Oleh: M. Abd. Rahim
***
Matahari sudah tenggelam saat langit memerah di ujung barat, matahari menjelma cahaya bulan, menjadikan malam itu malam yang panjang penuh kesunyian. "Dik Arfan silahkan tidur jangan main-main lato-lato terus, besok pagi kan bisa!" Kakakku menasihatiku
"Sebentar lagi kak, ini baru belajar gaya helikopter, hampir bisa!" Jawabku. Kak Intan meninggalkanku dan menuju dapur untuk mencuci baju. Kakakku adalah teman sekaligus ibuku, dialah yang memberiku makan setiap hari, dan juga membiayaiku sekolah sampai kelas 5 ini.
Semenjak ibu meninggalkanku, karena kecelakaan saat menjemputku di TK Harapan. Ibuku tidak selamat waktu dilarikan ke rumah sakit, ayahku kakinya patah dan aku hanya terluka dibagian siku tanganku, beset. Sejak itu ayahku tidak lagi dibutuhkan lagi ditempat kerjanya.
"Ayo segera tidur dik!" Pinta ayahku bersama kursi rodanya saat menuju kamarku. "Main lato-latonya dilanjut besok. Besok kan masih ada hari." Lanjut ayah menasihatiku. "Baik yah," jawabku. Ayah meninggalkan kamarku lalu menuju ke dapur."Lagi apa kak Intan, kok belum tidur juga?"
"Lagi nyuci baju yah, sama persiapan bahan untuk sarapan besok pagi. Agar besok tinggal goreng saja!" Jawab kak Intan.Â
Melihat kak Intan, kadang hatiku perih, mataku sayu tak kuasa melukiskan keindahan. Dia bekerja setiap hari di restoran kadang juga sampai larut malam membaginya sambil kuliah.Â
***