Di sudut ruang kedai itu juga, lukisan-lukisan dari bahan kopi (cethe) buatan Sawir Wirastho dipajang. Ada lukisan bertema "Nun", sebuah huruf pertama dalam Alquran Surat al-Qalam. Ada pula lukisan peristiwa Covid-19, budaya petan-petan, dan masih banyak lagi.
Atas kreativitasnya di bidang seni lukis dan keterlibatannya dalam sebuah gerakan sosial, sang pelukis dari bahan kopi (cethe) itu, pernah diundang di acara "Hitam Putih" Dody Corbuzier. Bila penasaran, bisa digoogling di Youtube dengan kata kunci "Sawir Wirastho, Pelukis dari Bahan Kopi".Â
Keunikan-Keunikan Filosofi Cangkir Laras
Di kedai Cangkir Laras dalam suasana santai dan nyaman, kami ngobrol sejak sekitar pukul 18.30 - 21.00 Wib. Saya memperoleh sejumlah informasi dan pelajaran, antara lain tentang keunikan-keunikan filosofi Cangkir Laras berikut ini.
1. Memaknai syahadat ke dalam Cangkir Laras
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sawir Wirastho, muncul dimensi spiritual yang tercermin dari nama kedainya. Sarat filosofi.
Cangkir  Laras, menurutnya merupakan akronim dari Cancang (Cang), Pikir (Kir), dan [se] Laras.
Cancang (ikat, ikatan, diikat, mengikatkan diri), berarti hidup itu harus memiliki ikatan (prinsip) yang kuat, seperti kuatnya ikrar seorang muslim saat membaca kalimat syahadat. Ikrar itu menjadi pegangan hidupnya.
Pikir berarti hidup itu harus selalu berpikir. Tidak berpikir berarti tidak hidup. Sedangkan selaras itu berarti hidup itu harus selaras (sesuai) antara pikiran dengan perbuatan; antara ucapan dengan tindakan.
Bagi Sawir Wirastho, Cangkir Laras itu digambarkan sebagai syahadat yang berfungsi sebagai keyakinan, prinsip, atau pedoman hidup menuju keselarasan kebahagiaan di dunia dan akherat. Keren!