Mohon tunggu...
Old Imp
Old Imp Mohon Tunggu... Administrasi - Penyeimbang

Urlicht

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Debat Perdana Agus, Elo Gue Banget Gus!

14 Januari 2017   01:24 Diperbarui: 4 April 2017   18:15 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penantian debat perdana Paslon nomor satu, Agus-Silvy berakhir sudah. Tidak ada unsur surprise karena semua sesuai dengan dugaan saya. Ahok sudah lebih jinak setelah kasus pemaksaan penistaan walaupun tetap yang paling banyak menyindir paslon lain. Anis masih dengan gaya Mario Teguh, semoga gak ada yang tiba2 nongol minta tes DNA.

Point paling menarik dari debat malam tadi adalah pernyataan Ahok bahwa janganlah rakyat yang salah dibenarkan hanya untuk sebuah kemenangan pilkada. Bahaya! Mak Jleb!

Bagaimana dengan Penampilan Agus setelah di gembleng oleh 11 ahli dan tentu saja mentor of all mentor, sang Pepo? Bagi saya penampilanAgus dalam sesi pertama langsung membuat ingatan saya kembali ke puluhan tahun yang lalu, lho kok bisa?

Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita flash back ke tahun-tahun indah SMA dulu, saat pertama kali menjadi petugas Upacara Bendera. Waktu itu saya kebagian tugas untuk membaca teks Pembukaan UUD 45. Saya sebenarnya sebel karena jauh lebih enak dapat tugas baca Pancasila saja. Selain lebih pendek saya pun sudah hafal.

Namun apa boleh buat, wali kelas sudah memutuskan mana bisa saya bantah. Maka mulailah pernyiksaan itu karena saya disuruh hafal seluruh pembukaan UUD 45 diluar kepala. Sebenarnya saya boleh baca dari teks tapi supaya tidak gugup, maka saya harus baca puluhan kali sampai hafal.

Singkat cerita pada hari H, ketika tiba giliran saya maju dengan langkah gemetar dan tangan dingin saya menuju mikrofon dan mulai membaca dengan suara sedikit gemetar. Alhamdullilah, saya dapat menyelesaikan seluruh Preambule tanpa ada satu kata pun yang salah ucap. Kalau gak bisa-bisa saya ditangkap dengan tuduhan makar karena berniat mengubah Dasar Negara. Betapa leganya saya ketika Upacara Bendera akhirnya selesai tanpa insiden.

Dengan langkah ringan saya masuk kelas. Betapa kagetnya saya ketika sampai dikelas saya dipanggil wali kelas dan langsung di interogasi: Beib, tadi baca Pembukaan UUD 45 kok kayak dikejar setan begitu sih? Gak pake titik koma, hajar terus sampai selesai. Napas gak tadi? Seisi kelas cekikikan melihat muka saya yang bengong karena gak ngerti tuduhan Pak Wali kelas. 

Rupanya karena demam panggung, teks Pembukaan yang seharusnya dibaca dengan khidmat, saya baca dengan gas pol. Sayang saat itu tidak dicacat dengan stop watch, sehingga tidak diakui sebagai rekor MURI. Tapi setidaknya untuk beberapa saat saya terkenal sebagai pembaca Pembukaan UUD tercepat sejak sekolah saya berdiri. Tidak ada piala maupun piagam penghargaan untuk itu, tapi cukup menjadi kenangan indah masa-masa SMA.

Kesimpulannya, saya jadi merenung, jika saja Bapakku mantan Presiden mungkin saya yang bakalan debat di TV malam tadi. Tapi kalau dipikir-pikir lagi mungkin saya akan nolak dicalonkan bapak saya karena sudah trauma dibullly sebagai pembaca teks Pembukaan UUD 45 tercepat yang pernah ada. Hmmm tapi kalau Ira Koesno yang mandu acara sih mungkin juga tergoda... Ah sudah lah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun