[caption caption="Tampak Salah Satu Karyawan Mas Adam di Depan Kantor CV RAJ Organik/Dok. Pribadi"][/caption]
Apa Anda ikut “puyeng” saat mengetahui bahwa nilai tukar rupiah melemah hingga tembus melebihi angka Rp 14.000 per dollar AS? Menurut prediksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa bulan lalu (12/3/2015), “depresiasi rupiah terhadap dollar AS jika sampai ke level Rp 15.000 per-dollar AS akan meng-hit (menghantam) permodalan satu hingga lima bank nasional” (Kompas.com). Kemarin sore (24/8/2015) nilai tukar rupiah merosot hingga mencapai Rp 14.049 per dollar AS. Dari pada ikut puyeng, panik, stress, apalagi depresi, yuk lebih baik manfaatkan saja peluang usaha sektor riil di level mikro seperti yang dilakukan oleh Adam Community.
Adam Community, merupakan sebuah komunitas bisnis dengan melibatkan para anggota dengan “sistem plasma” yang dikembangkan oleh Adam, panggilan Abdul Aziz Adam Maulida. Dia yang alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, berhasil membangun bisnis cacing tanah jenis Lumbricus rubellus yang awalnya dilakukan secara otodidak. Adam yang dijuluki “Bapak Cacing”, setahun lalu pernah diwartakan oleh Kompas.Com: “Bisnis Cacing, Adam Kantongi Rp 300 Juta Sebulan”. Saya mengkonfirmasinya di lapangan, hasilnya saya tulis di Kompasiana dengan judul “Bisnis Cacing Ala Adam Community”.
Belajar dari komunitas Adam, artikel ini hendak membahasnya dari aspek modal sosial, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk membangun ekonomi komunitas (community development) di daerah lainnya, baik untuk produk yang sejenis atau berbeda. Karena itu, berturut-turut saya uraikan sekilas tentang aktivitas “Adam Community”, konsep “modal sosial” dan “pembangunan komunitas”.
Aktivitas Bisnis Adam Community
Prospek usaha cacing yang dikembangkan oleh Adam Community, seperti ditulis sendiri oleh Adam dalam bukunya berjudul “Budi Daya Cacing Tanah Unggul Ala Adam Cacing” (Adam, 2015: 86), dia menggambarkannya sebagai berikut:
“Pendapatan per minggu peternak cacing tanah mencapai 500 ribu rupiah dari lahan yang hanya seluas 3 meter persegi. Anda tertarik merasakan keuntungannya?”
Peluang menjanjikan tersebut ternyata direspon oleh masyarakat. Sasarannya adalah ibu-ibu rumah tangga, pensiunan, dan siapa saja yang memiliki waktu luang. Kini tercatat ada sekitar 8.000-an anggota plasma yang telah dilatih, sementara yang aktif ada sekitar 1.000-an anggota. Saat saya berkunjung untuk kedua kalinya ke sana (22/8/2015), saya sempat bertemu “petani plasma” dari Mojokerto dengan sebuah mobil pick-up penuh cacing segar. Peternak plasma itu sedang mengirimkan 7 kwintal cacing.
[caption caption="Kiriman Cacing Baru Diturunkan dari Mobil Pick-up, Pasokan dari Petani Plasma Majokerto/Dok. "]
Ketika saya tanya berapa kali setiap bulan setor ke sini? Kami setor dua kali dalam sebulan, setoran pertama sebanyak 8 kwintal dan setoran kedua sebanyak 7 kwintal, demikian jawabnya. Dia melanjutkan, “kelompok kami menyetor sebanyak 1,5 ton cacing setiap bulannya”.
Wah, lumayan bukan? Harga cacing pada hari itu (22/8/2015) per kg adalah Rp 27.000. Jika hasil produksinya sebanyak 1,5 ton dikalikan Rp 27.000, menghasilkan pendapatan kotor sebesar Rp 40,5 juta. Saya juga sempat menjumpai seorang anggota plasma yang relatif kecil, berasal dari Pujon Malang. Dia bisa setor cacing setiap dua hari sekali, kebetulan jumlahnya tidak banyak, hanya 3 kg. Jika dijumlahkan selama sebulan, berarti produksinya mencapai 45 kg (Rp 1.215.000). Pendapatan sebesar ini lumayan sebagai tambahan bagi pendapatan keluarga. Petani itu memiliki 80 buah kotak kayu tempat memelihara cacing, yang panennya diatur secara bergiliran. Menurut penuturan Adam ketika saya tanya, “berapa stok cacing yang tersimpan di gudang?”. Dia menjawab: “ada sekitar 8 ton cacing”.
