Sejarah PGRS/Paraku.
Sejarah PGRS (Pasukan Gerilya Rakyat Serawak) dan PARAKU (Pasukan Rakyat Kalimnantan Utara) tidak terlepas dari peristiwa Ganyang Malaysia di era Soekarno. Sesuai namanya PGRS adalah kelompok orang-orang Tionghoa dan Melayu sayap kiri asal Sarawak yang tidak setuju dengan pembentukan Federasi Malaysia. Bung Karno pun memanfaatkan mereka dalam aksi Ganyang Malaysia. Melalui salah satu menterinya, Oei Tjoe Tat, beliau menggalang kekuatan warga Tionghoa Kalimantan Utara yang anti-Malaysia ini untuk mendukung konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.
Hampir 900 orang Tionghoa Kalimantan Utara berkenan pindah ke daerah Kalimantan Barat untuk diberi pelatihan kemiliteran dan dipersenjatai di Bogor. Walaupun sebagian besar Paraku/PGRS adalah warga keturunan tianghoa tapi juga ada orang melayu dan Dayak yang tergabung didalammnya. Mereka bahu-membahu dengan TNI dan sukarelawan melawan musuh bersama saat itu - Malaysia, sekalipun TNI tidak menyukai kecondongan PGRS ke sayap kiri.
From Hero to Zero
Paraku/PGRS dilatih dengan baik oleh TNI sehingga mampu memberikan perlawanan yang cukup menyulitkan bagi pasukan Gurkha Inggris. Kedua pasukan itu hampir berhasil menghancurkan garnisun 1/2 British Gurkha Rifles dalam sebuah serangan terhadap distrik Long Jawi pada tanggal 28 September 1963. Paraku/PGRS sempat menjadi pahlawan bagi Indonesia selama era konfrontasi.
Seiring perubahan angin politik nasib Paraku-PGRS pun berubah 180 derajat. Pemerintah Orba mengambil jalan damai dengan Malaysia dan Inggris dan konfrontasi pun selesai. Di lain pihak  PKI memanfaatkan situasi paska G 30 S untuk mengkonsilidasi kekuatan di daerah Kalbar dan berhasil memperoleh simpati Paraku-PGRS, sehingga himbauan konsolidasi TNI ditanggapi hanya oleh 99 orang dan sisanya 739 orang memutuskan membangkang. Murid Berontak, Guru Bertindak. TNI yang melatih Paraku/PGRS kini harus berperang melawan muridnya di hutan Kalimantan. Gerakan penumpasan in yang kemudian dikenal dengan Operasi Sapu Bersih (Saber).
Operasi Saber awalnya tidak memuaskan. Selain karena kurangnya tenaga tempur, pihak PGRS/PARAKU lebih mengenal keadaan medan dan dapat menarik simpati suku Dayak setempat. Untuk itu perlu siasat untuk merebut suku Dayak dari Paraku-PGRS sehingga memihak ke TNI.
Peristiwa Mangkuk Merah. Hoaks, Hoaks, Hoaks.
Jika pembaca mau tahu kedahsyatan Mangkok Merah silahkan google konflik Sampit dan lihat sendiri bagaimana orang Madura diusir orang Dayak yang dengan Ritual Mangkok Merah.
Pada dasarnya hubungan Cina-Dayak itu berlangsung harmonis. Setidaknya ada tiga hal yang mendukung hubungan baik ini. Pertama, karena orang Cina yang datang ke bumi Kalimantan ratusan tahun lalu sebagai penambang emas tidak membawa istri. Mereka mengambil perempuan Dayak sebagai istri. Jadi sebenarnya masih ada hubungan darah antara Cina dan Dayak. Maka jangan heran gadis-gadis Dayak ada yang sangat mirip dengan Cina. Kedua, adanya kesamaan budaya Cina dengan Dayak yang sama-sama menghormati leluhur. Dan ketiga selain berbaur atau setidaknya tinggal berdekatan hubungan Cina dan Dayak pada dasarnya saling menguntungkan dimana sebagai pedagang orang Cina membeli hasil perkebunan dari orang Dayak sebuah hubungan yang sama-sama menguntungkan.
Mustahil orang Dayak tidak tahu keberadaan Paraku/PGRS, wong mereka bahkan bisa membedakan mana yang komunis (bintang 5) mana yang non-komunis (bintang 12). Mereka memang membiarkan karena Pasukan Paraku-PGRS membina hubungan baik denagn orang Dayak dan tidak saling mengganggu.