Tersenyum, merupakan refleksi dari kesehatan mental seseorang. Bahkan tersenyum kepada orang lain itu bisa dianggap sebagai sedekah.
Saya pernah membaca artikel dalam sebuah Buletin Pskologi, Tahun V, Nomor 2,Tahun 1997. Penulisnya adalah Nidaul Hasanat.
Berdasarkan analisis Facial Feedback Hypothesis, dia sampai pada kesimpulan bahwa perubahan ekspresi wajah merupakan penyebab munculnya emosi. Ketika ekspresi sedih diganti dengan ekspresi senyum, maka perasaan sedih dapat berubah menjadi bahagia.
Dalam buletin itu dijelaskan, bahwa tersenyum atau tertawa itu berhubungan dengan otot zygomatic major. Otot itu dapat menarik sudut bibir atas dan bawah sampai ke tulang pipi yang dapat menyebabkan perasaan gembira. Begitu menurut Darwin dalam Hodkinson (1991) yang dikutip penulis buletin itu.
Mengapa?
Pasalnya, supply darah ke otak meningkat dan jaringan tubuh memperoleh oksigen lebih banyak. Sebaliknya bagi orang yang sedih, supply darah ke otak berkurang. Akibatnya muncul perasaan cemas, depresi, atau menderita.
Demikian cara pandang psikologi melihat ekspesi senyum yang memiliki manfaat positip. Bahagia karena tersenyum itu dapat menjadi obat dari segala penyakit.
Jadi, secara psikologis tersenyum atau tertawa yang wajar dan pada tempatnya itu dapat melepaskan emosi batin seperti rasa kesal, sedih, atau marah.
So, mari terseyum sobat, sebelum tersenyum itu dilarang, wkwk. Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H