Mohon tunggu...
M Abd Rahim
M Abd Rahim Mohon Tunggu... Guru - Guru/Dai
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

GPAI SMK PGRI 1 SURABAYA, Ingin terus belajar dan memberi manfaat orang banyak (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Doa Bersama Untuk Para Guru Indonesia

5 November 2022   11:58 Diperbarui: 5 November 2022   13:47 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri/diolah dengan canva.com

Sebenarnya sejak di musholla Pertamina tadi, pak Haji Nasrul ingin menemui Radit dan berniat diperkenalkan dengan anaknya Dea. Rupanya Radit masih dzikir selesai isya, karena sudah merasa lapar mereka pergi ke warung pak Sugi. 

Haji Nasrul melihat Radit tidak seperti muda sekarang yang jauh masjid dan tak mau salat apalagi salat berjama'ah. Maka ia berkeinginan untuk menjadikannya imam untuk Dea. Tapi sepertinya jalan masih panjang, Dea masih kelas X di pondok pesantren Tahafidz milik KH. Soleh. Dan Radit masih kelas XI jurusan Listrik di SMK PGRI 1 Surabaya. 

"Ayo dihabiskan tehnya!" Perintah Ibu Dea 

"Itu bikinan asli Dea Lo!"

Mendengar itu bikinan anaknya, Aku langsung meminumnya pelan-pelan sampai habis. 

Setelah meminum teh manis buatan Dea, Aku diizinkan kembali ke warung pak Sugi. Tiba-tiba hujan deras mengguyur bunga-bunga di pekarangan, tetesan hujan meresap dalam tanah, hati dan fikiran.

Aku tidak membawa jas hujan, ataupun payung. Dea menawarkan jas hujan miliknya, yang sudah lama tidak dipakai karena ia sering tinggal di pondok. Dan juga saat dijemput oleh orang tuanya memakai mobil, ia tidak memakai jas hujan lagi. Dan mungkin hanya membutuhkan payung saat menuju ke parkiran mobil bila hujan turun.

Kukenakan jas hujan pemberian dari Dea, kemudian aku pamitan. "Terimakasih banyak atas kesempatannya sudah naik sepeda mengantarkan kunci rumah kepada kami!" Kemudian kucium punggung tangan pak Haji Nasrul.

***

Hujan semakin deras malam itu, langit gemuruh. Seakan mengamuk pada penduduk bumi. Angin kencang menerpa pepohonan besar, hingga tumbang ke jalan raya. Banyak terjadi kemacetan di mana-mana. Karena jumlah volume air banyak, tak mampu menyerap ke tanah. Kini hutan sudah menjelma gedung-gedung pencakar langit. Saat hujan datang melanda, banjir di mana-mana seakan mudah menyerang penduduk bumi. Banjir merenggut harta benda dan bahkan nyawa.

Malam itu, aku bersama pak Sugi masih setia di warung, menunggu sampai hujan reda. Kami melindungi beberapa makanan yang terkena hujan. Ada satu pembeli yang mampir di warung pak Sugi, membeli mie ayam. Aku menawarkan minuman, "Teh hangat nggeh pak!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun