Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rekayasa Limbah Cangkang Kelapa Sawit, Mau Diapakan Usai PPI 2015?

11 Agustus 2015   07:03 Diperbarui: 11 Agustus 2015   07:27 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyadari hal itu, saya bertanya pada diri saya yang pernah bergumul dengan pelaku ekonomi berbasis komunitas: “apa yang dapat saya lakukan?” Lalu saya ceritakan pengalaman menyaksikan PPI 2015 dan hasil wawancara saya dengan Pak Wisnu kepada teman saya yang kebetulan bertamu ke rumah saya. Kebetulan kawan itu menjadi ketua Badan Amal Zakat Nasional (Baznas) Kota Malang, yang tiap tahun dapat mengumpulkan dana sekitar Rp 3 Milyar. Dia meresponnya, kemudian koleganya yang menjadi Pengurus Koperasi Kelapa Sawit di Pontianak juga langsung dihubunginya, gak pakai lama (GPL), hehe.

Tujuannya, agar peluang usaha itu bisa dijajaki kemungkinannya, dan dikoneksikan dengan komunitas IKM di Jawa yang membutuhkan input pewarna batik dari bahan limbah, atau peluang lain seperti menciptakan pasar baru bagi industri kerajinan dan batik. Katakanlah Kota Malang dikenal sebagai kota pendidikan, industri jasa, dan pariwisata. Kota dengan ciri-ciri demikian, sangat memungkinkan tumbuhnya industri kreatif. Bahan dasar atau produk jadi bisa disuplai dari daerah lain, sementara kota ini menjadi pasarnya. Banyak hal sebenanya bisa kita lakukan, tapi tanpa ada yang berani menginisiasi dan mengoneksikan dengan pihak lainnya, mustahil ide kreatif berubah jadi kenyataan yang bernilai.

Maksud hati agar antara pemerintah yang dalam hal adalah BBKB, dapat mengembangkan “industri kreatif” berbasis komunitas. Pemerintah menyediakan jasa layanan penelitian, konsultasi, diklat, rekayasa dan standardisasi serta memastikan peluang pasar; sementara masyarakat secara kreatif dan inovatif memanfaatkan potensi SDA yang ada disekitarnya menjadi produk baru yang bernilai, baik sosial dan ekonomi. Mungkin harapan ini terlalu berlebihan, dan kenyataan di lapangan jauh lebih rumit. Sayangnya, sms saya oleh Pak Winsu belum mendapatkan tanggapan sejauh ini. Mau diapakan produk-produk itu usai PPI 2015? Wassalam (yunusuin@gmail.com).

------------------------------

Baca juga:

Menyaksikan PPI 2015, Tumbuhkan Bangga Produk Unggulan Indonesia

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun