Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kopdar Kompasianer di Gubuk Tengah Sawah

27 Mei 2016   18:16 Diperbarui: 3 Juni 2016   11:20 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempuyung dan Bakal Jagung Muda, Enak!

Tinggal di gubuk memang tidak semewah dibanding tinggal di rumah. Namun tampak ada kebahagiaan tersendiri, seperti kehidupan yang Mas Rahman lakukan dengan tinggal di gubuk tengah sawah. Ada sensasi berbeda, saat mas Rahman menunjukkan tanaman yang ia sebut Tempuyung.  Tanaman ini daunnya lembut, enak dibuat “kuluban”, apalagi sambil makan di gubuk. Tanaman Tempuyung tumbuh liar di seputar area sawah dan dekat aliran air.

Tanaman Tempuyung, Tumbuh Liar di Dekat Areal Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribadi
Tanaman Tempuyung, Tumbuh Liar di Dekat Areal Tanaman Jagung Manis/Dok. Pribadi
Ada kenikmatan lain saat menikmati tongkol unik yang gagal jadi bakal buah jagung. Pada umumnya sih, setiap batang jagung super hibrida F1 Talenta itu hanya berbuah satu tongkol jagung. Namun, di antara ribuan tanaman jagung, ada sejumlah batang jagung yang menghasilkan tongkol mungil, selain buah utama yang tongkolnya besar. Saya tak tahu apa nama buah mungil ini. Buah jagung mungil susulan ini tidak bisa membesar.  

Bakal Tingkol Jagung Muda yang Mungil, Enak Langsung Dimakan/Dok. Pribadi
Bakal Tingkol Jagung Muda yang Mungil, Enak Langsung Dimakan/Dok. Pribadi
Hemm… saya mencoba mengambil dan mengelupasnya. Habis dipetik dari pohonnya, tongkol muda dan sangat mungil ini bisa langsung dimakan. Saya makan satu buah. Hemm… rasanya manis segar, seperti lalapan buah alami.

Mengapa Banyak yang Tak Suka Jadi Petani?

Kopdar banyak manfaatnya, berpotensi menambah wawasan pengetahuan dan nambah persaudaraan. Sharing and connecting seperti semboyan Kompasiana dapat saya rasakan. Usai mengunjungi sawah, muncul pertanyaan di benak saya: mengapa banyak sarjana yang tak suka profesi petani?

Mungkin ada yang salah dengan “persepesi diri” terhadap profesi petani. Mungkin pula ada yang salah dengan pembangunan pertanian di negeri ini yang mesti dibenahi. Bagaimana pandangan Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun