Hemat saya, pengelola Tomboan Ngawonggo menggunakan konsep spiritual marketing. Â Ia berbisnis dengan hati, bukan semata transaksional.
Efeknya, orang-orang tergerak hatinya untuk memberi. Saya perhatikan, ada kelompok yang menghargai layanan Tomboan Ngawonggo melebihi harga jual jajanan pasar tradisional.
4. Keunikan Situs Petirtaan Ngawonggo
Dari lokasi kedai Tomboan Ngawonggo, kami ditemani Mas Yasin menuju situs Petirtaan Ngawonggo. Kedua lokasi itu menyatu, dihubungkan oleh jembatan bambu yang membelah sungai Mantenan.
Untuk sampai ke situs Petirtaan Ngawonggo, pengunjung harus melewati jalan setapak melewati jembatan bambu itu. Situs Petirtaan Ngawonggo berada di antara dua sungai kembar, yaitu sungai Dawuhan dan sungai Manten (Mantenan). Â
Sementara di bagian bawah, terdapat sungai Mantenan yang curam. Debit air yang melimpah, mengalir bebas ke sungai ini.
Konon, tempat ini merupakan situs warisan era Mpu Sindok ini pada abad ke-10 (940 M). Situs ini merupakan tempat "Pendidikan" sekaligus tempat "Penyucian Diri" bagi agama tertentu yang berkembang saat itu. Salah satu prasasti yang disebut-sebut sebagai buktinya adalah Prasasti Urandungan.
Saat berkunjung ke lokasi, oleh Mas Yasin kami ditunjukkan lima situs dari enam situs Petirtaan Ngawonggo yang ada. Sesuai namanya, petirtaan itu berupa padosan atau tempat pemandian. Pada situs bagian pertama dan kedua, tampak seperti lokasi bangunan yang belum jadi.
Sementara pada situs ketiga dan keempat, berupa kolam segi empat memanjang dilengkapi dengan dua air mancur di ujungnya.
Sedangkan situs kelima, berupa area petirtaan dengan sembilan air mancur alami. Air itu berasal dari Sungai Dawuhan, dialirkan dengan pipa bambu. Berkesan sederhana dan masih apa adanya. Sebagian terlihat ada yang sudah rusak.