Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Yen Tak Pikir-pikir

6 Februari 2016   06:31 Diperbarui: 6 Februari 2016   07:33 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yen tak pikir-pikir....",

Begitu kata almarhum pelawak Basuki mengiklankan produk mie instan di televisi, iklan yang selalu diulang-ulang namun tak bosan-bosan juga saya dan teman-teman menyaksikan dan menirukannya.

Gambaran seperti itulah yang semakin kita rasakan berkaitan dengan kebijakan pemerintah sekarang. Seperti tiada bosan-bosannya pengulangan kata-kata pembangunan infrastuktur ini diucapkan dengan penuh semangat dan keyakinan. Keyakinan dengan sepenuhnya bahwa pembangunan ini sudah membawa perbaikan pada negeri ini sebagaimana selalu diucapkan sang pencetus idenya.

Jika pelawak Basuki pada waktu itu begitu disukai banyak kalangan sehingga iklannya laris manis tentu menjadi hal yang sudah pada tempatnya, sebagai penghibur berusaha menarik orang sebanyak mungkin untuk menikmati produknya dengan mengandalkan keahliannya melawak. Dengan begitu produknya akan laku keras, tapi soal kualitas produk yang diiklankan dan upaya produsen kompetitor menandingi iklannya menjadi nomor sekian di luar pengetahuan dan urusan Basuki. Itu urusan bagian produksi dan HRD.

Tak bermaksud membandingkan Basuki dengan sesiapapun juga, hanya melihat ada kemiripan suasana di sana. Euphoria yang sebenarnya sebuah ekspresi kegembiraan sementara, di negeri ini seperti di-setting agar terus bergelora untuk seterusnya. Perasaan puas yang terlalu dini akan kesenangan terkini membuat para "penyuka" (ini untuk penghalusan istilah pemuja yang kesannya bagi saya begitu tinggi) bisa lupa pada situasi dan kondisi nyata. 

Menyikapi isu-isu yang berkembang dengan derasnya, tentang penurunan kondisi ekonomi dengan beberapa indikator yang memang sebuah fakta, para penyuka tak kalah utopisnya dari yang disuka, alih-alih berdiskusi dengan ulasan logis dan berimbang namun justru malah asyik bermain fatamorgana dengan menjadikannya bahan candaan dan bully. Seolah motivasi yang didengungkan adalah sebuah keniscayaan fakta masa depan. 

Ingat ketika Bung Karno membangun Senayan dan Monas ?

Merunut pada analisis para pemuka dan pemikir masa setelahnya, beliau memang seorang motivator ulung bagi rakyatnya. Kesulitan ekonomi ditutupi dengan proyek mercu suar, bahkan dengan menggunakan issu nasionalisme yang sedang hangat waktu itu, dengan mengangkat semangat "ganyang Malaysia", penyelenggaraan GANEFO hingga mempertaruhkan keanggotaan negerinya dalam PBB. 

Berhasil ? ya, tapi hanya dalam hitungan sesaat, menurut ukuran biaya yang harus dibayar oleh negara dan rakyatnya di periode selanjutnya, yang kemudian diakhiri dengan tumbangnya orde kepemimpinannya, bahkan harus dilunasi dengan perlakuan tak manusiawi lawan politiknya.

Beda dengan semangat dan pengorbananannya ketika merintis kemerdekaan bagi bangsanya... 

Itulah "spion" yang kita punya untuk meneruskan perjalanan menuju masa depan, tak hanya dengan hati senang sentausa bergembira ria senantiasa dengan dansa dan tarian suka-suka selamanya karena infrastruktur yang dibangun di mana-mana.

 

Klimbungan 1502060619

_______________________________________________________________________________________________________

Ilustrasi : kaskus.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun