Mengatur keuangan pribadi atau perusahaan itu tak mudah. Alih-alih dapat menabung dan berinvestasi, pendapatan bisa "bocor" untuk hal-hal yang kurang produktif. Padahal, menabung tak harus menunggu penghasilan tinggi. Pun menyimpannya mesti bijak, agar nasabah memperoleh jaminan layak bayar. Bagaimana caranya?
Tulisan ini berusaha memadukan tiga pengalaman berikut: pertama, pentingnya mengelola keuangan bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kedua, pengalaman pribadi dalam berhutang sekaligus berinvestasi. Ketiga, cerdas mengelola industri kreatif kuliner bersama owner Kanefood. Dari ketiganya, diharapkan dapat menjawab pertanyaan di atas.Â
Notasi Cerdas: "Kuncinya pada Gaya Hidup"
"Menabung itu tak harus menunggu pendapatan tinggi, kuncinya terletak pada gaya hidup", demikian tegas Farid Azhar Nasution di forum edukasi tentang "Pentingnya Mengelola Keuangan dalam Industri Kreatif" di Hotel Santika Premier, Jl. Letjen Sutoyo No. 79, Lowokwaru, Kota Malang (Sabtu, 19/8/2017).
.
Apa maknanya?
Berapapun pendapatan rumah tangga (Y) yang dihasilkan dari bekerja setelah dikurangi untuk konsumsi (C), sebaiknya ada alokasi untuk tabungan (S) dan investasi (I). Karena gaya hidup konsumtif (C), akan menggerus pendapatan. Betul kan?
Cerdas berkonsumsi, berarti cerdas dalam mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup (need), bukan keinginan (want), sehingga selalu ada yang tersisa untuk dialokasikan pada tabungan dan investasi.Â
So, kapan sebaiknya kita menabung/berinvestasi?Â
Ya, sejak seseorang punya penghasilan, tidak harus menunggu Y tinggi. Saya ingat di waktu kecil, sisa uang saku sekolah, sebagian dimasukkan dalam "celengan". Â Kalau dapat "angpao" saat lebaran, senang bukan main. "plung", masuk celengan lagi.