Kangen Masakan Ayah
Oleh: M. Abd. Rahim
***
Pada umumnya para pekerja di perusahaan libur hari Sabtu atau Minggu, tapi kami tetap masuk dan diberi libur hari Jum'at. Biasanya, pagi sebelum mentari muncul memberikan kehangatan, Amar sudah mendahului ke rumahku. Namun hari ini kami bisa istirahat, dan bepergian atau sekedar main di tetangga. Hari ini Aku ingin berkunjung ke rumah Pak Alif, karena sudah agak lama tidak bertemu beliau. Kukayuh sepeda ontelku hingga sampai rumah beliau.
"Tok, tok,...tok..., Assalamualaikum!"
"Oh...kamu Dit, silahkan masuk!" Pinta Pak Alif
"Bagaimana kabar magangmu?"
"Alhamdulillah baik pak, terkendali."
"Syukurlah.!"
"Ma, ini Radit Ma," Teriak pak Alif ke istrinya yang sedang memasak di dapur
Beberapa menit Ibu Putri muncul di hadapanku dan berkata "Silahkan nak Radit duduk dulu. Nanti sarapan bersama ya!"
Aku DIam
"Ndak usah sungkan Dit, anggap rumah sendiri."
"Njih Pak, Matursembahnwun!"
"Belum berangkat sekolah pak!" Tanyaku
"Ya nanti jam 08.00, berangkat ke sekolah" Balasnya
Hari Jum'at pagi pak Alif tidak ada jam mengajar, dia berangkat ke sekolah jam berapapun sebenarnya tidak masalah dan dia ada jam mengajar setelah selesai Jum'atan. Tapi Beliau diamanahi sebagai takmir masjid sekolah, sebelum Jum'atan dimulai masjid sudah bersih dan siap untuk digunakan salat jum'at. Dulu kelas X pernah membantu beliau bersama anak rohis lainnya. Setiap hari Jum'at Aku dan teman-teman rohis berbagi tugas. Anggota kami ada lima orang, Aku, Sena, Alfi, Rino, Rizky, dan Wildan. Masing-masing mempunyai peranan sendiri, Aku bersih-bersih musholla bersama Rizky. Alfi berkeliling ke kelas-kelas sambil membawa kotak infaq Jum'at pada kelas yang masuk pagi hari. Sementara Wildan bertugas sebagai Bilal Jum'at dan Sena bertugas keliling infaq Jum'at pada kelas yang masuk siang hari.
"Ayo nak Radit Silahkan dinikmati, makanan buatan saya!" Pinta Ibu Putri
"Silahkan Dit" Lanjut Pak Alif
Aku mengambil piring, di hadapanku ada berbagai menu makanan, ada telur dadar, mie goreng, ada mihun, tahu, tempe (yang diuyahi), sambal bawang, sambal kecap, ayam crypsi, sayur sop.
Ibu Putri sangat misterius, bahan makanan apapun kalau di pegang dia akan menjadi makanan atau minuman yang lezat. Jemari-jemarinya aneh dan ganjil. Bahan makanan yang murah, menjadi rasa restoran. Untuk memasakkan kesukaan anaknya, dia sering membuat dari bahan mie Burung Dara yang harganya tiga ribuan. Ketika di masak, kedua tangannya secara otomatis mengambil rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, garam dan untuk pengganti penyedap rasa dia memberi gula dengan beberapa sendok makan.
Sejak menikah Pak Alif dan istrinya menjauhi micin atau penyedap rasa yang lain. Begitu juga saat membuat sambal bawang kesukaan pak Alif, pengganti micin adalah gula. Tapi rasanya tetap tidak kalah dengan sambal hotel bintang lima.Â
"Ayo Dit tambah, mumpung hangat nasinya" pinta Pak Alif
"Aku ngoweh-ngoweh kepedasan."
Menu pertama yang Aku ambil telur dadar, tahu tempe dan sambal bawang, keringan tanpa sayur. Tapi saat disuruh pak Alif tanduk, Aku mencoba pakai sayur sop dan sambal kecap. Sungguh masakannya luar biasa, saat itulah Aku teringat masakan almarhum ayahku.
Ayahku dulu, suka memasak sambal bawang. Tapi setelah sakit, dia memperintahkanku ngulek sambal bawang tersebut. Saat itu Aku belum mengenal bumbu-bumbu masakan. Sebelum Aku ulek, ada lima lombok kecil, lima siung bawang putih, ada garam dan gula bercampur sedikit minyak goreng yang panas, kemudian Aku menguleknya. Aromanya yang khas sambal bawang, aku menyukainya dan lahap ketika makan.
"Ini teh hangatnya, maaf lupa tadi tehnya masih di dapur" Kata Bu Putri sambil memberikan teh hangat ke suaminya, dan berlanjut dihadapanku.
"Terimakasih banyak, Pak Alif, Bu Putri. Semoga jenengan sedoyo diberi umur panjang dan berkah.
"Amin, ya robbal alamin."
***
Mojokerto, 12 November 2022
Naskah ke-12, tantangan dari dokjay Menulis 30 hari di KompasianaÂ
***
Silahkan Baca Juga Naskah Sebelumnya:
Naskah ke-1 : Guruku Adalah Orang Tuaku
Naskah ke-2: Sekolahku Adalah Surgaku
Naskah ke-3: Satu Visi, Satu hati
Naskah ke-4: Tragedi di Warung Pak Sugi
Naskah ke-5: Doa Bersama Untuk Para Guru Indonesia
Naskah ke-6: Ibu dan Guruku Melarangku Pacaran
Naskah ke-7: Madu Guru, Buah Manis Cita-cita Siswa
Naskah ke-8: Teman Kerja Adalah Guruku
Naskah ke-9: Berguru pada Pangeran Diponegoro
Naskah ke-10: Berguru pada Sunan Kalijaga
Naskah ke-11: Si Kebaya Merah
Naskah ke-12: Kangen Masakan Ayah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H