Sabtu itu (15/08/2020), sekitar pukul 09.00 WIB kami bergegas menuju titik kumpul di depan sebuah kampus di Jalan Tidar, Kota Malang.
Di sana, sang pemandu, sudah siap menunggu. Tak lama kemudian, kami bersama kawan-kawan meluncur ke sentra wisata petik jeruk di Kraguman, Desa Tegalweru, Kecamatan Dau, Kota Malang. Daerah ini berada diantara kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dan Kecamatan Junrejo, Kota Batu.
Malang, tak hanya dikenal sebagai kota apel. Apel Malang kini tak seproduktif seperti dulu lagi. Namun, kota dingin ini memiliki kebun-kebun jeruk yang mengundang selera.
Dalam satu tahun, biasanya panen raya terjadi dua kali. Menurut Pak Sanusi, pemilik wisata kebun jeruk di Kraguman, Dau, pengunjung ramai berdatangan ke sini biasanya pada akhir bulan Desember.
Pada saat ini, panen jeruk terjadi sejak sekitar bulan April lalu. Namun pada masa pandemi Covid-19, wisata petik jeruk sepi konsumen, distribusi realtif terganggu, dan harga jeruk pun jatuh.
Saat kami masuk ke kebun wisata milik Pak Sanusi, harga tiket masuk ke kebunnya dipatok sebesar Rp 20.000. Dengan tiket sebesar itu, pengunjung bebas memetik jeruk di pohonnya secara langsung dan makan buah jeruk sepuasnya.
Namun jika pengunjung ingin membawa pulang oleh-oleh jeruk segar, hasil petikannya harus ditimbang dulu, dan membayar cash, harganya berkisar amtara Rp 5.000-Rp 10.000 per kg, tergantung jenis jeruk yang dipilihnya.
Di kebun jeruk milik Pak Sanusi, kami menemukan tiga buah jenis jeruk, yakni jeruk peras manis. Jeruk peras ini ada yang menamakannya dengan jeruk Java Baby. Entahlah mengapa dinamakan seperti itu, mungkin karena warna dan tekstur kulitnya yang “kinyis-kinyis” dan segar-manis.
Ada lagi jeruk keprok yang dinamakan “Jeruk Pontianak” atau “Jeruk 55”. Kulit jeruk ini teksturnya agak tebal dan berkerut, rasanya relatif manis, ada sedikit asamnya. Sayang, saya belum berhasil menemukan jenis jeruk Santang, di antara sekitar 750 pohon jeruk miliknya.
Bagi saya, jeruk yang paling enak untuk dinikmati adalah jeruk Siem. Jeruk ini mirip Jeruk 55 atau Jeruk Pontianak, namun ukurannya relatif lebih kecil, kulitnya lebih halus, dan rasanya lebih manis. Menurut saya, rasanya wow banget!
Pada saat musim kemarau saat ini, buah jeruk berasa lebih manis dari pada buah jeruk pada saat dipanen pada musim Desember, saat musim penghujan tiba.
Mumpung masih ada sisa-sisa panen jeruk di musim kemarau ini, maka menikmati jeruk dengan cara memetik langsung di wisata kebun jeruk merupakan cara yang sangat saya rekomendasikan.
Pokoknya, wisata petik jeruk itu wow banget. Pengunjung bisa jalan-jalan di tengah kebun jeruk, naik pohon jeruk, icip-icip buahnya, dan mengabadikan momen seru dalam suasana hati penuh syukur kepadaNya.
Nikmatilah jeruk fresh dengan cara memetik langsung dari kebunnya bersama keluarga, kolega, atau komunitas. Wisata petik jeruk itu keren.
Menikmati jeruk dengan cara seperti itu, berarti Anda telah turut membantu mempercepat recovery ekonomi agar kembali normal sebagaimana mestinya. Sesekali promosi untuk petani jeruk gak apa-apa ya Gan? Hehe… 😊
Perjalanan tak hanya berhenti sampai di sini. Kami sempatkan melihat dari dekat aquaponik milik Pak Johan. Aquaponik miliknya bernama Joi Farm. Sebuah green house berisi sayuran organik yang dibudidayakan dengan menggunakan media air dan kolam ikan yang saling terintegrasi.
Petualangan wisata itu berakhir di P-WEC Petungsewu Adventure. Sebuah destinasi wisata yang menawarkan beragam edukasi peduli lingkungan yang diintegrasikan dengan wisata berbasis alam.
Terima kasih. Kami masih berkesempatan menikmati alam ciptaan Tuhan yang terindah di Kota Malang. Nikmat Tuhan mana lagi yang patut kita dustakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H