Dari segi nilai ekonomis, gambaran di atas menunjukkan daya serap pasar masih tinggi, suplai produksi tetap terjaga, dan keuntungan dapat diraih. Dilihat dari segi nilai edukatif, Adam berkenan membagi pengetahuan kepada komunitas dan memastikan pasarnya, sedangkan para anggota plasma menjaga kualitas dan jumlah produksinya.
[caption caption="Alur Proses Penyetoran Cacing dalam Adam Community/Dok. Pribadi"]
Dari sinilah kemudian muncul sikap saling membutuhkan dan saling percaya (trust). Dalam interaksi sosial tersebut terjadi saling berbagi pengetahuan dan keuntungan (sharing), saling mengkoneksikan sumber daya (connecting), dan sekaligus saling menjaga mata rantai produksi dan pemasaran (networking). Gambaran ini menunjukkan bahwa modal sosial terbangun dalam komunitas Adam Community.
Konsep Modal Sosial
Bahwa kesuksesan bisnis tidak semata-mata tergantung pada modal berbentuk uang atau modal fisik. Masih ingatkah dengan Kaplan dan Norton? Keduanya sekitar tahun 1996 pernah merumuskan model pengukuran kinerja perusahaan dengan menyeimbangkan aspek keuangan dan non keuangan yang disebut “balanced scorecard”. Intinya, untuk menilai keberhasilan suatu perusahaan tidak cukup diukur dengan seberapa banyak uang yang dihasilkan (tangible asset). Selain kinerja keuangan, peranan aset tak tampak (untangible asset) seperti proses bisnis internal, proses belajar, dan loyalitas pelanggan merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan. Uang datang karena proses bisnis internalnya sehat, karyawannya mau terus belajar dan berkinerja, serta pelanggannya percaya (loyal).
Secara ekonomi, modal merupakan sesuatu yang jika ditanam (diinvestasikan) akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar. Karena itu, di era knowledge society, pengetahuan dianggap sebagai modal berharga yang melekat pada sumber daya manusia. Dalam situasi persaingan seperti dewasa ini, modal pengetahuan (knowledge capital) memiliki peranan yang penting dalam memenangkan pasar.
Namun perlu diingat, pengetahuan tidak akan berubah menjadi modal sosial (social capital), manakala pengetahun itu tidak disharing. Jika individu tidak mau berbagi dengan individu lainnya, maka pengetahuan itu hanya akan menjadi kekayaan pribadi semata, seolah seperti etalase pengetahuan yang kurang memiliki nilai guna sosial.
Modal sosial merupakan kekayaan yang melekat dalam komunitas. Modal itu dihasilkan dalam proses interaksi antar sesamanya. Orang merasa betah berinteraksi dalam komunitas, selama mereka saling percaya (trust), ada norma (norms) yang diyakini baik dan dipelihara. Interaksi yang terus menerus itu akan membentuk jejaring (networking) yang lebih luas, baik ke samping (horizontal), maupun ke atas (vertical).
Itulah yang dilakukan Adam. Mungkin dia tidak menyadarinya, bahwa dengan melakukan edukasi tentang bagaimana memelihara cacing yang baik, muncul trust dalam bentuk harapan (manfaat ekonomi), lalu banyak yang bergabung. Apalagi manfaat itu benar-benar dapat dirasakan oleh para anggota komunitas setelah menjalankan usahanya, seperti yang dirasakan oleh anggota plasma dari Mojokerto di atas.
Adam juga menekankan pentingnya norma, dengan membuat aturan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) yang dipajang di depan gudang produksinya. Norma-norma ini digunakan untuk menjaga kelestarian kehidupan cacing, agar produksinya optimal, sekaligus ramah lingkungan.
[caption caption="Adam (Baju Batik), di Gudang Produksi Cacing. Budayakan 5R/Dok. Pribadi"]
Melalui sistem “petani plasma”, terciptalah networking yang lancar, sistem produksi dan distribusi produknya dapat terjaga sesuai permintaan pasar. Orderan 1 ton cacing setiap satu bulan dari pelanggan dapat dipenuhi. Permintaan pasar kini terus berlanjut. Menurut penuturan Adam, para industri pabrikan farmasi sudah tertarik dan minta order darinya. Kini semakin banyak tamu berdatangan, baik sekedar untuk melihat-lihat atau ingin menjadi anggota plasma. Ada pula tamu dari luar negeri untuk kepentingan riset. Pun ada pelanggan dari Malaysia yang minta kiriman tepung cacing. Aneka produk berbahan baku cacing yang dijual luas, pada umumnya untuk bidang perikanan, peternakan, dan pertanian.
