Radit keheranan, dan penasaran dari isi pesan tersebut. Ketika ingin melihat foto profilnya, kosong tidak ada gambar. Dia tidak membalas, tidak mau konsentrasinya terganggu olehnya. PKL akan dilaksanakan beberapa hari lagi, dia bingung dengan kerjaannya. Saat di warung malam ini, dia menceritakan dengan apa yang akan terjadi. Dia takut kalau tidak cerita, akan membuat masalah dengan Pak Sugi. Maka malam itu dia berkata, "Ngampunten Pak sugi setunggal minggu maleh kulo wonten PKL, info sangking sekolah pelaksanaanipun sampai 4 sampai 6 bulan. Sepundi pak Sugi?"
"Mas Radit, jangan diambil pusing. Dari pertama kamu kerja di sini, kan saya sudah bilang. Silahkan bekerja dengan saya, tapi jangan sampai mengganggu sekolahmu. Kalau memang mengganggu sekolahmu, silahkan meninggalkan kerja. Oya waktunya PKL itu sampai jam berapa?" Tanya pak sugi.
"Tapi aku masih butuh pemasukan pak sugi, untuk membayar SPPku. Waktunya itu sesuai industri, biasanya masuk jam 8 sampai jam 5 sore. Itupun kalau perusahaan industri membedakan jadwalnya dengan pekerja tetap. Semoga waktunya tidak di samakan, kalau di samakan sampai pulang malam. Begini pak sugi, untuk awal pertama saya masuk PKL saya izin satu sampai dau sekalian melihat sikond dulu di lapangan!"
"Baik mas Radit, saya izinin. Oya kira-kira membantu saya membuka warung saja bisa kan!" Pinta pak Sugi, uang sakumu tetap Rp. 15.000. Aku berikan sebelum kamu berangkat PKL. Deal-deal, bagaimana mas?" Pak Sugi membuat kesepakatan baru sambil menjabat tanganku.
"Baik Pak, Insyallah. Saya usahakan!" Aku jabat erat tangan pak Sugi. "Terimkasih banyak ya pak!" Kataku
"Sama-sama, Mas!'
***
Satu minggu telah belalu...
Pagi setelah subuh, Radit menuju rumah pak Sugi. Beliau sudah menyiapkan apa saja yang akan di bawa ke warung. Pak Sugi sudah terbiasa bangun sebelum subuh, begitu juga istrinya lebih pagi darinya karena memasak bumbu-bumbu. Setelah siap semua, barang yang di bawa ditarung di rombong. Seperti biasa, Radit membawa rombong pisang kipas, dan Pak Sugi mendorong rombong mie ayam. Di warung rombong di tempatkan seperti biasa, dan dia bergegas untuk menata meja dan kursi. Selain itu, dia juga menyapu warung sangat bersih, hingga pak Sugi keheranan.
"Terimkasih mas Radit sudah membantu, untuk pertama kali PKL nanti malam tidak usah ke sini dulu. Pisang Kipas biar dijaga Ibu, ini diminum dulu" Kata pak Sugi sambil memberiku sebotol air mineral. Kemudian dia menaruh uang Rp. 15.000 di saku bajuku.
"Terimaksih banyak Pak Sugi saya izin berangkat ya, Assalamualaikum Wr.Wb"
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan Mas!"
***
Hari pertama PKL, Radit memperkenalkan diri kepada kepala Hotel dan teman pekerja yang lain. Dan menanyakan peraturan-peraturannya, terutama masuk dan pulangnya selama ia magang di Hotel tersebut. Karena Radit anak yang rajin dan di siplin dari kakomlinya ditempatkan di Hotel Santika.Â
"Terimakasih mas, karena kamu di hari pertama ini datang tepat waktu, untuk pulangnya sama seperti pekerja lain ya, pukul 9 malam."
"Mohon maaf pak, apa tidak disamakan!" Pikirku. Aku tak berani, karena malam setelah maghrib Aku harus membantu ibu cari uang. "Bagaimana ini!" kataku dalam hati, jika aku tak kerja karena magang. "Apa nasib ibu dan SPP-ku nanti!"
"Selamat bergabung Mas, ingat jangan sampai terlambat!"
"Siap Pak!, terimkasih"
Aku sedih.
Hari ini Radit mulai mengetahui dunia kerja yang sesungguhnya. Beberapa teman ada yang seusianya, dan ada juga jauh lima tahun dari usianya. Ada teman yang paling aneh namanya, Kristanto. Dia tampan, berwajah non islam, matanya sipit. Dia enerjik, semangat dan sepertinya menguasai lapangan. Dia adalah teman baikku, ketika aku mau beribadah salat duhur. Dia menawarkan untuk memegang pekerjaanku. "Mas Radit waktunya semabahyang ya, biar pekerjaan ini saya yang lanjutkan.!" Pintanya
"Terimkasih" Jawabku.
Kristanto adalah seniorku, Ia orang yang baik. Seharian aku diajarin hal-hal yang belum aku bisa dan yang belum aku ketahui. Begitu juga tentang bagaimana kerja yang baik dan bagaimana mengambil hati atasan dan lain-lain, dialah guruku di tempat baruku. Ia sama sepertiku mempunyai satu orang tua. Kalau Ibuku yang masih hidup, tapi Ayahnya yang masih hidup. "Katanya ia mengenal Ibuku, tapi dari mana ya!" Kataku dalam hati
Setelah salat duhur, kami istirahat dan tak lupa untuk minta tolong pada Kris teman kerjaku untuk meminta izin kepada kepala hotel. Dia yang piawai untuk mengambil hatinya. Kris tau keadaan keluargaku, dia akan memintakan izin agar aku bisa pulang kerja sore hari.
***
Naskah ke-8, tantangan dari Dokjay 3o har menulis di Kompasiana
Surabaya, 08-11-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H