“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”, begitu kata-kata Pramoedya Ananta Toer tentang filosofi menulis.
Produk penulis adalah tulisan; produk pelukis adalah lukisan. Penulis dan pelukis yang produktif, tentu berdampak positip terhadap diri dan lingkungannya. Jika kedua komunitas berkolaborasi, maka akan muncul sinergi. Penulis mendapat konten dari pelukis, pelukis mendapat nilai tambah atas lukisan yang dipublikasikan. Ada wujud lukisan, ada wujud tulisan. Mbois banget, kan?
Menuju Malang Kota Kreatif Dunia 2025
Saat ini, empat kota di Indonesia telah mendapatkan pengakuan sebagai kota kreatif dunia, terdaftar dalam Unesco Creative Cities Network (UCCN). Pekalongan mendapat pengakuan sebagai Kota Kriya & Seni Rakyat (2014); Bandung sebagai Kota Desain (2015); Ambon sebagai Kota Musik (2019); dan Jakarta sebagai Kota Sastra (2021).
Lalu, Malang ingin menjadi kota kreatif apa?
Sebagai contoh perbandingan, Pekalongan dikenal sebagai kota batik. Daerah ini memiliki industri batik yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Pekalongan memiliki pembatik, pengusaha batik, toko-toko batik, pelanggan batik, dan pelaku lainnya yang membentuk ekosistem industri batik. Karena itulah, Pekalongan terpilih sebagai kota kreatif dunia dari Unesco dalam kategori Craft and Folk Arts (Kerajinan dan Kesenian Rakyat).
Kota kreatif yang masuk dalam jejaring istimewa Unesco, mencakup 7 bidang kreatif sebagai berikut: (1) Kriya dan Seni Rakyat, (2) Seni Media, (3) Film, (4) Desain, (5) Gastronomi, (6) Sastra, dan (7) Musik.
Dengan mengusulkan Malang sebagai salah satu kota kreatif dunia, maka Malang akan masuk dalam jejaring Unesco yang berisi lebih dari 950 kota yang tersebar di 90 negara di dunia.
Sesuai namanya, kota kreatif dunia berarti kota yang menempatkan industri kreativitas dan budaya masyarakatnya sebagai inti dari rencana pembangunan lokal dan bekerja sama secara aktif di tingkat dunia dengan anggota sesama jejaring Unesco.
Muncul wacana yang berkembang dalam forum dialog Mbois Kreatif di atas, bahwa kota Malang akan mengusulkan bidang kreatif Seni Media jenis New Media Art ke Unesco. Apa itu?
New Media Art atau seni media baru adalah cara ungkapan dalam berkesenian dengan memanfaatkan media baru yang tidak konvensional. Jadi, perlu memanfaatkan semua media yang berhubungan dengan teknologi yang sangat beragam dan luas. Misalnya, dulu melukis dengan kuas, kemudian dengan pisau palet, dan sekarang dengan media digital (digital painting).