Pembangunan ekonomi berbasis komunitas yang berhasil dikelola, akan memiliki efek ganda, seperti ditunjukkan oleh Adam Community. Jika sebuah komunitas mampu mengelola trust, norms, dan networking yang menjadi pilar komunitas, maka organisasi jenis apapun berpotensi memiliki daya saing dan hidup berkelanjutan.
Pentingnya peranan modal sosial dalam pembangunan komunitas itu, sejalan dengan pandangan pencetus teori modal sosial klasik, seperti Robert D. Putnam. Menurut Putnam, modal sosial itu adalah bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan menfasilitasi tindakan terkoordinasi (1993: 169). Gagasan sentral modal sosial, menurut Field (2010: 18), adalah bahwa jaringan sosial merupakan aset yang sangat bernilai. Baginya, jaringan itu memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mendorong orang bekerja satu sama lain untuk memperoleh manfaat timbal balik.
Membangun Ekonomi Komunitas
Menurut organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (Suhariyanto, 2006:1) bahwa “Pembangunan Masyarakat” atau “Pembangunan Komunitas” adalah suatu proses melalui usaha dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya.
Jika dikaitkan dengan ruang lingkung kewilayahan, maka ada istilah rural community development (pembangunan masyarakat desa) dan urban community development (pembangunan masyarakat urban/perkotaan). Kiranya, aktivitas Adam Community dapat dikategorikan sebagai kegiatan pembangunan komunitas, sejalan dengan definisi di atas.
Bila kita perhatikan, di sekitar kita banyak kegiatan usaha yang tak terdeteksi, karena itu sering disebut hidden economy alias aktivitas ekonomi tersembunyi. Namun Robert Neuwirth, lewat bukunya Stealth of Nations (2012), dia menantang pemikiran konvensional dengan memeriksa ekonomi informal. Selama empat tahun, Neuwirth tinggal dan bekerja dengan PKL serta “pemasar gelap” (gray marketers) untuk mempelajari apa yang ia rumuskan sebagai "Sistem D". Menurutnya, ekonomi informal itu bukanlah ekonomi tersembunyi, tapi ekonomi yang sangat terlihat, tumbuh, salah satu yang efektif, mendorong kewirausahaan dan yang mewakili 1,8 miliar pekerjaan di seluruh dunia.
Tidak sebagaimana kegiatan usaha informal lainnya seperti pedagang bakso, potong rambut, pedagang “mlijo”, pedagang kaki lima dan semacamnya, aktivitas bisnis Adam Community dikelola secara terlembaga. Adam mendirikan wadah CV RAJ Organik agar produkya dapat diterima oleh sektor formal lainnya yang lebih besar. Kantor lembaga itu beralamatkan di Jl. S. Supriyadi 9A/42 RT 07 RW 04 Kecamatan Sukun Kota Malang.
Pertanda bahwa Adam Community mampu memerankan diri sebagai agen perubahan yang diprakarsai dari bawah kian tampak. Aktivitasnya mencerminkan hakikat pembangunan komunitas, dalam arti melakukan proses perubahan komunitas ke arah yang lebih baik. Fokusnya perhatiannya ada dua, yaitu “pembangunan ekonomi” dan “masyarakat”. Fokus pada pembangunan ekonomi seperti meningkatkan kapasitas produksi, pendapatan, dan atau mengurangi pengangguran. Sementara fokus pada masyarakat, misalnya melakukan edukasi dan sharing pengetahuan, sehingga komunitas dapat belajar dan menikmati hasil dari pengetahuan dan inovasi bisnisnya secara proporsional.
Lalu, apa implikasinya bagi para pegiat sosial dan ekonomi komunitas?
Bagi pegiat Koperasi misalnya, yang di dalamnya berisi kumpulan orang-orang, mestinya dapat mengotimalkan modal sosialnya. Modal sosial bak mesin produksi kasat mata yang diinvestasikan dalam komunitas, yang di kemudian hari akan menghasilkan “sesuatu” yang lebih besar lagi. Modal memiliki sifat bisa menyusut atau berkembang. Maka kepercayaan, norma-norma, dan jejaring itu mesti dipupuk terus menerus, agar tidak tergerus dan kemudian menjadi aus. Semoga bermanfaat.
-----------------------------------
Sumber Bacaan:
- Field, John. 2010. Modal Sosial (terj). Bantul: Kreasi Wacana.
- Maulida, Abdul Aziz Adam. Budidaya Cacing Tanah Unggul Ala Adam Cacing. 2015. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
- 2006. Teori Pembangunan Masyarakat (handout). https://aurajogja.files.wordpress.com/2006/09/teori-pembangunan-masyarakat-a5.PDF, 15 April 2006.
- http://www.ted.com/speakers/robert_neuwirth
- http://www.ted.com/talks/robert_neuwirth_the_power_of_the_informal_economy
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI