“Dolan, tapi bukan sekedar dolanan”, begitu komunitas Bolang mengidentifikasi diri. Saya tak mengira, motto sederhana ini mampu memotivasi Bolang, menarik jejaring baru dan melahirkan sejumlah karya, seperti buku “Bolang Berbagi” (2017).
Sederhana, di sela-sela kesibukan, Bolang kadangkala pergi ke gubuk tengah sawah hanya untuk makan bersama sekaligus berbagi rezeki “kecil” dengan sesama. Buku “Bolang Berbagi” itu, adalah refleksi hasil perjalanan menyapa orang-orang kecil. Terpetik hikmah bahwa bahagia itu sederhana, sesederhana berbagi kasih sambil “dolan, tapi bukan sekedar dolanan”.
Kami percaya, dengan berbagi hal bernilai sekecil biji sawi pun, akan mendatangkan berkah yang bertahan lama. Bahkan berpotensi menjadi spiral rezeki.
Ada efek semacam “beyond rezeki”. Sesuatu yang tak disangka-sangka dari mana datangnya. Jika ada beyond blogging Kompasiana, saya yakin ada “beyond rezeki”.
Rezeki tak harus berarti uang. Saling percaya, kebersamaan, dan jejaring pertemanan merupakan modal sosial yang mengandung rezeki. Rezeki dalam wujud lain tapi bisa dirasakan.
*******
Pada Sabtu lalu (11/2/2017), Bolang kembali berbagi, meski bukan berbagi rezeki dalam bentuk uang. Bolang hanya berbagi pengalaman menulis kepada siswa SMK Al Kaffah Malang. Selain itu, tujuannya untuk mengembangkan kader Bolang. Bagaimana pola edukasinya?
Pertama, Tahap inisiasi
Pola kegiatan Bolang berawal dari inisiasi gagasan yang dirumuskan bersama dari bawah (bottom up). Apa hasilnya? Produknya berupa Program Bolang 2017, seperti program komunikarya, bidik sosok, bedah buku, panduan wisata, jalan-jalan, serta berbagi pengalaman. Salah satu contohnya, adalah program berbagi pengalaman menulis dengan siswa SMK dan guru SMAN terpilih di kota Malang.
Pelaksanaannya tanpa membebankan beaya, alias free dan tak ada unsur paksaan. Pun tak menjual proposal. Pasalnya, Mas Selamet Hariadi selaku pembina klub menulis di SMK industri Al Kaaffah tempatnya mengabdi, ingin siswanya dapat membuat buku seperti yang Bolang hasilkan. Gayung bersambut, Bolang mengagendakannya menjadi salah satu program komunitas.
Selain siswa, guru dipilih sebagai sasaran edukasi menulis, karena para pendidik membutuhkan karya tulis sebagai salah satu persyaratan naik pangkat. Pertimbangannya, jika guru berhasil membuat buku yang ber-ISBN, mereka juga berpotensi dapat menyebarluaskan virus menulis di lingkungannya, baik melalui tulisan mandiri maupun kolaborasi, bahkan melalui event-event kompetisi antar sekolah.
Targetnya, tercipta produk berupa karya tulis sederhana, apapun bentuknya, seperti buku kumpulan puisi, cerita pendek, reportase, opini, atau bahan tutorial. Bolang hanya memfasilitasi dan menghubungkannya dengan penerbit. Bukankah sesungguhnya mereka adalah narasumber warga atau pakar unik di bidangnya masing-masing?
Hasil tulisan dipublikasikan di media yang sudah ada, setidaknya siswa dapat menempelkan karyanya di majalah dinding (mading) sekolah atau menguploadnya di Blog Kompasiana. Sementara guru dapat menyusun buku atau bahan turorial sederhana yang menarik.
Karena itu, Bolang memilih melakukan hal sederhana tapi perlu. Hal kecil tapi tepat sasaran. Gak penting tapi relevan. Kata kuncinya, memulai aktivitas dengan nyaman dan melakukan hal sederhana yang bertujuan. Selanjutnya, biarlah hukum alam bekerja mengikuti mekanismenya sendiri.
Kedua, Tahap Implementasi Gagasan
Sabtu siang itu, Bolang hadir sekitar pukul 10.30 Wib di SMK Al Kaaffah, Malang. Bolang berkeliling mengamati lingkungan sekolah dan mengamati aneka karya yang dipajang di mading.
Tampak asrama siswa dengan kolam yang dikitari aneka tanaman menghijau. Karya fly wheel, ekperimen energi baru terbarukan penghasil energi listrik rakyat dipajang di sisi gedung SMK ini. Sementara bus sekolah parkir di depan halaman.
Peserta edukasi menulis diajak pergi jalan-jalan mengunjungi Taman Tugu, setelah mereka diberi kesempatan praktik menulis puisi di Kantor Kompas, yang lokasinya hanya selemparan batu dari Balai Kota Malang.
Ketiga, Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan setelah siswa melakukan praktik menulis puisi. Mbak Lilik misalnya, penulis buku fiksi Perempuan oh Perempuan itu dengan telaten memberi masukan bagaimana menulis yang lebih baik. Sedangkan Mbak Desy memberikan refleksi di kantor Kompas sebagai berikut.
Hasilnya? masih jelek… tapi saya terus belajar dan belajar. Menulis itu panggilan hati, bukan keterpaksaan. Kalau menulis karena terpaksa, akan terasa melelahkan banget. Soal rejeki, nanti akan mengikuti sendiri...”.
Keempat, Tahap Penguatan
Untuk memperkuat hasil edukasi sekaligus membangkitkan kebersamaan komunitas, Bolang mengajak para siswa berkeliling ke Taman Tugu Kota Malang. Tempat itu bertabur kerlap kerlip lampu taman. Bunga teratai membisu di atas air kolam. Bolang membiarkan mereka mengembangkan imajinasinya di tempat yang disuka para remaja itu.
Saya merasakan, komunitas Bolang dapat dijadikan sebagai jembatan untuk menyapa siapapun dan berpotensi menciptakan “spiral rezeki”. Salah satu contohnya, komunitas berhak mendapatkan 18% royalti dari hasil penjualan buku “Bolang Berbagi”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H