Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendialogkan Cita-cita Anak di Hari Pertama Sekolah

21 Juli 2016   09:56 Diperbarui: 21 Juli 2016   10:42 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Menyalami Murid di Depan Pintu Gerbang Sekolah/Dok. Pribadi

Sayla berkata: “Guru-gurunya baik, semuanya sayang sama Sayla. Tapi… kenapa Ayah jemputnya lama sekali ya?” Pasalnya, ayahnya menjemput paling akhir, setelah teman-teman Sayla balik semua. Jadwal fix kala itu memang belum terbagi. Pada hari-hari berikutnya, ayahnya menjemput sebagaimana mestinya. Karena pada hari kedua, jadwal masuk dan kepulangan masing-masing kelompok sudah terbagi. Jadwal itu diberikan oleh gurunya kepada para orang tua melalui anak-anaknya.

Selama berada di sekolah, saya perhatikan anak-anak sedang asyik bermain plorotan, ayunan, dan sejenisnya. Bahkan di hari ketiga ceritanya semakin lengkap. Sayla bercerita tentang kegiatan bersama kelompoknya. Bersama teman-temannya, Sayla menyusun rumah dari balok kayu di atas karpet berwarna Pink kesukaannya.

Anak anak sedang bermain di area permainan PAUD/Dok. Pribadi
Anak anak sedang bermain di area permainan PAUD/Dok. Pribadi
Sayla juga bercerita tentang dua temannya (sebut saja Rizki dan Arza) yang kini sekolah di tempat lain, jauh sekali, katanya. Tapi kawannya yang lain, sebut saja Secha dan Jihan, berada dalam satu kelas yang sama, demikian dia menambahkan. Tadi pagi, saya lihat dia dan anak-anak lain sedang asyik main kereta api sambil asyik bersuara “tut…tut…tut….

Anak anak Bermain Kereta Api, Tut...Tut... Tut.../Dok. Pribadi
Anak anak Bermain Kereta Api, Tut...Tut... Tut.../Dok. Pribadi
Mendialogkan Cita-Cita Anak Sejak Dini

“Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar ketika dewasa laksana mengukir di atas air”. Pepatah itu menegaskan pentingnya belajar sejak dini. Hal yang sama, penting pula merangsang cita-cita anak-anak sejak dini.

Nak… kalau sudah besar, kamu ingi jadi apa?”, tanyaku pada Sayla saat mengantarkan anak di hari pertama masuk sekolah. “Tentara…”. Jawab putri bungsu itu singkat. “Emmm… Adik benar-benar  ingin jadi tentara?”, tanyaku menyelidik. “Ya… kan di Play Group cita-citaku jadi tentara, sekarang di TK ya harus sama Yah Yah....”. Dia belajar memberi alasan.

Sebelumnya, tak terpikirkan oleh saya, dia bercita-cita jadi tentara, dan tetap bersikukuh hingga masuk TK. Dialog berlanjut hingga sesampai rumah.

Nak… ayah ingin tahu, tentara itu pekerjaannya apa sih?”, tanyaku menyelidik. Dia menjawab: “Kalau tentara perempuan ya latihan senam Yah. Kadang-kadang latihan menyanyi…”. Hehe…

“Nah… kalau tentara laki-laki, apa tugasnya?”, tanyaku lagi. Sayla menjawab: “Ya perang-perangan Yah…Yah, kan dia laki-laki. Gimana Ayah ini, masak tidak tahu”. Kwek Kekkk…

Kalau jadi guru seperti Mama, suka?”.  Tanyaku membandingkan. “Ya suka aja, Ayah. Tapi kan aku ingin jadi tentara… kayak Frozen itu loh Yah…”,dia berusaha menegaskan lagi.

Saya jadi teringat dia menyukai karakter Anna, tokoh perempuan berambut pirang kemerahan dan bermata biru dalam fiksi 3D Disney Animasi Frozen. Di kepala Anna terdapat segenggam rambut putih, akibat Elsa kecil melukai Anna dengan serangan esnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun