Sementara ini, saya melihat pengguna kendaran roda dua memarkirnya di sebelah selatan pergola jembatan J.A. Suprapto, tepat di depan warung makanan. Sayang, tempat itu sempit dan kurang layak untuk parkir, apalagi untuk kendaraan roda empat. Cara paling aman dan mudah adalah menggunakan angkot, taksi atau ojek online.
Alternatif lain, pengunjung dapat memarkir kendaraan pribadi di gedung Senaputra, lalu berjalan kaki memutari RSAA menuju Kampung Putih. Jika pintu kecil penghubung antara Kampung Putih dengan Senaputra sudah dibuka, masuk melalui jalur ini merupakan jalan alternatif yang paling mudah dan dekat.
Alternatif lainnya, pengunjung bisa memarkir kendaraannya di Pasar Bunga, lalu jalan kaki menyusuri tepi sungai hingga bertemu Kampung Putih dari jalur dalam. Meski jaraknya cukup jauh, sekitar 1 km, namun sebanding dengan suasananya yang adem, sembari melihat kehidupan warga ala tepi sungai dari dekat.
"Anak okeh, nggak ono usaha" (anak banyak, tidak ada usaha), itulah curhat seorang Ibu beranak tiga yang rumahnya berada di dekat Tugu Kampung Putih. Warga seperti Bu Kasiati itu (58), berharap Kampung Putih segera menjadi ramai.
Pasalnya, sejak Kampung Putih dilaunching (5/8/2017), hingga kini sehari-harinya relatif masih sepi pengunjung. Padahal, mereka berharap bisa segera membuka usaha. Hal ini juga seperti harapan Bu Yana (44). Ia mengaku punya empat orang anak, tinggal di rumah sederhana tepat di samping Tugu Kampung Putih.
Rencananya, Kampung Putih akan dilengkapi dengan wisata sayuran organik di depan rumah-rumah warga. Sayuran itu untuk dijual. Ada juga rencana pembuatan aneka cenderamata, demikian jelas Pak Gendut Santosa, Ketua RW 06 yang menaungi Kampung Putih saat saya konfirmasi. "Namun untuk mengubah perilaku warga itu tidak mudah, tidak seperti sulapan," tambahnya.
Kampung Putih potensial untuk dikembangkan, karena punya sungai Brantas dengan kekayaan nilai-nilai historisnya. Apalagi, jika antara Kampung Putih dan Pasar Bunga bisa dihubungkan lewat jalur air, maka akan ada banyak spot-spot tepi sungai yang menarik untuk disinggahi.
Jika sulit terhubung lewat jalur darat dan udara, barangkali salah satu cara yang paling mungkin adalah menghubungkan antar kampung-kampung tematik yang saling berdekatan melalui jalur air itu. Misalnya menghubungkan Kampung Batik Claket, Kampung Putih, Pasar Bunga, Pasar Burung, Kampung Tridi, Kampung Warna-Warni Jodipan, dan Kampung Biru melalui Sungai Brantas. Mungkinkah?
Saatnya para stakeholder terkait seperti perguruan tinggi, LSM, CSR, pelaku wisata, dan pemangku kepentingan lain turut hadir mendukung mereka sesuai kemampuan. Jika kita sulit bersaing dengan negara lain dalam hal teknologi, mengapa kita tidak bersaing dalam hal wisata yang memang menjadi kekayaan kita? Saya hanya mencoba memantiknya. Itu saja! Salam.