Mohon tunggu...
Abdullah Mabruri
Abdullah Mabruri Mohon Tunggu... -

masih dalam proses pencarian

Selanjutnya

Tutup

Nature

Taman Suci Ramadhan

25 Agustus 2011   10:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:28 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masa kanak-kanak dapat dikatakan sebagai kenangan paling dirindukan oleh siapa saja yang telah melihat betapa ternyata kehidupan anak-anaklah ketenteraman selalu menyelimuti tiap waktunya. Aku teringat pada awal duduk di bangku sekolah dasar. Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang meliburkan satu bulan puasa penuh dari aktivitas belajar-mengajar di sekolah membuatku dan teman-teman mempunyai waktu luang yang terlalu panjang. Hingga pada suatu pagi di bulan pengampunan itu, setelah kebosanan berkepanjangan pada aktivitas yang itu-itu saja, tercetuslah ide untuk membuat taman.

Kami berdelapan adalah anak laki-laki seumuran, teman sepermainan. Sejak pagi kami berkeliling ke rumah-rumah tetangga untuk meminta satu-dua jenis tanaman bunganya. Segera kami mulai menanamnya di samping rumah salah seorang dari kami. Tidak luas, tapi kami menatanya dengan baik. Kami juga membuat jalan kecil setengah lingkaran yang membelah taman. Tidak lupa kami membuat bangku-bangku sebagai singgasana kami, para arsitektur taman itu.

Hari pertama pembuatan taman selesai dan kini tiba saatnya pemberian nama. Aku sendiri yang memberi nama. “Taman Suci Ramadhan!” begitu celetukku. Serta-merta teman-teman mengiyakan.

Malam hari setelah berbuka, kami berkumpul dan membakar satu-dua batang kayu pinus sebagai lilin, cahaya kuning remang menelusup di antara batang-batang tanaman. Ketika muadzin memanggil, kami bergegas pergi ke Mushola Darussalam untuk shalat tarawih. Kami meninggalkan taman. Sambil berjalan, aku berpikir bahwa di Surga Darussalam tersusun atas beberapa taman seperti taman kami.

Taman Suci Ramadhan terus lestari hingga pekarangan itu dijadikan garasi mobil beberapa tahun kemudian. Saat kami telah dewasa dan beberapa telah merantau, ada kerinduan mendalam yang mau tak mau harus kami kenang pada tiap kumpul lebaran. Ramadhan itu, ramadhan yang penuh kesabaran untuk menumbuhkan dan merawat bunga-bunga indah, tetap lestari di hati kami hingga kini.

Aku merindukan sekaligus mensyukuri masa kecil kami itu, masa-masa belajar berpuasa dengan mengalihkan rasa lapar dengan sesuatu yang bermanfaat, tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang telah banyak tergoda internet, game online, dan playstation. Kini, raga ini kuat menahan lapar dan haus. Namun, kompleksitas kehidupan telah mencampuri pikiran dan mau tidak mau hati ini ikut juga merasakan akibatnya. Ingin rasanya berpuasa sebagaimana anak-anak, terus belajar menahan lapar dengan tidak berprasangka macam-macam. Masa anak-anak, masa damai itu, masa ceria itu, ingin aku belajar lebih banyak keceriaan sebagaimana anak-anak menyambut dan mengisi ramadhan.

Dari Taman Suci Ramadhan pula aku dapat mengambil pelajaran. Menanam adalah salah satu seni menikmati hidup. Dan, hanya orang-orang sabarlah yang mampu melakukan itu. Mulai dari memilih tanaman dengan cermat, mencari ladang yang tepat, menyimari dengan rutin, memupuk dengan hati-hati, dan akhirnya menikmati kelembutan hijau dedaunannya adalah rangkaian kegiatan yang memberi efek terapi bagi kesehatan jiwa manusia.

Telkomsel Ramadhanku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun