Kasus berulang yang terjadi di Wisma Atlet sangat disayangkan. Padahal, sudah ada regulasi yang mengatur untuk melakukan isolasi bagi pasien yang terkonfirmasi positif pada lokasi yang ditentukan oleh Satgas Covid-19 tingkat provinsi di dalam Pasal 8 huruf f Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.Â
Namun, pada realitanya masih banyak masyarakat yang tidak patuh pada aturan. Hal ini menandakan bahwa peraturan tidak berjalan efektif sebagaimana mestinya.
Pada kasus Rachel Vennya, Rachel sudah termasuk melanggar tindakan pidana karena melanggar UU Nomor 6 Tahun 2018 Â Pasal 93 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta UU Nomor 4 Tahun 1984 Pasal 14 tentang Wabah Penyakit.
Selanjutnya, oknum yang membantu meloloskan Rachel Vennya untuk kabur dari karantina merupakan anggota TNI yang merupakan anggota Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang menurut Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 9 ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19), dapat diberhentikan oleh Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sesuai dengan Peraturan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Kemendagri, 2020).
Oknum yang membantu Rachel Vennya untuk kabur dari karantina juga dapat diberikan sanksi pidana berdasarkan Pasal 93 jo Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan karena perbuatan oknum yang membantu Rachel Vennya untuk kabur dari karantina tersebut bertentangan dengan Pasal 9 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berbunyi,
"Kekarantinaan kesehatan wajib untuk dipatuhi oleh setiap orang" serta "Kekarantinaan kesehatan yang diselenggarakan wajib diikuti oleh setiap orang." (Febrian, 2022).
Terkait kasus perbuatan tidak senonoh sesama jenis yang dilakukan oleh pasien Covid-19 di Wisma Atlet, tersangka melanggar Pasal 36 jo Pasal 10 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, yang atas perbuatannya tersangka dipidana paling lama enam tahun dan denda Rp 1 miliar.
Berbagai permasalahan yang terdapat di dalam wisma atlet ini pun memunculkan tanda tanya besar perihal keseriusan pemerintah menangani Covid-19.Â
Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai inisiator sekaligus komunikator atas kebijakan yang diambil untuk mengatasi Covid-19. Hal ini termasuk upaya pemerintah sebagai kebijakan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya atas kesehatan publik dan perlindungan terhadap masyarakat.Â
Kebijakan pemerintah tersebut merupakan kebijakan publik sehingga seluruh masyarakat berkewajiban untuk mengikuti perintah, himbauan, atau petunjuk yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang. Hal ini dikarenakan kebijakan publik tidak hanya melingkupi kepentingan individu, tetapi juga khalayak luas (Essentials of Health Policy and Law (Sara E. Wilensky, Joel B. Teitelbaum, 2020).
Wisma atlet yang kini menjadi rumah sakit darurat dan rumah isolasi warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang baru tiba di Indonesia dianggap belum mampu melakukan pengawasan terhadap pasiennya. Hal ini diperkuat dengan adanya kasus Rachel Vennya dan pasien positif Covid-19 varian omicron yang kabur dari karantina. Ketentuan karantina bagi WNI dan WNA adalah 8 hari dengan disertai tiga kali pemeriksaan PCR (Tarmizi, 2021).