Kami berempat belas harus berani menyeberang. Bagi saya, hal itu sekaligus untuk melunasi penasaran akan sensasi snorkeling di Pulau Menjangan, melihat Bangsring Underwater, dan Pulau Tabuhan yang tak berpenghuni. Sayang, sebelum misi tuntas, cuaca sore itu mulai tak bersahabat. Pertanda hujan segera datang.
Kami langsung menuju pulau Tabuhan, tak sempat melihat Rumah Apung tempat penangkaran ikan lumba-lumba itu.Â
Sekitar 3 menit sebelum mencapai pulau Tabuhan, hujan mulai turun. Perahu motor segera menepi, kami turun. Perahu motor itu kemudian berputar-putar agak tengah laut untuk menghindari hantaman ombak yang relatif besar.
Sementara kami kehujanan dan mencoba berlindung di bawah pepohonan perdu. Untuk mengurangi guyuran hujan yang semakin deras, kami menuju sebuah gubuk kosong. Gubuk ini sepertinya difungsikan untuk kedai terutama pada saat weekend. Kala kami ke sana, tak ada aktivitas jual beli kuliner di gubuk itu. Terasa seperti berada di pulau yang tak berpenghuni sarat legenda.
Legenda Pulau Menjangan
Seperti namanya, Pulau Menjangan dihuni oleh rusa-rusa liar (menjangan) yang dilindungi. Sayang, ketika itu saya tak melihat rusa-rusa itu. Konon, ketika stok makanan alami habis di tempat itu pada bulan-bulan tertentu, kawan rusa bermigrasi ke pulau lainnya.
Mereka menyeberang laut dengan cara berenang. Ketika suplai makanan tiba di musim tertentu, mereka balik ke tempat semula.
Mas Agung, apa legenda di Pulau Menjangan?
Tanya saya kepadanya. Kebetulan, saya duduk di dekatnya. Di atas perahu motor. Pemandu darat itu bertutur demikian:
"Di pulau ini, terdapat goa-goa. Di goa-goa itu, hidup sekawanan binatang kelelawar. Di pulau ini terdapat tempat ibadah bagi agama tertentu. Mereka datang ke sini untuk melakukan kegiatan spiritual...".