Pak Munir, begitu warga Dusun Brau sehari-hari menyapanya. M. Munir, adalah ketua badan usaha koperasi susu bernama "Margo Makmur Mandiri" yang beralamatkan di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Lokasinya cukup terpencil dari pusat kota Batu, karenanya kawasan ini dahulunya tergolong daerah Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Tak hanya mengelola Koperasi Margo Makmur Mandiri (2002), Munir juga mengembangkan wahana wisata alam di bibir hutan pinus bertema "Rumah Papua" (2017). Pasalnya, lokasi dusun Brau tepat berada di kaki bukit bernama Gunung Banyak. Kawasan hutan pinus itu, dimanfaatkan untuk wisata alam dengan menawarkan eksotika tempatnya yang instagramable.
Kandang Sapi dan Sensasi Rasa Susunya
Sabtu sore itu (5/8/2017), sekitar pukul 16.00 Wib komunitas Bolang berkunjung ke dusun Brau, setelah siangnya Kopdar di Macethe Cafe sembari menikmati suasana hutan pinus di Coban Rais, Batu.
Ditemani oleh Munir, kami melihat aktivitas peternak sapi di kandang sederhana milik Pak Sahud dan isterinya, Bu Mujiati. Lokasinya hanya beberapa meter dari kantor koperasi.
Setelah melihat aktivitas di kandang sapi, kami melihat lokasi biogas hasil olah kotoran sapi. Bahan bakar ini digunakan untuk menyalakan kompor gas dan lampu petromak di dapur.Â
Tiap Hari, Warga Setor Susu ke Koperasi
Usai dari kandang dan menikmati susu segar sembari ngobrol di dapur warga peternak susu, kami menuju rumah Pak Munir yang sekaligus dijadikan sebagai Pos Penampungan Pusat hasil produksi susu segar.
Sore itu, sekitar pukul 16.30 Wib, kami menyaksikan aktivitas warga Brau sedang menyetor hasil susu sapi perah mereka.
Susu bermutu baik, BJ-nya berkisar antara 24-25. Jika jauh di bawah angka itu, katakanlah 19, berarti kualitas susunya kurang baik dan tidak memenuhi standar kelayakan. Koperasi berhak menyortirnya.
Terdapat sekitar 600-700 ekor sapi perah di Dusun Brau yang dihuni oleh sekitar 130 Kepala Keluarga (KK). Sekitar 70-an KK bergabung dengan koperasi yang diketuai oleh M. Munir.
Pola Pemberdayaan Peternak Sapi Perah
Awalnya, penduduk warga Brau sebagai petani biasa. Tidak banyak yang memiliki sapi perah. Untuk meningkatkan populasi sapi perah, dikembangkanlah sistem tabungan dengan cara "nggaduh" (bagi hasil, misalnya 50 : 50 antara investor dengan pemelihara sapi). Begitu penjelasan Pak Munir saat ngobrol dengan teman-teman Bolang di kantor koperasinya, Brau.
Katakanlah harga pedet (bibit sapi) seharga Rp 5 juta/ekor. Setelah berumur sekitar 1,6 tahun, sapinya sudah bunting dan siap dijual, anggaplah laku Rp 20 juta/ekor. Selisih harga pedet dengan harga jual sapi bunting dibagi dua, masing-masing mendapatkan Rp 7,5 juta.
Hasil tersebut menjadi tabungan calon peternak, sehingga bisa beli pedet untuk dipelihara sampai bunting dan siap perah. Begitu seterusnya, hingga masing-masing keluarga dusun Brau memiliki sapi perah sendiri. Kuncinya, tiap keluarga memiliki lahan untuk tanaman rumput sebagai pakan ternaknya.
Sebagai gambaran, setelah sapi dara bunting dan siap diperah, lama produksinya sekitar 8-9 bulan. Paska itu, sapi dibiarkan dalam kondisi "kering" (tidak diperah) selama beberapa saat hingga sapinya siap bunting lagi. Setelah bunting, pedetnya dipisahkan. Induknya baru diperah lagi, begitu seterusnya.
Kreatif Manfaatkan Eksotika Hutan Pinus
Pos penampungan pusat untuk susu segar, berada di kator koperasi susu. Lokasinya berdekatan dengan hutan pinus, tempat wisata Goa Pinus berada.
Melihat potensi wisata di kawasan ini kian berkembang, maka Munir, dkk berinisiasi untuk mendirikan wahana wisata alam bertema "Rumah Papua" (2017) dengan melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Koperasinya dengan pihak Perhutani setempat.
Situasi Dusun Brau mulai lengang. Warga yang menyetorkan susu sudah kembali ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan para petugas koperasi susu sudah bersiap undur diri. Mesin pendingin otomatis buatan Perancis telah bekerja untuk menstabilkan susu. Di akhir pertamuan sekitar pukul 18.30 Wib, kami bersiap mohon diri.
Kenangan indah yang tak terlupakan dengan Dusun Brau. Meski dusun itu bersembunyi di balik bukit, namun bisa berkembang menjadi sentra susu. Bahkan baru-baru ini telah berdiri wahana wisata alam bertema "Rumah Papua".
Hal itu tak lepas berkat peran wirausahawan lokal seperti Munir dan kawan-kawannya. Ia bersedia menyalakan spirit wirausaha di dusun tempat ia dibesarkan. Semoga spirit wirausaha tetap menyala di Dusun Brau yang pro ekonomi kerakyatan.Â
-------
Lihat videonya, di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H