“…Hanya saja di University of Life ini, tidak ada ujian ulangan. Karena hidup cuma sekali saja, maka sekali tidak lulus, berarti selamanya tidak lulus dan tak akan pernah lagi mendapatkan kesempatan untuk kedua kalinya. Gurunya adalah alam semesta ini dan yang memutuskan lulus tidaknya seseorang adalah Sang Maha Pencipta” (sumber).
Kedua, bahwa universitas yang sesungguhnya itu adalah universitas kehidupan. Seseorang yang lulus universitas beken, belum tentu otomatis lulus dalam university of life. Berdasarkan pengalamannya, dia menyatakan sebagai berikut:
“…akhirnya cita cita jadi sarjana, jadi kenyataan. Namun, hidup tidak berhenti hingga sampai di sana… Bagi lulusan sarjana tapi seterusnya mengalami kegamangan dalam menapakan kaki di Universitas Kehidupan, maka jadilah ia penganggur elit” (sumber).
Ketiga, lulusan sarjana ekonomi dengan predikat cumlaude atau bahkan bergelar doktor ekonomi, bukanlah jaminan untuk sukses begitu terjun di dunia bisnis. Karena itu, menyimak tulisan Pak Effendi berikut ini, kiranya ada guna manfaatknya. Dia menulis sebagai berikut:
“Lulusan Sarjana Ekonomi dengan predikat Cumlaude atau malah mungkin menyandang gelar doktor dibidang ekonomi, dengan disertasi yang mengangumkan. Namun jangan berpikir bisa secara serta merta mampu langsung terjun ke dunia bisnis… Jalan terbaik adalah bekerja satu atau dua tahun pada perusahaan yang kelak akan digeluti(Sumber).
Hemat saya, apa yang ditulis Pak Efendi bukanlah omong kosong belaka, yang ide tulisannya diangkat dari angan-angan belaka. Dia menuliskan apa yang ia tahu, apa yang pernah ia alami sendiri, atau pengalamannya selama bergaul dengan orang lain di universitas kehidupan, kemudian ia refleksikan ke dalam tulisannya.
Ia pernah diuji jadi pesakitan, bisnis ekpsor kopinya pernah jatuh hanya gara-gara dikhianati oleh orang yang ia percaya hingga kembali pulih dan menjadi sosok Tjiptadinata yang sekarang ini.
Meskipun ia kini tinggal di Australia, namun Pak Effendi tetap ber-KTP asli Indonesia. Beliau adalah salah satu sosok WNI tulen. Walhasil, apapun yang ia tuliskan berdasarkan pengalamannya, meski sederhana, maka tulisannya berasa bernyawa, hidup. Tulisan Pak Effendi seperti air mengalir sampai jauh, entah berhenti di mana, hingga ia menemukan pembacanya yang benar-benar membutuhkan.
Kini, memasuki usianya yang ke-73, sekali lagi izinkan saya mengucapkan Selamat Ulang Tahun yang ke-73. Saya tak mampu memberikan hadiah yang pantas, kecuali tulisan singkat ini. Kalaupun ini dianggap sebagai hadiah, itu pun saya anggap belum sepadan dengan apa yang Pak Effendi berikan pada kami. Semoga berkenan. Terima kasih.
Malang, 22 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H