Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berbagi Kasih di Gubuk Sawah, Si Mila Teteskan Air Mata di Pelukan Bolang

2 Oktober 2016   13:48 Diperbarui: 12 Oktober 2016   02:11 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahagia itu sederhana. Hanya dengan berbagi kasih di gubuk tengah sawah, mampu menghadirkan suasana hangat di antara komunitas Bolang. Bahkan, Si Mila yang putri keluarga broken home itu, meneteskan air mata di pelukan Bolang. Haru bercampur ceria. Bagaimana kisahnya?

Kaos biru Bolang berlogo Kompasiana di punggungnya/dok. pribadi
Kaos biru Bolang berlogo Kompasiana di punggungnya/dok. pribadi
Baiklah, kisahnya dipermula dari gubuk mungil tengah sawah milik Pak Rahman. Sawah seluas satu hektar itu, ditanami jagung manis dan sayuran. Gubuk unik itu dilengkapi dengan sumur, dapur, dan kamar tidur. Pak Rahman sering melepas penat di sela-sela bekerja di tempat ini. Untuk menuju gubuk mungil itu, harus melalui pematang sawah. Gubuk itu seolah menjadi saksi "Bolang Berbagi Kasih" pada Sabtu lalu (01/10).

Jalan menuju gubuk tengah sawah milik Pak Rahman/Dok. pribadi
Jalan menuju gubuk tengah sawah milik Pak Rahman/Dok. pribadi
Mbak Desy berpose bersama petani di tengah jalan dari dan ke menuju gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Mbak Desy berpose bersama petani di tengah jalan dari dan ke menuju gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Bolang's Angle lagi memasak di dapur gubuk/dok. pribadi
Bolang's Angle lagi memasak di dapur gubuk/dok. pribadi
Berada di gubuk tengah sawah pada event Bolang Berbagi/dok. pribadi
Berada di gubuk tengah sawah pada event Bolang Berbagi/dok. pribadi
Si Mila dan Gubuk Itu

Mila adalah pemilik nama lengkap Rasha Jamilatun Nuriya. Siswi kelas V MI di desa Wangkal itu, sehari-hari tidak tinggal bersama orang tuanya. Pasalnya, kedua orang tua kandungnya sudah bercerai. Ayah kandungnya tinggal di Batu, sementara ibu kandungnya tinggal di Precet. Setelah bercerai, masing-masing kedua orang tuanya menikah lagi. Sementara itu, Mila tinggal bersama neneknya.

Kala Mila dijemput Bolang dipandu Pak Rahman, ia sedang berada di rumah saudaranya yang ia sebut “kakak”. Ia tampak malu-malu. “Apa dia itu kakak kandung Mila?”, tanya saya. Mila menggelengkan kepala. Apa dia saudara sepupu? Mila menjawab, “tidak tahu”. Siapa yang Mila paling ridukan selama ini? Adikku, jawabnya singkat. Adiknya itu masih balita, satu ibu lain bapak dengan dirinya. Ibu kandungnya kini sudah menikah lagi dan tinggal di daerah lain.

Mila saat dijemput Bolang, di desanya, Wangkal, Poncokusomo, Malang/Dok. Pribadi
Mila saat dijemput Bolang, di desanya, Wangkal, Poncokusomo, Malang/Dok. Pribadi
Sesaat suasana gubuk itu hening. Bolang berinisiatif menawarkan buah semangka padanya. Mila terdiam, hanya terdengar ucapan lirih, “terima kasih”. Kata ini, mencerminkan perasaan sungkan, duga saya. Seperti galibnya budaya Jawa yang basa-basi. Jika serius, maka harus ditawarkan beberapa kali. Maka saya coba tawarkan lagi, “Mila, ambillah buah semangka ini. Hari ini adalah hari baikmu!”.

Mila menerimanya, dilanjutkan dengan pemberian bingkisan kreasi Mbak Desy hasil penjualan buku Mak Renta dan support Bolang. Suasana gubuk makin hidup. Ada yang memasak dan ngobrol santai tentang agenda Bolang dan persiapan beli tiket menuju Kompasianival 2016 yang dikoordinir oleh Mas Hery. Sekira ada 10 anggota Bolang siap menghadiri event Kompasianival Berbagi 2016.

Rasha Jamilatun Nuriya, Siswi MI Mathla'ul Huda, Wangkal, Poncokusomo, Malang saat menerima bingkisan Bolang/Dok. Pribadi
Rasha Jamilatun Nuriya, Siswi MI Mathla'ul Huda, Wangkal, Poncokusomo, Malang saat menerima bingkisan Bolang/Dok. Pribadi
Makanan hasil olahan Mbak Lilik dan Bolang's Angle (sebutan untuk perempuan Bolang) telah siap di gubuk. Ritual makan bersama dimulai. Hanya berbekal lauk tempe hangat dan sambel ulek bikinan Mbak Rara, makan bersama terasa nikmat. Tak kalah berkesannya dengan jamuan Candle Light Dinner di hotel sekelas The Royal Pitamaha, Ubud, Bali; kala saya mendapat kehormatan Kompasiana untuk menghadiri event BlogTrip Pesona Budaya Bali, pada 8-10 November 2015 lalu.

