Mohon tunggu...
Muhammad Prihatno
Muhammad Prihatno Mohon Tunggu... lainnya -

Kebenaran itu: Tidak punya orang tua Tidak punya tanah air Tidak punya bangsa Bahkan... Tidak punya agama Ia hanya punya TUHAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemanusiaan Teroris (?)

13 Agustus 2018   10:02 Diperbarui: 13 Agustus 2018   10:13 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 20 September 2001, George Bush (Presiden Amerika Serikat) menyampaikan The Nature of the Terrorist Threat Today (Sifat Dasar Teroris yang Membahayakan Dewasa ini). 

Beliau berpendapat bahwa kondisi-kondisi yang memicu munculnya kelompok teroris adalah fenomena kemiskinan, korupsi, konflik agama,  dan perselisihan etnik. Karakteristik terorisme tersebut dimaksudkan beliau untuk memutus jaringan teroris. Namun, apa lacur justru karakteristik tersebut menjadi pembenar dan alasan bagi para teroris untuk melakukan teror.

Dan sekarang issue terorisme sudah menjadi issue global yang menjangkiti hampir seluruh negara, baik negara yang miskin maupun negara kaya. Begitupun Indonesia yang dikejutkan, pada mulanya, dengan pengeboman di Bali beberapa tahun yang lalu. Semua komponen bangsa tersentak. 

Selanjutnya gerakan pemberantasan terorisme dilakukan negara, mulai dari sisi regulasinya sampai kepada instrumen pemberantasannya seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Densus 88 serta lembaga-lembaga yang dibentuk negara dalam rangka pencegahan terorisme.

https://youtu.be/QIrpR5xN8s8

Semua gerakan disusun secara sistematis dengan menggelontorkan dana yang relatif besar. Namun, hingga hari ini terorisme di Indonesia tak kunjung hilang/mati. Bahkan para teroris seperti tak kekurangan kreasi dalam melakukan teror, meskipun para ahli teroris telah menyusun konsepsi yang cukup banyak untuk menanggulanginya. Seminar dan sosialisasi tentang hal tersebut telah ratusan kali dilakukan diberbagai daerah.

Para pemikir keagamaan pun telah membongkar kemampuan tafsir teks kitab sucinya untuk "membuktikan" bahwa terorisme tidak dibenarkan oleh agama, agama apapun.

Memang para teroris melakukan pembenaran aktivitasnya banyak sekali menggunakan "bahasa" agama dalam merekrut anggotanya, dan yang menjadi jargon utamanya adalah jihad; tentu saja jihad menurut versi mereka. Jadi, secara sederhana mereka menjadikan karakteristik yang telah disampaikan Bush sebagai pembenar kegiatan terorisme dengan cara jihad.

Bangsa Indonesia yang berPancasila secara umum tidak menghendaki terorisme berkembang di Indonesia, oleh karena itu gerakan pemberantasan terorisme harus terus dilakukan.

Namun upaya ini tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaan. Pernyataan tentang kemanusiaan terhadap teroris bukan berarti sikap lunak dikedepankan dalam penanggulangannya. Justru ketegasan dan taat prosedur penanggulangan menjadi elaborasi dari kemanusiaan.

Berkaitan dengan hal ini, beberapa hari yang lalu, di Kota Bengkulu, telah dilakukan penangkapan terduga teroris (deskripsi penangkapan lihat pada video). Terlihat pada video tersebut terduga teroris ditangkap, sementara anak balita yang digendong sang ibu seperti tidak menjadi perhatian aparat untuk "dimanusiakan".

Melihat video tersebut mengingatkan kita akan peristiwa di zaman Nabi Muhammad SAW, sebagai berikut:

Nabi Muhammad SAW, pada suatu ketika, menggendong anak bayi sahabatnya. Tak lama bayi dalam gendongan Nabi, kemudian bayi tersebut ngompol dan dengan sentakan keras orang tua si bayi tersebut menarik bayi itu dari gendongan Nabi. Nabi menunjukkan wajah ketidaksukaannya sambil berkata bahwa air seni yang mengotori bajunya sebentar saja dapat dibersihkan tapi sentakan keras yang dilakukan akan membekas di jiwa si bayi hingga ia dewasa dan menjadi sebuah instrumen pembentuk karakter dirinya.

Nah, dengan demikian tindakan aparat dalam memberantas teroris yang seperti itu sangat mungkin kontraproduktif, dan justru akan menambah potensi calon teroris melalui trauma psikologis yang dialami si anak.

Kejadian penangkapan yang seperti ini bisa jadi bukan hanya terjadi di Bengkulu tapi juga di daerah lain di Indonesia.

Terorisme, terlepas dari perspektif konspirasi, memang merupakan musuh besar bagi sebahagian besar rakyat Indonesia, namun bukan berarti kesewenang-wenangan diperbolehkan. Perhatian yang serius tentang kemanusiaan dan pemanusiaan haruslah menjadi pegangan utama. Apalagi kalau terorisme dilihat dari perspektif konspirasi maka bisa saja para teroris tersebut adalah korban yang harus "dilindungi".

Di akhir tulisan ini perlu disampaikan bahwa sangat diharapkan para pihak untuk meresponi kejadian ini dengan sangat hati-hati dan tetap dalam kacamata kecintaan terhadap kemanusiaan. Meresponi dengan cara seperti ini tidaklah mudah apalagi kalau diingat tragisnya korban akibat tindakan mereka.

Selain itu, kalimat yang menyatakan "ambil hikmahnya" semoga benar-benar bisa didapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun