Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Idul Adha 2015 dan Manajemen Pembagian Daging Qurban

23 September 2015   10:36 Diperbarui: 24 September 2015   21:52 2895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pembagian Daging Sapi Qurban/Ilustrasi/www.sisidunia.com"][/caption]

Umat Islam di Indonesia, ada yang merayakan Idul Adha 1436 H pada Hari ini (Rabu, 23/9/2015), dan ada pula yang baru melaksanakannya besok (Kamis, 24/9/2015). Hari Raya Idul Adha 2015 kali ini tampaknya berada dalam situasi perekonomian nasional yang sedang lesu. Nilai tukar dollar AS terhadap rupiah masih menguat, harga-harga komoditas masih rendah, bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menghitung bahwa hingga kini hampir ada 100.000 pekerja yang terancam Pemutusan Hubungan Kerja (Kompas.com, 22/9/2015).

Di tengah kondisi demikian, memberikan daging qurban kepada yang membutuhkan, terutama kepada kaum fakir miskin merupakan perwujudan dari kepedulian sosial yang tepat momen. Setidaknya dapat menjadi semacam jaring pengaman sosial yang menggembirakan mereka, selama momen perayaan Idul Adha dalam setiap tahunnya. Meskipun singkat waktunya, namun kesan keramahan itu mungkin akan terekam dalam memori mereka cukup lama, karena ada ikatan perasaan sosial yang telah tertanam sebelumnya secara tulus. 

Maka bagi umat Islam yang mampu, sangat dianjurkan untuk bersedia berkorban, dapat berupa sapi atau kambing sesuai dengan ketentuan syariah. Namun demikian, alih-alih hendak membantu mereka, tak jarang justru terjadi korban akibat berebut daging qurban di tengah kerumunan orang. Untuk mengantisipasi terjadinya masalah itu, maka Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melarang pembagian daging kurban menggunakan kupon pada perayaan Idul Adha 2015. "Saya sudah keluarkan surat larangannya," demikian kata Dedi Mulyadi seperti diberitakan dalam media Tempo.co hari ini (Selasa (22/9/2015).

Menurut media itu, surat larangan tersebut sudah disampaikan kepada para ketua RT/RW, kepala desa dan lurah dan panitia qurban di wilayahnya. Hal senada juga dilaksanakan di Masjid Istiqlal Jakarta yang tidak akan membagikan secara langsung daging hewan kurban kepada masyarakat pada Hari Raya Idul Adha 1436 H. Alasannya, hasil evaluasi pembagian daging kurban tahun sebelumnya berdampak kericuhan di Istiqlal, demikian seperti dilansir oleh Arrahmah.com (22/9/2015) yang sumbernya berasal dari Ketua Badan Pengelola Masjid Istiqlal, Mubarok pada Senin kemarin (21/9/2015).

Membaca berita-berita tersebut, ada beberapa alasan mengapa model pembagian kupon itu dilarang, dan lebih memilih pembagian daging secara langsung kepada sasaran penerimanya. Pertama, pembagian daging qurban dengan kupon mendorong orang berdatangan dan berkerumun di satu titik lokasi. Hal ini akan memicu ketidaksabaran dan perebutan pembagian daging sehingga bisa menimbulkan korban yang tidak diinginkan; kedua, pembagian kupon sering kali tidak merata, berpotensi terjadi ketidakdilan sehingga bisa memicu ketidakpuasan masyarakat atas pembagian daging korban. Seringkali kita mendengar kabar bahwa pembagian sembako, daging sapi, atau angpao yang melibatkan banyak orang di satu tempat membawa efek yang tidak diinginkan, bahkan hingga membawa korban kematian.

Selain problem pembagian daging qurban, juga ada problem penyembelihan hewan yang biasa dilakukan di tempat umum. Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta, yang biasa disapa Ahok, mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) yang mengharuskan pemotongan hewan qurban dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Alasannya, pemotongan hewan qurban tidak boleh dilakukan di tempat-tempat umum di Jakarta, seperti di sekolah misalnya, karena dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit yang nantinya dapat membuat anak-anak maupun warga yang ada di sekitar lingkungan menjadi sakit  (Arrahmah.com, 11/9/2015).

Sementara itu, sebagian masyarakat menolak Ingub tersebut. Alasannya antara lain, instruksi itu mustahil dilaksanakan, karena banyak hewan yang akan dipotong pada waktu bersamaan, demikian menurut Ketua DPD FPI Jakarta, Buya Abdul Majid di media itu. Menurut Buya, aturan tersebut mengada-ada dan bertentangan dengan tradisi kurban selama ini. Oleh karena itu, pemotongan hewan qurban sebagai syiar agama Islam itu harus jalan terus di tempat yang selama ini biasa dilaksanakan, demikian tegasnya di media yang sama.

Mencegah Korban dan Perlunya Manajemen Distribusi Daging

Berdasarkan gambaran di atas, ada dua masalah pokok dalam manajemen qurban, yang berpotensi akan menjadi masalah sosial di kemudian hari dan terjadi setiap tahun jika tidak diantipasi sebelumnya, yaitu penyembelihan hewan di tempat umum, dan manajemen distribusi daging qurban.

Hemat saya, selama daya dukung RPH belum memadai, maka tradisi penyembelihan hewan selama ini masih bisa dilakukan. Sejauh yang saya ketahui, selama saya terlibat bersama warga di sekitar rumah di saat Idul Adha, belum pernah muncul masalah kesehatan (penyakit) seperti yang dikhawatirkan oleh Ahok. Lagian kegiatan ini kan setahun sekali. Memang sih, setiap daerah lain lain pula masalahnya.

Memotong hewan qurban di RPH selain membutuhkan “biaya transaksi” yang lebih mahal, juga membutuhkan waktu yang lebih lama, karena waktu pemotongannya bersamaan. Ke depan, perlu dipikirkan bagaimana kalau distribusinya tidak dirupakan dalam bentuk daging segar, namun dalam bentuk daging yang telah diawetkan.

Sungguh pun begitu, makan-makan bersama para warga di sekitar lokasi masjid, halaman sekolah, atau halaman rumah penduduk dengan daging qurban, hemat saya tidak perlu diusik. Karena perayaan Idul Adha akan terasa hambar, manakala tidak ada keterlibatan warga seperti yang telah berjalan selama ini.

Untuk itulah, perlu dipikirkan bagaimana manajamen qurban yang efektif dan efisien serta dapat diterima warga. Misalnya bagaimana sejak penyediaan hewan, penyembelihan, pengolahan dan penyimpanan, serta distribusi daging qurban dapat dikelola dengan baik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang saat ini relatif mudah didapatkan.

Lalu posisi pemerintah daerah/kota di mana? Pemkot berperan sebagai regulator dalam melindungi masyarakat, memastikan bahwa setiap sapi yang akan disembelih untuk qurban itu adalah sapi sehat dan layak dikonsumsi. Dalam hal ini, pemerintah daerah yang memiliki dokter hewanlah yang akan mendatangi tempat-tempat penyembelihan hewan qurban, atas permintaan warga.

Warga wajib melaporkan seluruh hewan yang hendak diqurbankan kepada pemerintah daerah setempat melalui RT/RW untuk diteruskan ke pihak-pihak terkait. Jika sepakat dengan jalan pikiran ini, maka harus ada etika bersama yang dibuat antara warga dan Pemerintah daerah. Jika tidak, maka kecil kemungkinan Instruksi Gubernur tentang kewajiban warga menyembelih hewan qurban di RPH dapat berjalan secara efektif.

Masalah kedua, pembagian daging qurban. Pola pembagian dengan kupon awalnya dipandang efektif, panitia tidak perlu repot-repot mengantarkan daging ke setiap rumah warga. Namun sayangnya, banyak kejadian yang memakan korban, akibat para pemegang kupon berkerumun pad satu lokasi, sehingga rawan terjadi kericuhan, seperti saling dorong, jatuh lemas di tengah kerumunan, bahkan hingga korban meninggal.

Mengantisipasi hal itu, kemudian daging qurban hendak dibagikan secara langsung kepada masyarakat. Berarati kembali ke pola lama. Masalah distribusi ini menjadi semakin dilematis, karena tidak ada data penerima sasaran daging qurban yang akurat.

Bayangkan, jika setiap masjid menyembelih 5 ekor sapi dan 10 ekor kambing misalnya, dan antar panitia penerima hewan qurban di sebuah masjid dengan masjid di daerah lainnya tidak saling mengetahui, maka terjadilah overlapping. Sangat boleh jadi, ada satu daerah yang kelebihan stok daging, sementara daerah lain kekurangan daging.  Solusinya, perlu ada pusat informasi penerimaan hewan qurban dan peta penerima qurban di setiap daerah/kota. Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa berperan sebagai fasilitator. Data-data kemiskian desa/kota dapat disinergikan dengan data-data sasaran penerima daging qurban.

Walhasil, tulisan ini hanya sekedar menginisasi perlunya manajemen qurban yang komprehensif sejak dari penyediaan hewan, penyembelihan, dan pembagian daging qurban antar daerah. Kepada pemerintah daerah setempat, para takmir masjid, panitia qurban, RPH, dan organisasi philantropi, serta stakeholder terkait perlu merumuskan bersama bagaimana sebaiknya manajemen qurban yang paling efektif untuk membantu warga, sekaligus untuk memperkuat solidaritas sosial.

Saya berharap, semoga tidak terjadi kericuhan lagi pada saat pembagian daging qurban. Sehingga maksud hati menolong sesama, tidak berubah menjadi kericuhan yang lebih kompleks. Khusus kepada mereka yang sedang merayakannya pada hari ini atau esok lusa, saya ucapkan “Selamat Idul Adha 1436 H/2015 M”. Semoga kita dapat menarik pelajaran dari ajaran berqurban. Bagaimana pandangan Anda? Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun