Mohon tunggu...
M Abd Rahim
M Abd Rahim Mohon Tunggu... Guru - Guru/Dai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

GPAI SMK PGRI 1 SURABAYA, Ingin terus belajar dan memberi manfaat orang banyak (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Armada Terakhir

16 Januari 2023   14:41 Diperbarui: 16 Januari 2023   16:35 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Armada Terakhir

Oleh: M. Abd. Rahim

***

Baca juga: Lorong Waktu

"Pulanglah kak. Sakit Ibu semakin parah. Keluarga bilang harus dibawa ke rumah sakit secepatnya!" Malam kelam kuterima pesan singkat dari adikku yang ada di desa. Sebelum tidur kumusyawarah sama istri.

"Dik besok pulang ke desa ya! Tengok Ibu!" Kataku sebelum selimut malam menghangatkan tubuhku. "Ya, memang kita sudah rencana kan Sabtu besok pulang ke Ibu" Jawab Istriku 

Ibu sudah lama sakit, dan beberapa hari ini diabetnya mulai kelihatan lewat bekas pada kakinya. Dari sakitnya itu, ia tak mampu berdiri sehingga pada saat ke kamar mandi harus pakai anak tongkat. 

Baca juga: Nyanyian Malam

Sebulan yang lalu, Istri sudah pinjam kursi roda punya temannya dan dibawa pulang ke desa oleh kakakku. Agar ibu bisa kemana-mana, menikmati cahaya mentari pagi, taman yang penuh bunga, halaman luas penuh rerumputan nan hijau. Kursi roda tersebut adalah armada terakhir yang ia naiki. 

Di atas armada, ibu berdoa dan menghasilkan lima sarjana anaknya. Mereka hidupnya sukses di kota, maka mereka harus pulang ke desa secara bergantian.

Baca juga: Angin Fajar

"Ibu ingin saya bawakan apa?" 

"Pisang susu saja nak!" Jawabnya sambil berharap aku segera di hadapannya.

***

Udara pagi memberi harapan yang segera terpenuhi, langit berjubah hitam terus mengikuti. "Semoga langit tidak meneteskan air mata di tengah perjalanan nanti." Doaku dalam hati. Karena pagi ini, kuberangkat ke desa bersama anak dan istriku dengan menaiki sepeda motor. Sebenarnya anakku tak boleh ikut pulang oleh ibu mertua.

"Mbah doknya kepingin lihat cucunya kok Nek!" Istriku mengelak dan akhirnya Hafizah boleh kami ajak.

Kurang lebih perjalanan ke desa membutuhkan waktu 5 jam, Hafizah minta naik di depan, dan istri dibelakang.  

"Zah duduk di tengah ya, awas ada polisi loh!" Istriku mencoba mengajaknya duduk di belakang. Hafizah tidaknya takut, tapi nangis dan mulia rewel. Kalau rewel bisa-bisa tidak jadi ikut, dan cahaya matahari semakin terik. "Ya sudah di depan, tapi nanti waktu ayah isi bensin duduk dibelakang ya!"

"Ya Yah! Terima kasih Ayah" kata Hafizah dengan loghatnya yang lucu

Anak kalau diajak jalan ingin mengetahui apa-apa yang terlintas. Motor kukendarai dengan santai dan ku mengerti Hafizah ingin melihat hijaunya pepohonan, bunga-bunga di pinggir jalan dan gunung-gunung yang terlihat indah serta macam kendaraan yang terlintas di matanya.

"Yah, yah, Bis!" 

"Besar ya bisnya, warna apasih bisnya tadi?

"Hijau"

Sambil tebak warna dan jumlah kendaraan yang ada di depannya, kuberhenti di pom untuk isi bensin dan Hafizah duduk di belakang. Setelah isi bensin, kupercepat motorku agar sampai ke rumah Mbah Dok tidak kamalaman.

***

Pukul 17:00 Wib, sampai tujuan. Orang-orang, saudara, tetangga sudah berkerumun di kamar dimana ibu berbaring. Armada kursi roda, sudah tidak terpakai lagi diletakkan di pojok pintu rumah belakang. 

"Alhamdulillah cung-cung kok pintar, kok sudah pulang. Cepat ibumu bawa ke rumah sakit!" Kata Bu lek Ruroh, adiknya ibu. Aku bingung, karena kendaraan yang kupunya adalah sepeda motor. 

"Pinjam mobil ambulans balai desa Lif" Kata salah seorang tetangga. Di dalam kebingungan aku minta saran kepada ayah, agar ibu diizinkan kubawa ke rumah sakit. 

"Ibumu sakno, kalau di bawa ke mana-mana. Karena kondisinya sudah lemah. Di rumah sakit tambah kasihan ibumu disuntik jarum infus, atau lainnya. 

"Ke Mbah Soleh, minta omben-omben" Ayahku menyarankan, segera aku bawa satu botol air mineral dan kubawa ke Mbah Sholeh.

***

"Ini air minumkan ke ibumu, sebisa mungkin agar air ini bisa masuk dan diminumnya" Saran Mbah Soleh. "Malam ini minumkan ya, dan esok bila tenaganya pulih bawalah ke rumah sakit. Dan bicara sama bapakmu yang halus dan sopan, dalam rangka ikhtiar untuk kesembuhan.

Malam itu, aku menjaganya sampai tidak tidur. Alhamdulillah kakakku dan adikku, pukul 02:00 Wib dini hari baru sampai ke rumah ibu dan bisa gantian istirahat. 

Pagi yang cerah, pagi yang indah menjelma tangisan keluarga. "Allah, Allah, Allah Mak.!" Ayah menuntun ibuku, aku dan saudaraku membaca surat yasin. Hafizah bangun dan ku gendong untuk melihat Mbah doknya, dan Hafizah memberi doa dengan membaca QS. Alfatihah. Orang-orang di kamar merasa terhibur oleh lantunan ayat yang dibaca Hafizah.

Selama hidup ibuku disiplin salatnya, hingga saat sakit pun ia tidak ingin meninggalkannya. Pagi ini Allah telah memberi izin pada kedua tangannya. Orang-orang di kamar menyaksikan Ibu mengangkat kedua tangannya sambil berucap "Allahu...." Belum lanjut sampai "... Akbar" ibuku sudah tiada. Tangisan mereka satu persatu mulai pecah.

Ada yang pernah berkata, kematian seperti kita tenggelam dalam lautan. Maka kalimat itulah Armada terakhir yang diucapkannya, mencerminkan apa yang beliau lakukan selama hidup di dunia.

Beberapa hari di desa dan aku harus kembali ke kota. Kakakku yang membawa mobil kupesan agar mengembalikan kursi roda tersebut. "Semoga enkau selalu memberi pertolongan. Terimakasih ya Allah, Engkau telah memberi pelajaran yang sangat berharga"

***

Surabaya, 16 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun