Mohon tunggu...
MA Darmawan
MA Darmawan Mohon Tunggu... profesional -

Pembaca setia kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Lintas 5 Gunung (2)

6 Januari 2011   08:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perjalanan Lintas 5 Gunung" merupakan sebuah catatan perjalanan akhir tahun dua orang insan untuk meresapi kehidupan pegunungan dan sekitarnya. Perjalanan diawali di Jogjakarta dan berakhir kembali di Jogjakarta melalui Magelang, Wonosobo, Parakan, Temanggung, Semarang, Salatiga, Boyolali,  dan Klaten.

Dalam perjalanan tersebut penulis mendapatkan banyak hikmah dalam perjalanan, terutama mengenai alam, manusia, masyarakat dan terakhir, Sang Khaliq yang menciptakan segala sesuatu yang nampak maupun yang tidak. Maksud dari penulisan ini adalah untuk menampakkan yang tidak nampak. Sebuah perjalanan merupakan suatu proses pembelajaran. Sebagaimana pembelajaran, tentunya banyak sekali yang kita dapatkan di ranah pemaknaan kita. Alangkah ruginya apabila hikmah perjalanan hanya kita simpan di dalam memori kita tanpa "knowledge sharing".

Penulis sebut sebagai "Perjalanan 5 Gunung" karena perjalanan melewati lima pegunungan, yaitu gunung Merapi yang dahsyat, Gunung Merbabu yang tenang serta misterius, Gunung Sumbing-Sindoro "sang kembar" nan subur, serta Gunung Ungaran nan elok. Wilayah diseputar kelima gunung ini sering disebut sebagai JOGLOSEMAR atau Jogja-Solo-Semarang yang dikatakan sebagai pusat pengembangan perekonomian Jawa Tengah. Banyak sekali tulisan yang menyinggung masalah kawasan JOGLOSEMAR dalam hubungannya dengan perekonomian, namun rangkaian kisah ini hanyalah sebuah catatan perjalanan yang bagi penulis penuh hikmah perjalanan. Seri ini merupakan lanjutan dari seri pertama "Perjalanan Lintas 5 Gunung". Pada kisah yang lalu, kami melanjutkan perjalanan setelah menikmati mie ongklok.

Kami berdua akhirnya keluar dari kota Wonosobo menuju Parakan. Parakan merupakan sebuah ibukota kecamatan yang terletak di kaki gunung Sumbing-Sindoro. Kota kecil ini merupakan semacam supply-hub agro-politan dimana para petani wilayah kaki gunung Sumbing -Sindoro menjual hasil bumi maupun mengolah hasil bumi untuk selanjutnya dijual ke wilayah lain.

Paling tidak sepanjang perjalanan antara perbatasan Wonosobo-Parakan, kami melihat berbagai aktivitas perekonomian yang berhubungan dengan pertanian dan perkebunan. Pemetik memetik teh di lahan perusahaan teh Tambi, pengusaha restoran yang mendirikan restoran dengan pemandangan indah di wilayah Kledung Pass, truk berbaris mengangkut kayu maupun hasil produksi palet untuk disetor ke wilayah lain, petani sayur Sindoro membawa hasil bumi ke pasar Parakan dan masih banyak lagi aktivitas ekonomis berbasis agro.

Boleh dikatakan, wilayah ini hidup dari aktivitas alamiah bercocok tanam. Berbeda dengan kawasan perkotaan besar dimana roda perekonomian bertumpu pada sektor jasa maupun manufaktur, wilayah ini bertumpu pada suburnya alam dan keberlanjutan daya dukung lingkungan dan lahan pertanian. Perkembangan agribisnis-agroindustri sangat ditentukan oleh kondisi iklim. Teringat saat-saat dulu ketika Kuliah Kerja Nyata di wilayah Ngadirejo, betapa kehidupan warga maupun roda perekonomian setempat terganggu tatkala panen Tembakau gagal akibat pada saat panen, hujan turun. Dapat dikatakan, kasus Gayus tidak akan menggoyang konsentrasi warga Sumbing-Sindoro, namun hujan "salah waktu" dapat mengakibatkan kacaunya masyarakat, bahkan kerusuhan sosial.

Berbeda dengan wilayah Dieng-Wonosobo yang bertumpu pada kentang, wilayah ini lebih menggantungkan pada tanaman tembakau. Kentang relatif memiliki keberlanjutan dan resiko relatif kecil dibandingkan tembakau yang rentan terhadap iklim yang tidak menentu. Panen tembakau yang bagus pada suatu musim panen akan mempengaruhi pola belanja masyarakat. Dealer mobil dan motor serta barang elektronik banyak didirikan di wilayah ini dan akan meraup banyak keuntungan ketika panen berhasil, sebaliknya ketika panen tidak berhasil, pegadaian gantian laku di masyarakat.

Di wilayah ini terdapat beberapa gudang perusahaan rokok skala nasional di wilayah Bulu. Begitu pula gudang palet (alat terbuat dari kayu untuk pemindahan barang) ada beberapa, gudang kayu, bengkel truk angkutan banyak terdapat di kanan kiri jalan. Menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian lumayan maju.

Namun, beberapa hal menarik perhatianku, yaitu kampanye yang dilakukan pemerintah kabupaten Wonosobo maupun Temanggung dalam mengkampanyekan pelarangan penambangan pasir Sumbing-Sindoro. Bahkan di kanan-kiri Kledung Pass terdapat spanduk "Hati-hati, jangan sampai terjadi Merapi ke-2", "Dilarang menambang pasir" dan sebagainya. Pemerintah kabupaten kedua wilayah ini nampaknya sadar akan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sehingga pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan pelestarian lingkungan.

Wilayah Kledung pass. Aturan ekstraksi dari alam sedemikian ketat untuk menghindari kerusakan alam

Setelah melewati Kledung pass, Parakan, akhirnya kami meluncur di jalur lingkar luar Temanggung. Kami sampai pada percabangan jalan, yang satu ke arah Magelang, satunya ke arah Sumowono-Semarang, satunya lagi ke Temanggung kota. Sebuah pengalaman menarik yang kami alami adalah, "jangan sepenuhnya percaya sama GPS kalau belum memahami benar medan". Saking asyiknya melihat GPS, kami memilih jalan arah Sumowono-Semarang daripada menempuh jalur Secang-Semarang. Pertimbangan kami, jalur Sumowono-Magelang nampak di GPS sebagai jalur yang lebih dekat dibandingkan Secang-Semarang. Namun, ternyata kami baru sadar ketika setengah jalan menyusuri jalur Sumowono-Semarang. Ternyata jalur tersebut adalah jalur alternatif dengan lebar yang pas untuk dua mobil ukuran sedang dengan sisi kiri (arah Semarang) terdapat jurang menganga tanpa pembatas sedikitpun.

Pandangan ke lembah dari jalan. nampak bahwa kanan kiri jalan tanpa pembatas, kendati di sebelah kanan kiri merupakan jurang yang dalam

Setelah mengalami perjalanan "slalom test ala Rusia" kamipun tiba pada jalan menurun yang amat curam sehingga keliatan lembah seakan-akan di depan kami.

Jalan di wilayah Traju, sebuah wilayah antara Temanggung dan Kabupaten Semarang

Hampir beberapa kali kami masuk jurang lantaran harus bersimpangan dengan mobil dari arah yang berlawanan. Kondisi semakin membuat khawatir tatkala angin pegunungan bertiup dengan kencang sehingga setir seakan dihantam ke kiri. Wuiiiiiih, luar biasa petualangan ini. Sampailah kami di wilayah wisata Bandungan di lereng gunung Ungaran.

Wilayah Bandungan, tempat kongkow-nya orang Semarang.

Layaknya sebuah pusat wisata di Pulau Jawa, di Bandungan terdapat pasar dimana penjaja menawarkan kepada para pengunjung

Setelah melewati Bandungan, masuklah kami ke wilayah Kabupaten Semarang, dengan ibukota Ungaran dan dibawah ini adalah gambar dari semangat bela Tim PSIS di kaca rumah di wilayah Bukit Semarang Barat (BSB).

(berlanjut)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun