Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemeriahan Muktamar NU ke-33, “Sarung Merah” Jokowi, dan Asaku

3 Agustus 2015   11:54 Diperbarui: 3 Agustus 2015   14:43 2636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption=""Parade Seni Syiar" Mukmatar NU ke-33 di Jombang/Dok. Pribadi"][/caption]

Bila seleksi kepemimpinan nasional RI dilakukan lewat Pemilihan Umum (Pemilu), maka organisasi massa (ormas) semisal NU dan Muhammadiyah dilakukan lewat mekanisme Muktamar. Sabtu malam Minggu kemarin lusa (1/8/2015), saya sempat hadir di arena Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33, yang dibuka secara resmi oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Meski saya hanya duduk di kursi booth Bank Jatim yang berada di dekat panggung arena (bukan forum tertutup yang khusus para peserta Muktamar), saya dapat menyaksikan secara terbuka dan merasakan gegap-gempita acara yang dihadiri oleh puluhan ribu pengunjung yang memadati alun-alun Kota Jombang, tempat acara pembukaan Muktamar NU itu berlangsung. Terima kasih ya Bank Jatim, atas kursinya. Karena ribuan warga lain menyaksikan acara itu dengan cara duduk di lapangan atau berdiri di pinggiran arena Muktamar. Mereka menyaksikan parade shalawat 1.000 santri dan iringan lagu Maher Zain serta ragam musik lainnya yang mengesankan.

[caption caption="Menyaksikan Acara Seremoni dan Parade Seni dari Stand Bank Jatim/Dok. Pribadi"]

[/caption]Menyaksikan Acara Seremoni dan Parade Seni dari Stand Bank Jatim/Dok. Pribadi[caption caption="Suasana Gegap Gempita Muktamar, Tampak Pangung terbuka Untuk Umum di Alun-Alun Kota, Jombang/Dokumen Pribadi"]
[/caption]

Seremoni Muktamar NU dan “Sarung Merah” Jokowi

Pembukaan pertemuan akbar lima tahunan itu ditandai dengan pemukulan bedug oleh Jokowi, pertanda Pembukaan Muktamar secara resmi dimulai. Tidak seperti biasanya, Jokowi dalam kesempatan itu memakai sarung, pakaian khas santri pondok pesantren di Nusantara. Uniknya, sarung yang dikenakan Jokowi berwarna “merah”, sementara Gus Ipul (sapaan Saifullah Yusuf) selaku Ketua Panitia Muktamar Lokal Jombang Jatim, mengenakan celana panjang. Dalam kata sambutannya, Gus Ipul sempat berseloroh, "Alhamdulillah, Pak Presiden malam ini memakai sarung karena menghormati Muktamar NU, padahal saya sengaja memakai celana (celana panjang, pen.) untuk menghormati Pak Jokowi,” demikian “guyonan” Gus Ipul saat memberi kata sambutan. Tak urung, hadirin meresponsnya dengan tawa “ger-geran” dan tepuk tangan meriah. Apa makna “sarung merah” lebih dari itu, entahlah, saya hanya berbagi cerita seputar kemeriahan Muktamar.

Muktamar NU ke-33 itu berlangsung sejak 1 – 5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Di lain pihak, Muhammadiyah hendak menyelenggarakan Muktamar ke-47 pada 3 – 7 Agustus 2015 di Makassar yang sedianya juga akan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Mungkin di Makassar, Jokowi tidak akan mengenakan “sarung” merah lagi. Agenda utama pertemuan besar itu, baik bagi NU maupun Muhammadiyah adalah untuk memilih nakhoda baru masing-masing organisasi periode 2015-2019 dan membahas berbagai hal strategis terkait kebijakan internal organisasi, persoalan keummatan dan kehidupan bangsa di masa depan.

Selama Muktamar NU ke-33 berlangsung, para peserta dari seluruh perwakilan pengurus cabang NU di Indonesia yang dikenal dengan sebutan “Muktamirin” (peserta Muktamar), membahas beragam agenda di sejumlah pondok pesantren, yaitu: Pesantren “Bahrul Ulum” Tambak Beras, Pesantren “Manba’ul Ma’arif” Denanyar, Pesantren “Darul Ulum” Rejoso, dan Pesantren Tebuireng yang semuanya berada tidak begitu jauh dari alun-alun kota, Jombang. Jarak masing-masing Pesantren tersebut dengan alun-alun kota itu sekitar 5-6 km.

Sebelum acara pembukaan dimulai, pada sore harinya (1/8/2015) saya kebetulan berkesempatan berkunjung ke Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, di ndalem (rumah) Kyai Haji Nashir, salah satu pengasuh pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang. Di pondok ini, segala kegiatan Muktamar yang berkaitan dengan acara kajian ilmiah dipusatkan. Kegiatan itu dikemas dengan nama KISWAH, singkatan dari Kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Ada beberapa narasumber dalam acara itu, seperti Ustadz Muhammad Idrus Ramli, K.H. Abdurrahman Navis, K.H. Asyhar Shofwan, dan lain sebagainya. Agenda kegiatan KISWAH yang dipusatkan di pesantren Tambakberas ini seperti tampak pada gambar berikut ini.

[caption caption="Agenda Kajian "KISWAH"/Foto Dok. Pribadi "]

[/caption]

[caption caption="Forum Diskusi PCNU Internasional di PP Bahrul Ulum Jombang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Sepanjang jalan menuju alun-alun kota kebanggaan warga Kabupaten Jombang penuh sesak oleh kendaraan bus dan roda empat yang diparkir rapi. Pintu gerbang masuk arena Muktamar, berada tepat di depan Masjid Agung Kota Jombang. Ucapan Selamat dan Sukses Muktamar NU ke-33 dari beragam organisasi maupun individu pun tampak terpampang di sepanjang jalan menuju arena Muktamar. Ratusan spanduk besar dan banner bertemakan “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia” terlihat jelas di seputar Arena Muktamar.

[caption caption="Di depan Masjid Agung Jombang inilah Arena Seremoni Muktamar Berlangsung/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Stan-stan pameran yang menampilkan beragam produk mengelilingi alun-alun-alun kota, semakin menambah semarak acara Muktamar. Eit… ternyata batu akik pun juga dijual di tepi trotoar, mereka mengais rejeki di antara para pengunjung yang lalu lalang. Tak kusangka, ternyata teman saya membeli bahan batu akik yang bernama batu “bulu macan” yang berwarna hitam itu. Keunikan lain, ada juga kegiatan membatik sebagaimana dipajang di salah satu stan Bank Jatim, setiap pengunjung boleh mencoba membatik beragam motif “batik khas Jombang” di stan itu. Asyik… tuh. Mmpung belum tutup, coba aja hingga acara usai tanggal 5 Agustus 2015 nanti.

[caption caption="Membatik di Depan Peserta Muktamar/Dok. Pribadi"]

[/caption][caption caption="Bongkahan Akik "Bat Bulu Macan"/Dok. Pribadi"]

[/caption][caption caption="Salah satu Stan Pameran Muktamar NU ke-33/Dok. Pribadi"][caption caption="Unik, Di sini Dijual Batu Akik/Dok. Pribadi"]

[/caption]
[/caption]

Apa makna Tema Besar Muktamar NU 2015?

NU dalam muktamarnya kali ini mengangkat tema: “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Berdasarkan penjelasan resmi panitia Muktamar NU (dapat diunduh di sini), sebatas yang dapat saya pahami, Islam Nusantara bukanlah madzhab atau aliran yang berusaha mereduksi Islam itu sendiri. Demikian halnya yang saya tangkap dari penjelasan K.H. Said Sirodj saat memberi kata sambutan pada acara pembukaan tersebut. Tema ini justru berusaha menghadirkan esensi ajaran Islam yang dapat “membawa rahmat untuk semua” (rahmatan lil ‘alamiin) dengan tetap memperhatikan “kearifan lokal” (lokal jenius) yang tidak bertentangan dengan esensi ajaran Islam itu sendiri. Sebagaimana tertulis dalam petikan dokumen panitia mengenai tema muktamar, dijelaskan bahwa:

“Karakter Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Kehadiran Islam tidak untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Sebaliknya, Islam datang untuk memperkaya dan mengislamkan tradisi dan budaya yang ada secara tadriji (bertahap). Bisa jadi butuh waktu puluhan tahun atau beberapa generasi. Pertemuan Islam dengan adat dan tradisi Nusantara itu kemudian membentuk sistem sosial, lembaga pendidikan (seperti pesantren) serta sistem Kesultanan. Tradisi itulah yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan tradisi dan budaya Nusantara”.

“…Islam Nusantara dimaksudkan sebuah pemahaman keislaman yang bergumul, berdialog dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara, dengan melalui proses seleksi, akulturasi dan adaptasi. Islam nusantara tidak hanya terbatas pada sejarah atau lokalitas Islam di tanah Jawa. Lebih dari itu, Islam Nusantara sebagai manhaj atau model beragama yang harus senantiasa diperjuangkan untuk masa depan peradaban Indonesia dan dunia. Islam Nusantara adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan hanya cocok diterima orang Nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya, yakni rahmatan lil ‘alamin”.

Kini, acara Muktamar sudah memasuki hari ke-3. Para Muktamirin akan membahas beragam agenda hingga penutupan pada tanggal 5 Agustus 2015 nanti. Sementara pemilihan-pemimpin baru menurut rencananya akan dilangsungkan besok pada tanggal 4 Agustus 2015. Sementara bagi non-muktamirin, alias warga umum dapat menyaksikan secara gratis aneka hiburan di pusat alun-alun pusat kota Kabupaten Jombang yang dikemas dengan nama “Parade Seni Syiar” Muktamar NU ke-33. Kegiatan ini terbuka untuk umum, yang dapat disaksikan sejak tanggal 1 – 5 Agustus 2015. Inilah agenda Parade Seni Syiar, sebagaimana terpampang pada banner besar yang dipajang di depan pintu gerbang alun-alun Jombang.

[caption caption="Parade Seni, Dapat Disaksikan Oleh Publik Secara Gratis Hingga 5 Agustus 2015/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Terlepas dari beragam komentar sebelumnya terhadap wacana “Islam Nusantara” sebagaimana marak di media sosial, saya melihat acara Muktamar kali ini sangat meriah. Sepulang dari acara itu, saya sempat menikmati makanan Pecel Lontong Kikil Khas Jombang yang tak jauh dari lokasi Arena Muktamar. Menurut penuturan penjualnya ketika saya tanya, warung itu buka tiap hari sejak pukul 4 sore (16.00 WIB) hingga pukul 2 dini hari (02.00 WIB). Rasanya sungguh membuat lidah ini ingin menikmati lagi suatu saat nanti. Pantas, bila warung itu selalu ramai dipadati pengunjung seperti tampak pada gambar di bawah ini.

[caption caption="Laris Manis, Aneka Makanan Kikil Pecel Lontong Khas Jombang/Dokumen Pribadi"]

[/caption]

Saya berharap, NU dalam Muktamar kali ini tidak sekadar mempertahankan tradisi lama yang diangap masih baik (mukhafdazatu ala qadhimi al-shaleh), lebih dari itu dapat melahirkan ide-ide kreatif yang lebih baik (wal akhdu al-jadidil ashlah) seperti slogannya, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pemecahan problem-problem mendasar untuk kemajuan bagi mayoritas umat Islam Indonesia dan dunia di masa depan. NU tidak hanya fokus pada masalah spiritual, sosial, dan dakwah, melainkan juga semakin berperan dalam memberdayakan ekonomi warganya, bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya. Ribuan pesantren baik yang secara langsung berafiliasi dengan NU atau tidak, dapat dijadikan sebagai basis pemberdayaan umat dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi sekaligus sebagai perekat budaya bangsa khas Islam Nusantara seperti yang NU suarakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun