Aku terkesiap dibuatnya. Manis sekali. Tapi sepertinya dia tak sadar. Laras berjalan mendahuluiku.
"Kok tumben pagi-pagi sekali sudah bangun?"
Tak kujawab pertanyaannya.
"Eh, mas mau ke sungai kan, ya? Aku tanya kemana belum dijawab, tau-tau sudah mas ambil keranjangku. Mau bantu Laras?" ucapnya sambil tertawa. Tetap dengan cantiknya.
"Iya, ayo, lihat jalan di depanmu, jatuh baru tahu rasa kau."
"Iih, kok jadi perhatian sama Laras. Ada apa gerangan ini? Hemm.."
"Sudahlah. Ayo cepat keburu ramai nanti."
"Oke, bos."
Darso, seorang yang disegani dan ditakuti di desa ini. Perawakannya yang khas sebagai preman sering menjadi momok bagi sebagian warga. Pagi ini dia ditemukan tergeletak bergelimang darah di pinggir jalan setapak menuju sawah. Tepatnya di jalan bercabang, arah kanan menuju sungai dan ke kiri ke area sawah yang ujungnya pemakaman desa. Seorang lelaki agak tua yang memanggul cangkul yang pertama kali menemukannya. Tanpa rasa takut sedikitpun diseretnya tubuh tak berdaya itu ke rumah kosong di sebelahnya. Ibu-ibu hanya lewat sambil melihatinya, sesekali makian keluar dari mulut mereka.
"Hissh.. rasakan akibatnya."
"Dasar manusia tak berguna."