Mohon tunggu...
Machika EugeniaPutri
Machika EugeniaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi, UNJ

Seorang Mahasiswi Sosiologi UNJ yang bertekad untuk memiliki kontribusi lebih dalam membangun negeri ini, khususnya dalam bidang pendidikan. Berpegang pada prinsip "Hidup akan lebih bermakna jika bermanfaat bagi orang lain", menjadikan saya sebagai pribadi yang akan melakukan upaya sebaik mungkin untuk membuat diri, serta lingkungan sekitar saya menjadi lebih baik lagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemberdayaan untuk Mengatasi Dua Sisi Penggunaan Masker Sekali Pakai

14 Maret 2022   14:45 Diperbarui: 14 Maret 2022   14:56 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Munculnya pandemi Covid-19 di seluruh dunia, termasuk Indonesia, menjadikan kebutuhan akan Alat Pelindung Diri (APD) meningkat. Peningkatan kebutuhan ini dilatarbelakangi oleh adanya kewajiban untuk menaati protokol kesehatan bagi siapa saja di seluruh dunia. Permintaan pasar yang tinggi dengan jumlah produksi yang tentunya terbatas, tidak heran membuat keberadaan alat pelindung ini sempat langka dan mengalami harga yang melonjak di pasaran.

Akan tetapi, dari seluruh jenis alat pelindung yang dianjurkan oleh pemerintah, pemakaian masker-lah yang paling digencarkan penerapannya. Pemerintah menerapkan kebijakan wajib memakai masker bagi siapa saja dan akan memberi sanksi bagi mereka yang tidak menggunakannya. Pemakaian masker ini dirasa efektif untuk mengurangi resiko penyebaran Covid-19.

Menurut penelitian tentang penanganan penyebaran kasus Covid-19, terdapat berbagai jenis masker yang dapat digunakan sebagai alat untuk memproteksi diri. Mulai dari masker kain hingga masker sekali pakai (masker medis) yang menjadi pilihan paling popular di masyarakat. Tiap jenis masker ini memiliki tingkat keefektifan yang berbeda-beda terhadap virus Covid-19.

Dibalik pemakaiannya yang dirasa efektif, pemakaian masker menimbulkan problematika tersendiri. Di satu sisi masker dapat digunakan untuk memproteksi pemakainya dari paparan virus, tetapi di sisi lain, limbahnya dapat merugikan bagi lingkungan sekitarnya.

Dikutip dari The Independent dalam jurnal Frontiers of Environmental Science and Engineering, para akademisi University of Southern Denmark memperkirakan terdapat  sekitar 129 miliar masker yang dibuang setiap bulannya. Dapat kita bayangkan jika satu bulan terdiri dari 31 hari, maka penggunaan rata-rata masker sekali pakai adalah sekitar 2, 8 juta masker per menit.

Jumlah limbah yang berlimpah ini tentu memiliki dampak yang fantastis pula pada kerusakan lingkungan. Masker sekali pakai yang terbuat dari polipropilen atau salah satu bahan pembuat plastik, memiliki sifat yang sama dengan bahan pembuatnya, yakni sulit terurai. Limbah masker yang tidak terurai itu akan “berpetualang” di berbagai ekosistem dan berakhir pada ekosistem air.

Laporan Ocean Asia 2020 dengan judul Masks on the Beach menyatakan jika sebanyak 1, 6 miliar sampah masker global berakhir di lautan. Kondisi ini setara dengan 5, 5 ribu ton sampah plastik atau sekitar 7% dari pusaran sampah Pasifik (The Great Pacific Garbage Patch).

Keadaan memprihatinkan ini dapat terlihat jelas di perairan Mediterania.  Di sana, layaknya ubur-ubur, masker sekali pakai terlihat mengambang memenuhi lautan. Limbah masker yang mengambang ini dapat menjerat biota laut disana atau bahkan dapat menyebabkan kematian bagi mereka. Mereka yang mengira limbah masker itu sebagai makanan akan berisiko untuk tersedak atau jika tidak limbah masker yang lolos akan memenuhi perut mereka dan mengurangi asupan makanannya. Hal ini kembali menyebabkan mereka kelaparan dan berujung pada kematian.

Meninjau dari banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan masker sekali pakai, membuat pemerintah dengan sigap mencari cara untuk menanggulanginya. Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah, limbah masker sekali pakai ditetapkan sebagai limbah domestik. Penetapan ini didasarkan pada peruntukkan masker sekali pakai yang tidak diperuntukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun ditetapkan sebagai limbah domestik, limbah masker tetap memiliki pedoman khusus dalam pengolahannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko meluasnya penyebaran Covid-19.

Adapun pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang pengelolaan limbah masker sekali pakai adalah sebagai berikut:

Pertama-tama, kumpulkan masker bekas sekali pakai pada satu wadah tersendiri. Setelah terkumpul, rendam limbah masker sekali pakai dengan larutan desinfektan, klorin atau pemutih. Tujuan dari desinfeksi masker ini adalah untuk menghilangkan mikroorganisme yang menempel pada masker. Setelah dilakukan desinfeksi selama kurang lebih 15 menit, ubah bentuk masker dengan menggunting tali dan merobek bagian tengahnya. Perusakan ini ditujukan agar limbah masker tidak dapat dimanfaatkan dan diperjualbelikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tahapan terakhir dari pedoman pengelolaan limbah ini adalah dengan membuangnya ke tempat sampah. Limbah masker yang telah mendapat perlakuan khusus ini sudah diperbolehkan untuk dibuang bersamaan dengan limbah domestik lain. Akan tetapi, setelah membuangnya ke tempat sampah, kita tetap harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun