Mohon tunggu...
Machdi punyaakun
Machdi punyaakun Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala seksi TIKKIM pada kantor imigrasi mamuju

hobi berolahraga dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potret Pengungsi dan Deteni dari Kacamata Petugas Imigrasi

19 Juni 2023   09:57 Diperbarui: 19 Juni 2023   13:41 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reffugee atau yang disebut pengungsi yang masuk ke Indonesia masuk dengan beberapa cara,  ada yang secara resmi masuk dengan paspor dan visa kunjungan turis, namun kemudian tinggal tanpa ada keinginan kembali ke negara asal dan berharap ditempatkan ke negara ketiga.Ada juga yang masuk dengan melalui jalur tidak resmi yaitu menjadi manusia perahu atau masuk karena menjadi korban perdagangan orang.

Ihwal Pengungsi hanya sedikit disebutkan dalam UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.Indonesia sendiri karena belum meratifikasi Konvensi tentang pengungsi tahun 1951 beserta Protokol 1967-nya, landasan hukum menyikapi permasalahan ini menggunakan Perpres No.125 tahun 2016.

Untuk pengungsi yang ada di Indonesia sendiri berbeda-beda kondisinya, ada yang tinggal dengan pengawasan ketat di community house, ada juga yang tidak tinggal di community house dengan bebas dan bergaul dengan penduduk.Untuk pencari suaka, pengungsi maupun deteni kata ini tidak ditemukan dalam UU Keimigrasian Nomor 6 tahun 2011.

Untuk menangani masalah pengungsi ini tahun 2010 keluar Peraturan Dirjen Imigrasi No.IMI-1489.UM.08.05 yang isinya mengatakan " imigran illegal saat diketahui berada di Indonesia dikenakan tindakan keimigrasian, lalu dalam hal imigran illegal menyatakan keinginan mencari suaka dan atau karena alasan tertentu tidak dapat dikenakan pendeportasian, maka dikoordinasikan dengan UNHCR dan atau organisasi yang menangani masalah pengungsi untuk penentuan statusnya, apabila telah mendapat attestation letter atau surat keterangan pencari suaka dari UNHCR atau berstatus pengungsi dapat tidak dipermasalahkan status izin tinggalnya".

Kemudian pada tahun 2016 keluar peraturan Dirjen Imigrasi Nomor IMI-0352.GR.02.07 dimana antara lain menyatakan "bahwa Pencari Suaka dan Pengungsi yang berada di wilayah Indonesia ditempatkan di ruang detensi imigrasi, rumah detensi imigrasi atau tempat lain dengan ketentuan tempat lain adalah dalam hal ruang detensi atau rumah detensi telah, a.melebihi daya tampung, b.sakit dan memerlukan perawatan, c.akan melahirkan, d.anak-anak."

Melihat hal diatas menurut penulis ada beberapa permasalahan.

1. Untuk status, apakah pengungsi ditempatkan di detensi masih menjadi pertanyaan penulis.Secara segi bahasa istilah detention yang berasal dari bahasa inggris yang berarti penahanan mengarahkan bahwa ruang detensi atau rumah detensi imigrasi adalah tempat untuk penahanan WNA yang sedang ditahan karena melanggar aturan keimigrasian sehingga penempatan WNA yang bersangkutan secara hukum dibenarkan karena sedang menunggu proses hukum akan disidang atau akan dideportasi.

Tapi bagaimana mengisi kekosongan hukum terhadap Orang Asing yang berada di dalam wilayah Indonesia sejak masuk sampai dengan yang bersangkutan memperoleh status pengungsi atau pencari suaka.Ada jeda waktu sejak saat yang bersangkutan masuk sampai dengan memperoleh status tersebut.

Apakah izin tinggal yang diberikan kepadanya, mengingat klausa dalam Peraturan DirjenIm tahun 2016 hanya dikenakan kepada yang sudah mendapat persetujuan UNHCR, sementara waktu yang dibutuhkan untuk mendapat status tersebut tidaklah sebentar.Walaupun dengan alasan pada poin a tersebut diatas yaitu Rudenim telah melebihi daya tampung apakah status hukum pengungsi bisa dikatakan sedang ditahan dan kemudian kehilangan kebebasannya?

2. Kekosongan hukum dan masalah sosial budaya di masyarakat, terkait siapa yang bertanggung jawab mengurusi kondisi pengungsi.Mengingat jika hal ini dibiarkan terus berlangsung akan muncul banyak permasalahan social budaya di tengah masyarakat tempat pengungsi berada.beberapa permasalahan seperti bentrok dengan penduduk setempat karena pengungsi yang tidak bekerja akan menjadi beban lingkungan dll.

Belum lagi akan muncul opini negatif dari masyarakat yang menilai pemerintah lebih memilih mengurusi warga negara lain sementara masih banyak rakyat Indonesia sendiri yang berada dalam kemiskinan dan kelaparan.

Sementara untuk berapa lama pengungsi tinggal di Indonesia juga masih berstatus terkatung-katung karena untuk kembali kenegara asal tidak mungkin, tapi untuk mendapat pemukiman kembali ke negara ketiga juga sangat kecil kemungkinannya.

Terkait masalah kemanusiaan juga apakah bisa bagi pengungsi yang datang atau terdampar di perairan Indonesia perahunya dilayarkan kembali ke tengah laut sementara di Indonesia sendiri sebagai negeri dengan penduduknya mayoritas beragama muslim ada anggapan bahwa pengungsi terutama yang berasal dari negara dengan stereotype negara muslim harus dilindungi dan disambut,

2. Bagaimana dengan pengungsi yang datang dengan cara resmi menggunakan paspor dan visa apakah sama tindakan hukum yang dikenakan padanya dengan pengungsi yang menjadi korban perdagangan orang mengingat kondisi ekonomi nya berbeda.Yang pertama dapat dikategorikan sebagai sengaja datang dengan itikad tidak baik.masuk secara resmi kemudian tinggal melebihi batas waktu, sementara yang kedua datang secara tidak sengaja karena kondisinya, mereka terdampar di Indonesia.

Terkait dengan nomor 1 diatas maka apakah pengungsi yang terdampar tadi bisa dikenakan tindakan hukum menurut hukum yang ada di Indonesia.Apalagi kemudian ditempatkan di rumah/ruang detensi.Mengingat biaya operasional rumah/ruang detensi juga berasal dari APBN yang berarti disitu ada hak rakyat Indonesia untuk pertanggung jawabannya apakah digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.Terkait karena menggunakan APBN apakah tidak sebaiknya meratifikasi saja Konvensi 1951 dan Protokol 1967 agar nama rakyat Indonesia terangkat di mata dunia.Karena menggunakan bantuan IOM terus-menerus juga akan mengakibatkan ketergantungan dan masalah kemandirian Indonesia di mata bangsa lain.

Akhirnya sebagai bagian dari bangsa yang terlibat dalam pergaulan internasional maka ada baiknya sebagai bangsa yang ingin diakui eksistensinya dimata dunia alangkah baiknya permasalahan pengungsi ini segera diantisipasi sebelum menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial dimasyarakat Indonesia.Dengan keputusan apakah kita memperkuat perbatasan dan ketegasan terhadap kedatangan pengungsi dimana jika terlihat akan ada kedatangan gelombang pengungsi maka seluruh pintu pintu perbatasan internasional ditutup termasuk walaupun bagi manusia perahu yang terdampar di Indonesia tidak diperbolehkan untuk masuk dan mendarat, atau atas nama kemanusiaan maka mereka diperbolehkan mendarat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun