1. Perkembangan Revolusi Industri 1.0 hingga 4.0
Istilah revolusi industri pertama kali dikenalkan olehÂ
Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui padaÂ
pertengahan abad ke-19. Revolusi industri merupakanÂ
transformasi secara integral dan fundamental menjadiÂ
pola kehidupan yang lebih sejahtera dan modern diÂ
berbagai aspek kehidupan, seperti pertanian, manufakturÂ
(pabrikasi), pertambangan, teknologi, transportasi danÂ
ekonomi sebagai dampak dari kemajuan di bidang ilmuÂ
pengetahuan dan teknologi (Alamsyah, 2018).
Wolter dalam Emillia, Kuswadani, Damiri (2020) danÂ
Wijaya (2020) menyatakan bahwa berbagai hal baru yangÂ
terjadi pada revolusi industri 4.0 yaitu:Â
1. Interaksi sistem penyimpanan data dan sumberdayaÂ
global.
2. Perkembangan intelegensi produk yang unik.
3. Penerapan kecerdasan artifisial dalam prosesÂ
produksi.Â
4. Terciptanya berbagai model bisnis baru.Â
5. Terciptanya infrastuktur sosial yang baru dan lebihÂ
sensitif bagi para karyawan.Â
6. Keseimbangan antara pekerjaan dan gaya hidup yangÂ
lebih baik.Â
7. Lebih responsif terhadap permintaan konsumenÂ
secara individu.Â
8. Pengembangan perangkat lunak dengan kecerdasanÂ
artifisial yang dapat merespons permasalahan yangÂ
ada dengan lebih cepat.
9. Proses produksi menjadi
digitalisasi dan berjalanÂ
secara otomatis.
10. Produk yang dihasilkan menjadi pembawa danÂ
penyedia informasi bagi konsumen.
11. Internet akan mendominasi keseluruhan aktivitasÂ
perusahaan.Â
12. Kinerja menjadi semakin tinggi.Â
13. Data bisnis dianalisis menggunakan program digitalÂ
dan sistem kecerdasan artifisial.
14. Terjadi peningkatan efisiensi.Â
Kendala yang perlu dihadapi dalam revolusi industri 4.0:Â
1. Standar kerja perlu diperbaharui.
2. Proses organisasi perlu diperbaharui.Â
3. Model bisnis perlu diperbaharui.Â
4. Kualifikasi terkait kompetensi dan keterampilanÂ
sumber daya perlu diperbaharui.Â
5. Penelitian dan pengembangan produk semakin perluÂ
dilakukan.Â
6. Pelatihan dan pengembangan profesionalitas sumberÂ
daya manusia perlu dilakukan.
7. Infra struktur perlu diperbaharui.Â
8. Permasalahan keamanan teknologi informasi perluÂ
diantisipasi.
9. Kemampuan dan stabilitas mesin-mesin produksiÂ
barang perlu ditingkatkan.
10. Para pejabat politik yang tidak bersedia berubah danÂ
mengikuti perkembangan kemajuan teknologi perluÂ
penyesuaian.
11. Menghilangnya berbagai lapangan kerja tertentu perluÂ
diantisipasi.
Emillia, Kuswadani, Damiri (2020) menyatakan bahwaÂ
Indonesia pun mengalami pula revolusi industri yang
terdiri atas beberapa periode seperti yang disajikan dalamÂ
Gambar 1 berikut, yaitu:
1. Periode pertama disebut revolusi industri 1.0 yangÂ
diawali dengan pengembangan mesin-mesin,Â
penggunaan tenaga air dan uap.
2. Periode kedua disebut revolusi industri 2.0Â
merupakan fase produksi massal denganÂ
memperhatikan quality control dan standar hasilÂ
produksi barang.Â
3. Periode ketiga disebut revolusi industri 3.0 pada saatÂ
tersebut Indonesia memasuki era komputerisasi.
4. Periode keempat disebut revolusi industri 4.0Â
merupakan dimulainya periode digital dan otomatisasi internet berbasis manufaktur danÂ
Peluang Sumber Daya Manusia pada Era RevolusiÂ
Industri 4.0
Era industri 4.0 bercirikan kebutuhan akan SDM yangÂ
memiliki keterampilan digital guna mendukungÂ
penerapan industri 4.0 yang erat kaitannya denganÂ
bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence). EraÂ
industri 4.0 menimbulkan berbagai kompetensi baru danÂ
menuntut pentingnya sertifikasi kompetensi dan tidakÂ
hanya ijazah.
Fadel (2008) menyatakan kompetensi berupaÂ
pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan pada eraÂ
industri 4.0 sebagaimana tampak pada Gambar 3 berikut ini.
Tantangan Sumber Daya Manusia pada Era RevolusiÂ
Industri 4.0
Revolusi Industri 4.0 bukan hanya menyediakan peluang.Â
Namun, juga memunculkan berbagai tantangan yangÂ
dihadapi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) sepertiÂ
lonjakan pengangguran, kompetisi antara manusiaÂ
dengan mesin, dan tuntutan kompetensi sumber dayaÂ
manusia yang semakin tinggi dimana tantangan utamaÂ
adalah hilangnya pekerjaan yang digantikan olehÂ
teknologi.Â
Menurut Karnawati (2017), revolusi industri 4.0Â
dalam lima tahun mendatang akan menghapus 35% jenisÂ
pekerjaan dan bahkan pada 10 tahun yang akan datangÂ
akan menghapus 75 persen jenis pekerjaan. Hal iniÂ
disebabkan pekerjaan yang dilakukan oleh manusiaÂ
secara bertahap digantikan oleh teknologi denganÂ
digitalisasi program.Â
Dampak yang terjadi adalahÂ
keterlibatan manusia yang menjadi minim dan terjadinyaÂ
pemutusan hubungan kerja karena alasan efisiensi,Â
proses produksi menjadi lebih cepat, dan produk mejadiÂ
lebih mudah didistribusikan secara massal.
Hendriyaldi (2019) menyatakan bahwa tantangan sumberÂ
daya manusia pada era rovolusi industri 4.0 adalahÂ
kompetensi dalam mengintegrasikan pemanfaatanÂ
internet dengan lini produksi yang memanfaatkanÂ
kecanggihan teknologi dan informasi. DalamÂ
mengimplementasikan revolusi industri 4.0Â
perusahaan diharapkan memiliki sumber daya manusia yangÂ
mempunyai skill dalam berkolaborasi dengan teknologiÂ
digital, robot dan mesin yang meliputi digitalisasi,Â
optimalisasi dan kustomisasi produksi, otomasi danÂ
adapsi, interaksi antar mesin-manusia, nilai tambah jasaÂ
dan bisnis, automatic data exchange and communication,Â
dan penggunaanÂ
teknologi internet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H