Makan bersama di gubuk tengah sawah/Dok. pribadi
Makan bersama di gubuk tengah sawah/Dok. pribadi
Tempe, makanan khas Bolang saat di gubuk tengah sawah/Dok. pribadi
Tempe, makanan khas Bolang saat di gubuk tengah sawah/Dok. pribadi
Sambal pelengkap menu, saat makan bersama Bolang di gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Sambal pelengkap menu, saat makan bersama Bolang di gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Usai makan-makan, Bolang's Angle berfoto ria di sekitar gubuk areal persawahan. Mas Hery dan Mas Hariadi bertindak sebagai fotografer. Lalu diikuti oleh yang lain. Kebetulan, di gubuk tersedia capil-capil petani.Di tangan Bolang's Angle, benda itu digunakan sebagai properti mewah pelengkap aksi potret memotret, hehe :).

Fotografer Bolang, Mas Hery/Dok. pribadi
Fotografer Bolang, Mas Hery/Dok. pribadi
Bolang's Angle dibawah bidikan Mas Hariadi/Dok. pribadi
Bolang's Angle dibawah bidikan Mas Hariadi/Dok. pribadi
Bolang's Angle bercapil petani, dari kiri ke kanan: Mbak Erent, Desy, dan Lilik/Dok. pribai
Bolang's Angle bercapil petani, dari kiri ke kanan: Mbak Erent, Desy, dan Lilik/Dok. pribai
Bolang Berbagi di gubuk tengah sawah milik Pak Rahman/Dok. pribadi
Bolang Berbagi di gubuk tengah sawah milik Pak Rahman/Dok. pribadi
Air Mata Mila dan Pelukan Bolang

Cuaca panas disertai hujan. Angin sawah sepoi-sepoi basah menerpa gubuk. Jam menujukkan pukul 13.40 Wib. Usai shalat dzuhur di tempat yang sama, kami bersiap undur diri, sebelum hujan deras tiba. Sementara itu, Mila duduk di bangku bawah gubuk. “Apa cita-cita Mila?”, tanyaku. Mila menjawabnya pendek, “dokter”.  

Rintik hujan mulai jatuh, sesaat Bolang undur diri/dok. pribadi
Rintik hujan mulai jatuh, sesaat Bolang undur diri/dok. pribadi
Mila, belajar yang rajin ya Nak. Semoga cita-cita menjadi dokter, suatu saat tercapai”, kataku. Ya Mila, ini hari baikmu, Mbak Lilik menambahkan. Jangan sedih, kita adalah bersaudara, demikian timpal yang lain.
Bersama Bolang di gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Bersama Bolang di gubuk tengah sawah/dok. pribadi
Tampak Mila diam sesaat. Sejurus kemudian, Mila mengucek-ngucek pelapuk matanya, seolah kemasukan benda asing. Tiba-tiba… air mata si Mila menetes begitu saja... Naluri perempuan muncul, Mbak Desy dan Mbak Lilik yang berada di dekatnya segera merangkulnya. Maka, terjadilah apa yang mesti terjadi… haru!
Suaana haru di gubuk sawah/Dok. pribadi
Suaana haru di gubuk sawah/Dok. pribadi
Suasana haru di gubuk tengah swah itu/Dok. pribadi
Suasana haru di gubuk tengah swah itu/Dok. pribadi
Setelah reda, Mbak Erent memotivasi, “Nak, kamu tidak sendirian. Bahkan, ada anak-anak lain yang keadaan fisiknya kurang sempurna. Mila cantik dan sempurna, bersyukurlah”. Sementara Mas Saiful bilang, Jika nanti ada kesulitan, “saya siap menjadi orang tua asuh”. Masing-masing anggota Bolang memberi support dengan caranya sendiri-sendiri.
Mila diapit oleh Mas Saiful dan Mbak Lilik/Dok. Pribadi
Mila diapit oleh Mas Saiful dan Mbak Lilik/Dok. Pribadi
Acara berikutnya, mobil merah maron segera meluncur ke rumah Dede, penyandang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dia siswa Kelas V SDN Pandanwangi III, Malang. Dede merupakan salah satu siswa "Kelas inklusif". Dede, tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah sempit. Ruang tamu, dapur dan kamar tidurnya menyatu berada dalam satu ruangan.

Dede, Anak Berkebutuhan Khusus bersama Orang tuanya di rumah kontrakannya/Dok. pribadi
Dede, Anak Berkebutuhan Khusus bersama Orang tuanya di rumah kontrakannya/Dok. pribadi
Berbagi di Rumah Kontrakan Dede bersama Bolang/Dok. Pribadi
Berbagi di Rumah Kontrakan Dede bersama Bolang/Dok. Pribadi
Lorong tempat sampah, persis di samping rumah kontrakan keluarga Dede/Dok. pribadi
Lorong tempat sampah, persis di samping rumah kontrakan keluarga Dede/Dok. pribadi
Rumah kontrakan itu tinggal 3 bulan lagi habis masa sewanya. Tepat di lorong sebelah kiri rumah itu,  terdapat tempat sampah. Sungguh pun begitu, Dede tampak ceria, ketika ia menerima bingkisan sederhana dari Bolang.

Hikmah: Bahagia Itu Sederhana, Berbagi itu Indah

Sepanjang perjalanan pulang, pengalaman di atas menjadi bahan pembicaraan Bolang. Gubuk tengah sawah menyimpan sejumlah hikmah dan pelajaran.

Meski Pak Rahman sudah berkecukupan, punya kebun dan usaha di tempat lain, sahabat baik Bolang itu masih rajin pergi bertani, sekaligus mengunjungi gubuk mungilnya. Asyik!

Di lain pihak, Mila dan Dede membutuhkan perhatian. Ada pelajaran berharga, ternyata bahagia itu sederhana. Berbagi itu indah.

Bacaan Inspiratif Lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun