Begitu saya memasuki pintu gerbangnya, terasa suasana kerajaan kuno. Udaranya masih asri dan berasa sejuk. Ia seolah-olah sengaja hadir menyambut kedatangan kami. Hadir menyabut tamu dan berbagi oksigen alami dari sela-sela pepohonan bambu apus, petung, dan wulung.
Kondisi tanahnya berkontur mirip terasering. Tanah berundak seperti ini dimanfaatkan untuk lokasi gubuk, joglo, dan tempat singgah terbuka. Tersedia sejak masuk pintu gerbang utama hingga dekat jembatan bambu menuju situs Petirtaan Ngawonggo.
Karena itu dapat dipahami, mengapa Mas Yasin berpesan agar para pengunjung melakukan reservasi dahulu sebelum berkunjung ke Tomboan  Ngawonggo. Jika tidak, maka konsekwensinya pengunjung harus rela menerima menu seadanya.
2. Keunikan Produk Kuliner Tomboan Ngawonggo
Tomboan dalam bahasa Jawa berarti "obat-obatan" atau "ihwal kesehatan". Dalam konteks ini adalah makanan dan minuman herbal berbahan alami yang bermanfaat sebagai tombo atau kesehatan. Saya merasakan nikmatnya minum wedang uwuh, teh rosella, dan temu guyon di tempat ini. Untuk yang disebut terakhir, Temu Guyon, merupakan minuman segar sejenis temu lawak. Terasa bukan jamu, tapi minuman segar. Bikin kangen
Di tempat ini pula, saya bersama Bolang berkesempatan berdiskusi sembari mencicipi penganan lemet, iwel-iwel, ongol-ongol, ketan, dan gethuk bertabur kelapa dan gula merah. Menunya serba non-hewani. Semuanya ludes, kwekk kwekk
Keunikan lainnya ada pada bungkus makananannya. Selain mudah didaur ulang, bungkusnya diformat unik sesuai tradisi masyarakat Jawa.
Penganan apem misalnya, dibungkus daun jati dalam bentuk conthong. Sementara ongol-ongol, ditusuk seperti sate. Sedangkan lepet, dibungkus dengan janur dengan cara dililitkan pada tubuhnya. Penasaran?
Bagaimana dengan iwel-iwel?