Mohon tunggu...
M Wiyono
M Wiyono Mohon Tunggu... Guru biasa -

Ustad Virtual yang selalu menjawab dengan tulisan dan menggali data melalui bacaan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tanah Tumpah Air Mata

24 Januari 2016   15:07 Diperbarui: 24 Januari 2016   15:15 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Celoteh begawan meng-awan jauh ke langit tinggi

Merasa paling mahir mengatur dunia tumpah darah

Teori dan pengetahuan diperdalam

Timbangan sanubari diabaikan

 

Kerendahan dimana-mana berserakan

Seperti jamur yang tumbuh di musim hujan

Obrolan kelaparan dimeja makan

Ide bebas banjir di menara tinggi kedap petir dan suara bising

 

Riuh rendah tuntutan hanya mengambang

Diatas tarian derita rakyat yang makin mengejang

Karena ganasnya ketidak-adilan

Sang begawan hanya bisa memandang

 

Layar kaca televisi berhias potret negri

Berubah-ubah silih berganti

Kadang pesta pora kadang duka lara

Sedetik gembira ria detik berikutnya duka nestapa

 

Melihat potret negeri seoleh berubah tanah tumpah air mata

 

Semangat berkarya bangsaku

Kuabadikan namamu dalam aliran darahku

Aku cinta kamu

Karena kau adalah ibu pertiwiku

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun