Latar ruangan sebuah kafé. Di sana terpajang benda-benda kuno. Berkesan antik tidak mistik. Botol-botol pecah bekas minuman anggur terpajang di rak-rak tua. Teropong keker, radio rusak, mesin ketik kuno nangkring di ruang kafé. Kipas angin jaman dulu (jadul) pun ikut “mejeng”. Foto-foto Ir. Soekarno, para pejuang ‘45 dan sejumlah lukisan jadul menghiasi dindingnya. Perabotan keluarga seperti meja kursi tua semakin menambah kesan angkernya. Meski demikian, kafé itu nyaman untuk tempat bersantap. Apalagi ditemani kentang goreng sambil menyeruput kopi tubruk. Segmen pasarnya mayoritas kawula muda. Berbekal Rp 15.000/orang, mereka bisa berdiskusi bersama 10-15 peserta sekaligus menikmati sajian ala kedai kopi bernama Roemah Coffee Loe Mien Toe. Selfi pun boleh, hehe.
Usai shalat maghrib, kami berenam bersama Bolang plus kolega asal Tangerang meluncur dari @MX-Mall sebagai titik kumpulnya. Kami berkendara melewati Jl. Veteran, Jl. Gajayana, Jl. MT. Haryono hingga sampai di pintu gerbang Jl. Tata Surya, kota Malang. Dari sini, kami belok kanan memasuki pintu gerbang itu sampai ujung jalan hingga tiba di lokasi, persis di belakang kampus Unisma.
Sekitar 10 menit, kami sudah tiba di Roemah Coffee Loe Mien Toe. Sejurus kemudian, datang kolega fiksianer dari Jakarta yang kelahiran Malang. Seluruhnya bersebelas kami bersalaman sambil ucapkan mohon maaf lahir batin. Ritual berikutnya adalah ngobrol ringan seputar kemana teman lain yang tidak bisa kumpul. Membicarakan bagaimana program komunitas ke depan. Tak kalah serunya, kami menyantap menu makanan sambil mengamati aneka benda-benda unik. Sesekali mengabadikan momen indah di Roemah Coffee Loe Mien Toe.
Dalam bahasa Jawa, “lumintu” (ditulis Loe Mien Toe) berarti berkelanjutan atau terus menerus tidak pernah berhenti. Tujuan kami ke sana adalah untuk Kopdar sekaligus bermaaf-maafan sesama kawan penulis Blog Kompasiana Malang (Bolang). Suasana semakin lengkap, tatkala kolega dari luar kota yang asalnya Malang ikut bergabung. Acara ini berasa seperti “Halal bi Halal”.
“Kafé ini berdiri sejak dua tahun lalu. Awalnya sih saya ingin mendirikan tempat penginapan. Lokasinya ingin di pinggir jalan. Ada tanah kosong. Sayang, rumah kami agak masuk ke dalam dari jalan raya. Ide berubah. Saya putuskan mendesain rumah ini menjadi “Roemah Coffee”, bukan penginapan. Ayah saya bekerja sebagai karyawan perusahaan Semen Gresik.
Kebetulan dia suka membawa benda-benda antik sepulang dari bepergian ke luar kota. Jadi, di rumah ini banyak benda-benda kuno. Koleksi barang banyak dari Gresik. Nah… benda-benda ini saya manfaatkan untuk desain ruang coffee. Kalau ide tabrak motif dari ayah. Sebulan sekali desain penataan koleksi diubah. Selain pelanggan bisa menikmati aneka menu kuliner di sini, mereka juga bisa menyewanya untuk membuat film atau foto pre wedding….”
Hasil percakapan di atas mengandung pelajaran bahwa merintis usaha baru itu bisa dimulai dari aset yang sudah ada. Anita tak harus mengeluarkan modal besar, hanya untuk membangun properti atau menyewa rumah di pinggir jalan. Tempat tinggalnya ia sulap menjadi Roemah Coffee Loe Mien Toe. Agar tidak membosankan, tiap bulan sekali Anita Nyit Nyit mengubah desainnya.
Terkandung makna, bahwa modal awal bagi seorang entrepreneur itu bukanlah uang, tetapi ide. Ide atau gagasan cemerlang saat melihat ada peluang, merupakan modal penting entrepreneur. Orang kerap menyebut faktor ide ini sebagai kreativitas atau gagasan kreatif. Bagi calon entrepreneur, tantangannya adalah bagaimana menemukan ide baru (kreativitas) dan mewujudkan gagasan kreatif itu menjadi kenyataan (inovasi) yang membuahkan hasil.
Jadi, kreativitas adalah berpikir tentang sesuatu yang baru seperti produk baru, cara-cara pemasaran baru, dan lain-lain yang tak biasa. Sedangkan inovasi, adalah mewujudkan gagasan baru tersebut menjadi kenyataan bisnis yang menguntungkan. Baik kreativitas maupun inovasi, dalam kewirausahaan menjadi faktor dominan penanda karakter entrepreneursejati.
Ide awal itu Anita kombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah dan rumahnya (land-location), tenaga kerja (human resources), uang (money), mesin produksi (machine) dalam hal ini peralatan memasak; keterampilan (skill) dan proses pembelajaran (learning process) yang terus menerus hingga berhasil menjadi sebuah bisnis yang berkelanjutan.
Mengingat kota Malang merupakan kota pendidikan, di sekitar rumahnya banyak terdapat tempat kos dan lembaga pendidikan tinggi. Kondisi ini ia manfaatkan sebaik-baiknya. Misalnya, Anita menggunakan tenaga kerja mahasiswa. Anita tak kesulitan mencari mahasiswa yang masih duduk di semester akhir sebagai tenaga kerja paruh waktu di kafenya. Anita menjelaskan, dia merekrut 6 (enam) pekerja, semuanya adalah para mahasiswa.
Hemat saya, inilah keunikan seorang berjiwa entrepreneur. Ia mampu menangkap peluang. Ketika gagasan, modal, tenaga kerja dan benda-benda kuno serta resources yang ada berhasil ia kolaborasikan, maka mengalirlah koin demi koin berkat usaha bisnis Roemah Coffee Loe Mien Toe ala Anita Nyit Nyit.
Kuncinya Menjual Konteks, Bukan Konten
Dari segi marketing, jasa Coffee Loe Mien Toe boleh dibilang lebih menonjolkan konteks (suasana tempat usaha) dari pada kontennya (menunya). Ragam jenis menunya biasa-biasa saja. Justeru si pemilik kafé berusaha tampil beda dengan cara menghiasi tempat usahanya dengan aneka benda-benda kuno. Unik. Keunikan tempatnya inilah yang menjadi daya beda dengan café-café lainnya. Setiap tempat café boleh menjual kopi yang sama. Tapi belum tentu, mereka bisa menawarkan suasana beda. Suasana lain inilah yang dijual oleh pemilik kaféLoe Mien Toe.
Tempat ini hanya setiap hari Senin tutup, seperti tertulis jelas di pintu masuk kafé. Menurut pantauan kami kala itu, sepanjang jalan di depan rumahnya dipadati oleh kendaraan roda dua dan roda empat yang dijaga oleh seorang petugas parkir. Anita mengaku, paling sepi tak kurang dari Rp 600 ribu per hari tercatat di notanya. Koinnya mengalir terus. Lumayan. Eitt… lumintu, bukan?
Itulah benefit menjual konteks, bukan cuma sekedar menjual menu makanan (konten). Jika Anda mampu menciptakan suasana unik di tempat tinggal Anda, saya yakin Anda pun mampu membuka usaha rumahan dan menarik pelanggan datang. Semoga tulisan ini menjadi sumber inspirasi bagi Anda yang ingin merintis usaha baru atau membuka bisnis sampingan yang bermanfaat. Bagaimana dengan gagasan unik Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H