[caption id="attachment_421804" align="aligncenter" width="700" caption="Nurulloh, Content & Community Editor Kompasiana Sedang Presentasi (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"][/caption]
Buat konten (produk) yang unik, bermanfaat, temukan pengguna, dan raih benefit. Bersama perusahaan jasa kurir dan logistik yang bernama Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), kebahagiaan komunitas yang berjauhan jaraknyapun bisa terhubungkan. Di mana saja, kapan saja, just click! Itulah kira-kira sebagian kesimpulanku setelah terlibat diskusi bertajuk “Inovasi Strategi Bisnis di Media Online”. Forum itu merupakan rangkaian roadshow Kompasiana Blogshop bersama JNE pada 12 Mei 2015 yang berlangsung di kampus Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Di hadapan sekitar 100 mahasiswa UB dan 50 kompasianer yang hadir, para narasumber berpengalaman di bidangnya (Nurulloh dari Kompasiana Jakarta, Wahyu Aditya dari HelloMotion, Inc Jakarta, dan Andre Vincent Wenas dari JNE Jakarta) saling berbagi pengalaman. Berikut ini penulis sharing intisari hasil diskusi di kampus UB Malang yang berlangsung seru dan bernilai guna. Tulisan ini berturut-turut menyajikan reportase sejak pra acara, kegiatan inti, dan penutupan. Tak hanya itu, disisipkan pula kisah terbentuknya Blogger Kompasianer Malang (BOLANG) selepas acara.
Pra Acara yang Mengesankan: Ada “Bakso Presiden” di Booth JNE
Seperti apa ya riil bisnis online itu? Gambaran awal atas jawaban itu, seolah tersimpan di balik banner Kompasiana Bloghsop dan Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). Banner itu terpajang di depan pintu gerbang menuju lokasi acara. Rasa penasaran semakin bertambah, ketika melihat ada “bakso Presiden” ditawarkan di booth JNE. Terpajang aneka produk khas makanan Nusantara di booth itu. Batinku, ternyata bakso pun bisa dikirim ke pelanggan nun jauh di sana, gimana strateginya ya?
[caption id="attachment_421808" align="aligncenter" width="700" caption="Penjaga Booth (stan) JNE sedang memperkenalkan bakso "President" dan aneka "Oleh-oleh Khas Nusantara" yang bisa dipesan secara online (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"]
Biar tidak kehilangan momen langka, aku cepat-cepat isi daftar hadir. Layanan panitia sungguh memuaskan. Selain ramah, cepat tanggap, mereka juga murah senyum. Hemm, ternyata dapet nasi kotak, kaos JNE, dan aneka gift. Wow… lumayan, belum-belum sudah dapet benefit! Itulah gunanya berinteraksi sosial dalam sebuah komunitas kompasianer: muncul banyak peluang tak terduga! Selain memperoleh manfaat sosial, juga mendapatkan manfaat ekonomi. Makanya, kata orang beragama dikatakan: “sering-seringlah silaturrakhim, karena dengan begitu Anda akan dipanjangkan umurnya dan diluaskan rejekinya. Benar kan, pengalaman membuktikan... :).
[caption id="attachment_421809" align="aligncenter" width="630" caption="Registrasi peserta sebelum acara dimulai (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"]
Pikirku, selagi acara masih belum dimulai, aku lakukan wawancara kecil dengan para penjaga booth JNE yang cantik nan ramah :).
“Mbak, apa semua produk ini dijual secara online?” Tanyaku. “Ya Mas”, dia menjawab tegas. “Termasuk Bakso Presiden yang ada kuahnya itu?” Tanyaku lagi. Dia menimpali: “Ya Mas”. Lalu… gimana ngirimnya? Setelah dijelaskan, ternyata sebuah perusahaan jasa kurir dan logistik yang dikenal JNE itu membekukannya terlebih dahulu. Setelah dibekukan, baru dikirim ke pelanggan, dan pelanggan tinggal memanaskan kembali dan memberinya kuah. Luar biasa bukan…? Ternyata bisnis online itu bisnis produk riil di dunia maya. Oalah… So, belum diskusi di forum sudah dapat satu jawaban penting. Lalu bagaimana dengan harganya, apa harus lebih mahal? Lama tidak sampainya? Dan masih banyak pertanyaan lagi yang perlu diketahui. Para pembaca, makanya ikuti terus cerita di bawah ini. Dijamin, cerita ini sarat ilmu, isinya daging segar semua: hehe… :).
