Namun jangan salah ya, Kepri itu bukan Riau. Ibukota Propinsi Kepri adalah Tanjung Pinang, sementara ibukota propinsi Riau adalah Pekanbaru. Pasalnya, setelah ada pemekaran wilayah sejak 24 September 2002, kedua propinsi ini berdiri sendiri. Untuk menegaskan identitas itu, maka sering dikatakan “Kepri bukanlah Riau”. Motto itu seperti ditegaskan oleh Dinas Pariwisata Propinsi Kepri, Pak Guntur Sakti, demikian tulis seorang Kompasianer asli Kundur dari Kepri, Bang Fadli (sumber).
Summary Aktivitas Trip Pesona Eco-Resort
Pada hari pertama, Sabtu (31/10/2015), kami mengunjungi Pulau Penyengat, Vihara Avalkitesvara Graha, dan bermalam di Nirwana Resort Hotel serta menikmati makan malam di “The Kelong Seafood Restaurant”. Esoknya, Minggu pagi (1/11/2015), kami mengelilingi lima properti Nirwana Gardens seperti Nirwana Resort Hotel yang ramah lingkungan, Kampung Style Architecture, Banyu Biru Villas, dan yang termahal adalah Indra Maya Villas. Kami melewati mini kebun binatang di arena Nirwana Garden yang bebas diakses publik.
[caption caption="Suasana santai di Nirwana Resort Hotel, Pulau Bintan, Kepri/Dok. Pribadi"]
Pada siang harinya, melakukan discovery tour ke Bintan Mangrove, Plaza Lagoi, dan menikmati ragam aktivitas air di Crystal Lagoon, serta menginap di the Canopi, Treasure Bay yang eksotik. Di penginapan ini, kami layaknya bermalam di tenda-tenda perkemahan yang dikelilngi taman nan asri. Mengenai beberapa tempat wisata di atas sudah ada beberapa kompasianer yang menuliskannya.
[caption caption="Naik Pompong (Perahu) saat mengeksplorasi Wisata Hutan Mangrove/Dok. Pribadi"]
Pada hari terakhir, Senin (2/11/2015), pada pukul 09.30 Wib kami harus sudah check out bersama-sama menuju RHF Airport, Bandara Tanjung Pinang, selanjutnya menuju rumah masing-masing. Nah, di hari akhir selepas check out itulah, saya terjebak di RHF Airport. Namun ada berkahnya, saya merasakan Gong Gong lagi di Akau Potong Lembu, Tanjung Pinang.
Berkah Terjebak, Aku Mengenal Gong Gong di Akau Potong Lembu
Mengapa saya bisa terjebak di RHF Airport? Pasalnya, saya terlanjur beli tiket pulang-pergi dari Bandara Tanjung Pinang - Malang. Saya memperoleh tiket penerbangan balik apada Selasa pagi (3/11/2015). Pertimbangannya, jika harus balik Senin siang hanya ada tiket Garuda, waktu itu harganya Rp 3.700,000-an, sekali jalur. Pikirku, hal itu tidak efektif dan efisien; bukankah lebih baik mengerjakan tulisan dapat 1-2 artikel sambil bermalam di sekitar penginapan bandara, mumpung ingatan masih segar. Esok pagi-pagi balik langsung ke Malang dengan harga tiket pesawat yang jauh lebih murah. Waktu itu, saya mendapatkan tiket pulang seharga Rp 1 jutaan. Maka saya putuskan menunda semalam, toh hasil akhirnya sama, sehingga sampai rumah bisa istirahat penuh.
Maka saya rancanglah program emergency di bandara. Saya pergi ke salah satu ke kedai bernama Resto Bravo Sinta di Bandara RHF, sekedar untuk beli makanan ringan, izin nyolokin laptop dan HP, serta menulis hingga tuntas. Benar memang, saya diizinkan, senang rasanya. Eitt… ternyata kira-kira tak lebih dari satu jam berikutnya, hujan datang, dan saya dihampiri penjaga resto itu seraya dia berkata: “Maaf ya, kami mau tutup”. Jam segini tutup, pikirku. Saya termenung sejenak. Saya kira seperti bandara Juanda atau Soekarno Hatta. Ketika harus lama menunggu, di kedua bandara itu banyak hal yang bisa saya lakukan. Lalu saya jawab: “baik, terima kasih atas tumpangan tempat dan listriknya”. Saya merasakan seperti backpacker… hehe.
[caption caption="Di tempat inilah (Resto Bravo Sinta), RHF Airport saya berencana menulis, namun tak berlanjut/Dok. Pribadi"]