menerapkan penggunaan masker, serta penanganan limbah masker. Bentuk penyuluhan yang dilakukan oleh para mahasiswa ini adalah dengan penyuluhan langsung melalui penyebaran leaflet. Tidak hanya itu saja, untuk mengidentifikasi pemahaman masyarakat tentang topik yang akan dibahas, mereka juga memberikan pre-test dan post-test.

Keadaan yang sama juga tergambar pada Desa Cikelet, Jawa Barat. Melalui jurnal berjudul Gerakan Desa Peduli Terhadap Cara Membuang Sampah Masker Sekali Pakai Di Desa Cikelet,  tergambar jelas bagaimana upaya Mahasiswa Program Studi Farmasi, Universitas Garut memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sana. Mulai dari pemberian pre-test, penyuluhan melalui media brosur dan diskusi, hingga kegiatan evaluasi dengan memberikan post-test kepada masyarakat. Penyuluhan yang diberikan ini ditujukan kepada berbagai tingkatan usia, pendidikan dan pekerjaan masyarakat di Desa Cikelet. Akan tetapi, dalam melakukan penyuluhan ini para peneliti menemukan beberapa kendala. Salah satunya, yaitu sikap kurang terbukanya masyarakat di sana dalam menjawab pre-test maupun post-test. Hal ini mengharuskan para peneliti untuk memandu mereka dalam mengisi tes tersebut agar kegiatan penyuluhan ini dapat tersampaikan dengan baik.

Tidak hanya sebatas pada kegiatan penyuluhan, masyarakat mulai berinovasi untuk menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah masker ini. Salah satu diantaranya adalah dengan mendaur ulang limbah ini menjadi produk yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memiliki nilai jual.

Produk paling populer yang mereka buat dari kegiatan pendaur ulangan ini adalah pembuatan pot dari limbah masker. Dalam jurnal berjudul Pengembangan Masyarakat melalui Pelatihan Budidaya Vertikultur dengan Memanfaatkan Limbah Masker Medis dan Botol Plastik, tergambar jelas bagaimana upaya Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Muhammadiyah Jakarta dalam memanfaatkan limbah masker medis dan botol bekas dalam budidaya vertikultur. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini mereka lakukan sebagai upaya untuk membantu ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat di masa pandemi. Mereka ingin membuat masyarakat yang mereka berdayakan (dalam hal ini masyarakat Pondok Cabe Ilir, Banten) dapat mandiri secara pangan dan ekonomi. 

Tidak hanya masyarakat Pondok Cabe Ilir, masyarakat di beberapa tempat lain seperti di Banyuwangi dan Surabaya pun melakukan hal yang serupa. Mereka memanfaatkan limbah masker masyarakat sekitar untuk dijadikan pot bunga. Setelahnya, pot bunga dari limbah masker tersebut mereka jual kembali pada masyarakat luas. Namun, perlu ditekankan jika dalam kegiatan pendaur ulangan ini telah sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Selain pembuatan pot, hasil daur ulang lain dari limbah masker ini adalah pembuatan kerajinan tas. Dalam jurnal berjudul Analisis Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Daya Saing pada Usaha Produk Tas Limbah Masker (TALIMA), terlihat jelas bagaimana masyarakat Gampong Pasie Pinang, Aceh Barat memanfaatkan limbah masker ini menjadi suatu kegiatan industri. Produk bermerek TALIMA (Tas Limbah Masker) ini mampu menjadi kerajinan yang tidak hanya unik, tetapi juga memiliki nilai jual.

Dari kedua hasil produk pendaur ulangan limbah masker sebelumnya, terdapat produk yang paling berbeda, yakni pasir dari tali dan polimer yang ada di masker. Kegiatan inovatif ini dilakukan oleh komunitas bernama Parongpong Raw Lab yang diketuai oleh Rendy Aditya Wachid. Beliau mengatakan untuk mengatasi kelangkaan dan tingginya harga fiber sintetik dalam material bangunan, kita bisa menggunakan bahan dari limbah masker ini. Setelah diolah, limbah masker yang sudah berubah menjadi pasir tersebut akan digunakan sebagai wall tiling (bahan untuk tembok). Rendy berpendapat bahwa dengan ditemukannya inovasi ini kita tidak hanya menyelesaikan masalah limbah masker, tetapi juga mendapat material yang selama ini sulit kita dapatkan dengan memanfaatkan limbah tersebut.

Setelah mengetahui beberapa produk pendaur ulangan limbah masker oleh masyarakat, tentu kita akan bertanya mengenai jenis strategi pemasaran yang mereka lakukan. Secara umum, masyarakat pelaku bisnis produk berbahan “unik” ini menargetkan para pecinta lingkungan sebagai target pasarnya. Dengan menyatakan produk yang mereka produksi berbeda dari produk lain karena sangat ramah lingkungan, tentu membuat mereka memiliki pangsa pasarnya tersendiri. Selain itu harga yang terjangkau serta kualitas yang baik juga membuat produk berbahan dasar limbah ini sangat digemari oleh masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun