KETIKA MANUSIA TERPE(R)DAYA OLEH (SISTEM) TEKNOLOGI
Dampak, akan selalu muncul dalam setiap penerapan suatu kebijakan di manapun diterapkan. Sekalipun sebelum penerapannya diberlakukan telah dilakukan kajian yang menyeluruh dan tentunya dengan berbagai langkah sebagai upaya antisipasinya. Dampak yang pada umumnya berkonotasi negatif, akan selalu mengiringi dampak positif, terlepas dari tujuan penerapan kebijakan tersebut tercapai atau tidak.
Kasus yang baru saja kami alami menjadi salah satu contoh yang mungkin bisa menjadi gambaran adanya dampak negatif penerapan kebijakan registrasi simcard bagi pelanggan layanan komunikasi seluler. Sekaligus contoh bagaimana faktor yang manusiawi tak berdaya menghadapi sistem dan teknologi yang dibuat untuk MEMBANTU tercapainya tujuan penerapan kebijakan namun sayang dalam prakteknya justru TIDAK MEMBANTU, bahkan MERUGIKAN.
Gaung suara yang menjelaskan alasan dan tujuan penerapan registrasi simcard sejak awal tahun ini masih keras terdengar dan mungkin hingga beberapa waktu ke depan. Bahwa tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang merugikan akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sudah banyak diketahui khalayak. Tujuan lain adalah untuk ketertiban, baik tertib administrasi kependudukan, administrasi layanan komunikasi, dan entah berapa banyak tujuan lain yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam rangka mengatur kehidupan bernegara.
Lain di tingkat pemerintahan, beda pula di tingkat perusahaan. Meski ada keselarasan tujuan, sistem yang diterapkan jelas beda, apalagi ketika sistem tersebut sudah mengalami bias tujuan dan bahkan esensinya akibat perbedaan individual para pelaksananya di lapangan.
Hari ini adalah untuk ke-empat kalinya kami datang ke gerai Gr*p*ri (mungkin para pembaca sudah tahu dari siapa untuk siapa). Sejak kesempatan pertama hingga ketiga, saya datang sendiri untuk mengurus hilangnya nomor istri (yang hilang sih Handphone-nya, tapi simcardnya terbawa), maksudnya hendak memblokir simcard lama yang hilang itu dan mengganti dengan nomor yang sama memakai simcard yang baru, namun belum berhasil, mungkin memang karena saya yang kurang jelas menerima informasi (maklum: agak kurang pendengaran) dan mungkin juga tidak lengkapnya informasi yang disampaikan oleh operator. Seingat saya, sejak awal datang saya diberitahu bahwa untuk mengurusnya diperlukan KTP asli pemilik simcard dan KK. Dokumen itu sudah saya lengkapi sampai pertemuan ketiga, ternyata pada kesempatan ketiga itu baru diberitahu bahwa yang datang harus pemiliknya sendiri, meskipun saya suaminya dan tercantum dalam KK (ya tentu saja lahhh..) tetap tidak bisa.
Dari situ saya mikir, "Operator mungkin saja tidak salah dan mungkin saja salah (50:50) karena mungkin sistemnya begitu, bahwa hanya bisa diurus oleh pemilik yang tercantum di database yang ada pada mereka". Ternyata pikiran saya benar, belakangan saya baca di lembaran verifikasi yang diberikan pada pertemuan keempat (siang tadi), ada clue "dengan surat kuasa", naahh... kemarin saya tidak diberitahu yang ini.
Itu baru 1 kesalahan, yang menyebabkan saya sampai 4 kali menghadap. Kesalahan kedua adalah proses verifikasi bahwa nomor tersebut benar-benar milik istri saya. Saat itu kami tidak bisa menyebutkan 5 nomor yang pernah dihubungi dalam rentang waktu beberapa hari/minggu sebelum hilang. kami menerima kesalahan ini, karena tanggal hilangnya pun kami tidak ingat, meskipun kalau saya telusuri berdasarkan kegiatan kami insya Allah bisa ketemu, tapi tentunya terlalu banyak makan waktu, mengingat saat itu antrian sudah panjang, kasihan mereka, sementara waktu layanan terbatas. Kami tahu bahwa di database mereka ada nomor-nomor yang pernah dihubungi istri saya dan kami juga bisa menelusuri pemiliknya bahkan mungkin menyimpannya tetapi di suatu tempat yang kami lupa, hanya saja karena kami dalam posisi sedang menjadi klien yang diverifikasi maka lebih baik kami menyerah daripada harus bersitegang dengan alasan nomor ada di HP yang hilang semua, tidak ada backup, dan sebagian besar nomor yang dihubungi tidak tersimpan di hp saya yang masih aktif. Untuk informasi verifikasi ini, kami tidak diberitahu sejak awal, jadi letak miss-nya di mana silahkan simpulkan sendiri. :)
Dalam perjalanan pulang, istri saya menjelaskan lebih detil bahwa menurut mas operator tadi yang bisa ditelusuri hanya panggilan melalui jaringan seluler atau sms, sedangkan panggilan melalui paketan (koneksi internet) tidak dapat ditelusuri.Â
"walaaaahh, lha gimana, wong sebagian besar panggilan melalui aplikasi WA ?"
Begitulah, sampai di sini jelaslah sudah mengapa kami tidak bisa mendapat layanan sesuai harapan. Jawabnya ada di kedua belah pihak, pelanggan dan operator sama-sama tidak bisa memenuhi tuntutan yang diajukan. Kemudian yang menjadi inspirasi tulisan ini adalah bahwa SISI MANUSIAWI OPERATOR DAN PELANGGAN TERABAIKAN oleh sistem yang tertanam di komputer. Bagaimana tidak terabaikan jika Operator sudah percaya bahwa pemilik simcard tersebut adalah istri saya, tetapi karena di database mereka ternyata belum ada yang registrasi dengan nomor tersebut, operator jadi ragu (semoga saja bukan curiga pada kami). Nah, jika demikian berarti istri saya adalah orang pertama yang mengklaim, apalagi yang diragukan ? Terlebih lagi kami sudah membawa KK asli, KTP asli, bahkan anak kami 2 orang (ASLI) kami bawa juga :V , jika kami orang yang tidak bertanggung jawab dengan klaim terhadap nomor tersebut, kan mudah saja minta polisi menangkap kami ?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!