Acara Inti: Sharing Ilmu, Tips dan Trik Bisnis di MediaOnline
Dalam sambutannya, Ibu Dr. Sumiyati selaku tuan rumah dan Ketua Jurusan Manajemen itu menekankan pentingnya kreativitas dan inovasi dalam bisnis. Hal ini sejalan dengan kampus UB sebagai “Entrepreneur University”. Setelah beliau mengakhiri sambutannya, kinigiliran Nurulloh selaku Content & Community Editor Kompasiana diberi kesempatan untuk berbicara sebagai nara sumber pertama.
Konten adalah raja! Demikian Mas Nurulloh menegaskan pentingnya “menjual konten” di media online. Jadi, media online hanyalah alat atau jalan menjual konten. Jika media tidak mengandung konten yang bernilai, maka produk yang dijual tidak akan laku. Menurut Nurulloh, ada tujuh tips dan trik yang patut mendapat perhatian:
Pertama, menurut Nurulloh, buat konten yang menarik dan bermanfaat. Jika tidak, dijamin tidak ada “pilihan rasional” buat konsumen untuk membeli, ya kan? Tapi ini belum cukup, menurutnya konten harus memenuhi syarat kedua, yaitu buat konten yang tidak “mainstream”. Artinya, konten itu belum pernah diangkat oleh media. Demikian ia menegaskan. Konsekwensinya, produk mesti unik. Keunikan ini memunculkan daya tarik. Salah satu contohnya adalah pesan online produk makanan khas Nusantara dalam satu klik dan didatangkan langsung dari daerah asalnya. Coba aja ketik kata kunci pesonanusantara di mesin pencari Google, dan lihatlah apa yang akan muncul? Wow, jika Anda berada di Malang dan rindu makanan “Empek-Empek” khas Palembang, tinggal klik aja tuh. Bantu promosi nih…
Ketiga, masih menurut Nurulloh, gunakan data dan fakta, gali pengalaman dan testimoni. Mengapa? Karena pelanggan akan belajar dahulu pada pengalaman pendahulunya. Testimoni penting ditampilkan dalam blogshop. Keempat, gunakan gaya naratif, berceritalah. Dengan story telling, calon pengguna akan mengerti produk apa yang dibutuhkan dan bermanfaat. Demikian Nurulloh membagi pengalamannya. Jika hanya ditampilkan teks saja, tidak ada image, dan ceritanya tidak mengalir, maka konten terasa mati. Seolah-olah, sang raja tidak mau berkomunikasi dengan calon pelanggan. Bercerita, merupakan bagian dari memporomosikan produk secara persuasif.
Tidak hanya itu, kelima, blogger harus meng-update konten secara berkala; dan keenam, libatkan pembaca dalam percakapan, dan ketujuh ada sharing. Demikian editor Kompasiana tersebut memberikan trik dan trips yang bermanfaat, khususnya bagi pebisnis online pemula. Acara roadshow Kompasiana Blogshop ini merupakan salah satu contohnya. Kompasianer dilibatkan dalam satu forum, disediakan ruang untuk bertemu, bertanya, mengkritik, dan memberikan masukan berharga. Kepada mereka, diberikan affirmasi dan respon sebagaimana mestinya. Dengan begitu, para user yang beragam akan merasa menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas bisnis sosial. Kiranya, inilah yang digambarkan sebagai konsep “pemasaran sosial berbasis komunitas”. Ada saling kepercayaan, saling membutuhkan, dan saling memperoleh benefit.
Efeknya, kini ada sekitar 300.000 ribu lebih anggota kompasianer yang bergabung bersama Kompasiana. Tahu nggak, dulu saat tahun-tahun awal Kompasiana dilaunching, sehari hanya sekitar 50 artikel yang masuk. Rekan wartawan saja tidak banyak yang menulis disitu, tidak sempat. Sekarang, “ditinggal kencing saja”, kembali lagi ke depan layar sudah puluhan artikel yang masuk. Seluruhnya kini ada jutaan artikel yang masuk. Demikian pengakuan Nurulloh, sang penjaga konten dan community editor Kompasiana ketika berbincang-bincang bebas selepas acara dengan para blogger kompasianer Malang. Hehe… :). Luar biasa bukan?
Pentingnya Creative Visual Content
Wow… mengesankan. Itulah gambaran narasumber berikutnya ketika berbicara, yaitu Mas Wahyu Aditya. Lewat tutur katanya yang mengalir alami bak air sungai gunung Panderman di Batu, Mas Wahyu menekankan pentingnya creative visual content. Kata Founder Hellomotion Academy (2004) asal Malang itu, “our brands like images”. Sebuah brand akan kehilangan daya tariknya, jika tidak disertai gambar visual yang mudah diingat. Brand layaknya sebuah gambar. Logo misalnya, selain memiliki makna filosofi, juga harus menarik dan tidak kaku. Karena itu, dia yang Alumnus SMAN 3 Malang itu kembali menegaskan urgensi prinsip creative visual content dalam karyanya: Sila Ke-6: “Kreatif Sampai Mati!”
[caption id="attachment_421810" align="aligncenter" width="700" caption="Wardah Fajri (MC) paling kiri, Pak Andre Vincent Wenas (JNE), Bu Sumiati dan rekannya dari UB (tengah, berdua), Wahyu Aditya (bertopi), dan paling kanan Nurulloh (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"]
Crowd Sourcing. Aliran dari sumber penemuan (ide) sampai bertemu dan laku di pasar jalannya rumit. Namun jalan itu mesti dilalui dan ditemukan. Demikian kata alumnus sekolah animasi dari salah satu perguruan tinggi di Sydney Australia itu. Menurut pengakuannya, dia baru menemukan jalan hingga diterima di berbagai instansi pemerintah membutuhkan waktu lebih dari 4 tahun. Siang malam dia mengotak-atik produk dunia visual content, dunia animasi, kemudian membagikan pengetahuannya ke publik. “Ayo berantas buta visual!”, demikian dia melakukan edukasi. Wahyu Aditya juga menunjukkan contoh produknya, dan bahkan membaginya secara gratis lewat beragam media sosial.
Demikian halnya, dengan Hello Motion Academy Jakarta yang Wahyu dirikan. Untuk benar-benar diterima pasar seperti sekarang ini, dia harus bersabar beberapa tahun. Hasilnya, 60% alumninya mendapatkan pekerjaan 1-3 bulan setelah lulus. Survey ini dilakukan kepada 100 siswa periode Juni-Agustus 2013. Bandingkan dengan universitas lain yang mungkin membutuhkan waktu 3-4 tahun. Intinya, ada efisiensi belajar yang dihasilkan oleh akademi yang dia dirikan.
Gimana sih Konsep Crowd Sourcing itu?
Jangan berat-berat nih penjelasan teorinya. Ya…ya, tapi ini bagian yang penting loh. Saya coba ringkaskan kembali penjelasan Wahyu Aditya nih. Sebuah produk selalu diawali dari penemuan atau ide. Agar temuan itu sampai ke pasar dan laku, dibutuhkan kreativitas dan teknologi. Jadi kalau diurutkan jadi gampang: penemuan-kreativitas-teknologi-pasar. Namun jalannya rumit. Disitulah kita harus bersabar. Gampang kan…? Itulah konsep “crowd sourcing”.
Jadi, sebagai wirausahawan harus bersabar sebelum menuai hasil. Karena, saat pertama kali konten ditemukan hingga konten benar-benar diterima pasar, jalannya rumit. Acapkali juga membutuhkan waktu yang tidak pendek. Sikap sabar, menjadi jembatan penghubung waktu antar dunia gagasan dengan dunia kenyataan, ya kenyataan untuk berhasil dan diterima pasar.
Masih mau berbagi ilmu nih?
Terakhir, narasumber Andre Vincent Wenas, Chief Human Capital Officer JNE presentasi. Sang praktisi bisnis jasa kurir ini,berbicara mengenai media online business innovation. Intinya, inovasi yang ditawarkan JNE sebagai perusahaan jasa kurir, menurut Pak Andre, bertujuan untuk menciptakan “connecting happiness” (menghubungkan kebahagiaan). Ya, kebahagiaan orang yang menjual konten (karena barangnya laku), dan kebahagiaan pihak yang membutuhkan konten (karena kebutuhannya terpuaskan). Komunitas bahagia tercipta, karena terhubungkan.
[caption id="attachment_421814" align="aligncenter" width="700" caption="Berturut-turut dari tengah (pakai topi) ke sebelah kanan gambar adalah Wahyu Aditya, Pak Andre Vincent Wenas (pakai baju kotak-kotak) dan General Manajer JNE Jatim Windhu Abiworo (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"]
JNE, menurut Pak Andre, merupakan pendukung Usaha Kecil Menengah (UKM). Jadi, JNE adalah supporter setia komunitas. Menurutnya, produk bisnis yang dipasarkan secara online yang paling banyak adalah bisnis apparel. Termasuk dalam kelompok apparel adalah produk baju, batik, desain kaos, dan sejenisnya. Di bawah peringkat produk apparel, baru kemudian beragam jenis produk hand phone (HP) yang banyak dijual secara online.
Mengapa Dijual Secara online?
Menurut Pak Andre, pertama, pasti hemat waktu. Pembeli tidak perlu datang langsung ke toko penjual. Kedua, pengguna internet yang sering disebut netizen, menurut data yang disebutkan Pak Andre teridentifikasi sekitar sekitar 75 juta orang. Dari jumlah itu, baru sebanyak 12,8% yang memanfaatkan bisnis dengan media online. Selebihnya (87,2 %) tergolong netizen potensial. Apa maknanya? Segmen pasar bisnis online masih terbuka lebar. Ayo buruan ambil peluang nih.
Ketiga, bisnis online mempertaruhkan reputasi. Sebagaimana dijelaskan oleh GM JNE Windhu Abiworo, awalnya JNE didirikan oleh 9 orang pada tahun 1990. Nekat, sebab 9 orang itu belum pernah pergi ke seluruh Nusantara, tetapi berani mengirim barang ke seluruh kota di Indonesia. Mereka berani ambil risiko. JNE berani menerima risiko double, yaitu ketika menerima titipan barang dan saat mengirimkan barang. Ketika ada risiko, berarti ada peluang. Berani mengambil risiko yang diperhitungkan, itulah karakter wirausaha. Itulah pelajaran yang dapat kita petik dari penjelasan Pak Windhu. Cukup sampai di sini dulu ya. Ayo segera persiapkan, toko online Anda! Bekal awal sudah ada kan… tunggu apalagi, take action!
Namun sebelum ditutup, dalam forum itu ada acara seru-seruan. Foto-foto selfie barengNurulloh, panitia JNE, para peserta dan Kompasianer Malang (foto-foto di bawah). Ada juga bagi-bagi hadiah, tentu buat mereka yang paling berprestasi, seperti bagi peserta yang paling lancar ucapkan "5 sate 10 tusuk" sebanyak 10x; atau dia yang paling keren membuat komentar via Twitter yang ditayangkan saat acara sedang berlangsung. Selamat ya, buat yang dapet hadiah-hadiah keren dari JNE.
[caption id="attachment_421818" align="aligncenter" width="960" caption="Foto selfie bersama para Kompasianer dan peserta (Dokumen foto group si Bolang, 12/5/2015)"]
[caption id="attachment_421819" align="aligncenter" width="700" caption="Panitia penerima tamu dari JNE, mereka berdualah yang membagi goodiebags, kaos JNE, makanan dan snack. Foto ini diambil atas izin mereka. Makasih ya... (Dok. Pribadi, 12/5/2015)"]
Paling terakhir, ada bocoran loh…
Habis acara itu, para Kompasianer Malang sepakat membentuk group Kompasianer Malang, namanya BLOGER KOMPASIANER MALANG, disingkat “BOLANG”. Usulan itu berasal dari Mbak Avy. Maunya sih “Komplang”, Kompasianer Malang, ini usulan Mas Sam. Tapi kok Komplang, bukankah artinya “kosong”? demikian sanggahku waktu itu. Mas Sam kemudian menimpali kembali, Komplang yang berarti kosong itu kan baik artinya, mengesankan suasana hening, pengosongan diri. Bisa juga, Hehe… :). Tapi para Kompasianer Malang lebih menyukai si Bolang.
Hal itu adalah sebagian bukti, bahwa para Kompasianer Malang dan Jatim (seperti Gresik, Madiun, Waru, Surabaya dan sekitarnya) menginginkan terciptanya komunitas yang berkelanjutan. Ada kekuatan komunitas yang perlu dimanaj untuk memperkaya wawasan, perluasan koneksitas, dan penguatan networking secara berkelanjutan. Siip deh, mantap. (yunusuin@gmail.com).
[caption id="attachment_421820" align="aligncenter" width="960" caption="Inilah wajah-wajah Blogger Kompasianer Malang (BOLANG) bersama para narasumber dan JNE (12/5/2015)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H