Sebelum melanjutkan, saya mengimbau pembaca sekalian untuk tidak terlalu serius menanggapi tulisan ini. Hal itu dikarenakan, bisa jadi setelah membaca, pembaca sekalian (yang memiliki jauh lebih banyak pengetahuan di banding saya) akan menganggap tulisan ini sampah belaka. Jadi sebelum itu terjadi, anggap saja membaca tulisan ini just for fun. Namun, saya tidak melarang jika pembaca menanggapinya betul-betul. Tulisan ini dimuat di Qureta
Haha! Lagipula tulisan ini akan membahas tentang sebuah film. Tentunya cukup cocok bukan, di saat liburan belum sepenuhnya selesai seperti ini? In summary, why so serious? Well, anggap saja saya ini orang gabut yang hobi nonton film (non-mainstream) dan sedang mengajak pembaca menonton film yang baru saya tonton. Jadi, tidak perlu sampai mencak-mencak berdebat teoritis karena itu malah membuat lebaran jadi so schon kaputt.
Saya baru saja menonton film pendek keluaran Oats Studio berjudul Rakka. Sekilas dari judulnya, mungkin kita mudah menganggapnya sebagai film India. Namun, ternyata film ini merupakan film Amerika (maksudnya Amerika Serikat) berdurasi sekitar 22 menit dengan genre aksi dan fiksi ilmiah. Film ini bercerita tentang perjuangan suatu pasukan (berbendera Amerika tentunya) yang memerangi alien jahat yang menginvasi bumi.
Sound simple, tapi film ini bukan sembarang film (setidaknya menurut saya). Kerumitan pertama datang dari judulnya. Judul itu terlihat sama sekali tidak berhubungan dengan kisah alien kadal humanoid yang menduduki bumi. Apa makna kata itu? Saya tidak menemukannya dalam bahasa-bahasa utama Amerika. Maksud saya tidak hanya American English, tapi juga bahasa lain dalam rumpun Anglo-Saxon dan Hispanic.
Lalu apa maksud judulnya? Akhirnya saya tonton saja film itu tanpa banyak bertanya. Di sinilah hal-hal yang menarik terjadi. Saya sarankan pembaca menonton terlebih dahulu di situs-situs streaming yang telah ada. Film besutan Neill Blompkamp dan Thomas Sweterlitsch ini dibagi menjadi tiga babak. Babak pertama bertajuk "The World" lalu "Amir & Nosh" sementara bagian ketiga bercerita tentang "Siege".
Pada babak pertama, dunia manusia dikisahkan hampir musnah akibat invasi pasukan alien kadal humanoid yang tidak diketahui asalnya yang diberi nama "vermin" atau "sang hama" oleh penduduk bumi. Vermin nyaris menyapu bersih umat manusia. Uniknya, mereka mengalahkan manusia bukan hanya dengan perang menggunakan senjata. Vermin cenderung menggunakan kemampuan uniknya, mengendalikan pikiran orang!
Vermin bahkan kerap menanamkan semacam chip di kepala manusia berpengaruh seperti politisi agar memengaruhi penduduk bumi untuk tidak takut pada vermin dan percaya pada rencana "pemukiman yang lebih baik" yang dibawa vermin bagi umat manusia. Manusia rupanya terlambat menyadari kemampuan pengendalian pikiran vermin. Namun, manusia telah mampu membuat semacam helm penangkal meski tidak dapat diproduksi massal.
Segelintir manusia yang mampu menolak penguasaan pikiran oleh vermin lewat helm penangkal tersebut kemudian menjadi pejuang yang mengangkat senjata. Perlawanan mereka terbilang kecil karena kekuatan musuh telah menyebar luas akibat pembangunan menara-menara pemukiman vermin di seluruh dunia. Sementara para pejuang hanya bisa melakukan pengeboman konvoi vermin yang sedang berusaha mencuci otak penduduk bumi tersisa.
Sebaliknya, kebanyakan manusia yang jatuh dalam kendali pikiran vermin digunakan sebagai budak eksperimen dan nyaris tidak ada yang lolos. Nyaris, karena ternyata dari satu juta orang, ada satu yang bisa lolos, dialah Amir. Meski tidak banyak berperan aktif, Amir menjadi tokoh sentral dalam film ini karena ia mendapat semacam kekuatan dan ketahanan baru pasca selamat dari eksperimen Vermin. Kisah Amir dan Nosh diletakkan di babak kedua.
Nosh (Brandon Auret) dikisahkan sebagai seorang kriminal "yang suka bermain api dan bom" saat bumi belum dikuasai vermin. Pada era vermin, kemampuan Nosh merakit bom dan senjata dari berbagai rongsokan membuatnya cepat beradaptasi. Tak jarang, Nosh yang digambarkan egois danmata duitan menjual senjata rakitannya dengan harga selangit pada para pejuang. Hal yang tentunya membuat komandan Jasper kesal.
Namun, Nosh mau bernegosiasi karena ia tertarik dengan para "pasien" sebutan untuk korban eksperimen vermin. Lalu cerita berganti ke Amir (Eugene Khumbanyiwa), seorang "survivor pasien" yang selamat dari eksperimen para vermin yang membongkar pasang organ-organ tubuhnya dengan logam, terutama bagian kepala. Hal yang membuat Amir menderita ketakutan dan ketidakstabilan jiwa berkepanjangan hingga dirawat oleh Sarah sang narator (Carly Pope).
Kembali ke misteri judul film ini. Sebegitu pentingkah? Judul bisa dikatakan mewakili sebuah film. Lalu apa sebenarnya makna "rakka" dan apa hubungannya dengan film ini? Bagian yang menarik ada dalam diri Amir. Biasanya dalam film Amerika, tokoh penyelesai masalah atau penyelamat dunia amat Amerika-sentris. Contohnya John O'Connor dalam Terminator dan Silvestre Stallone di film-filmnya tentang Perang Afghanistan dan Vietnam.
Jarang sekali film Amerika, terlebih Hollywood, menggunakan karakter berbau muslim dan imigran sebagai tokoh utama penyelesai masalah. Kalaupun ada tokoh kulit hitam, umumnya digambarkan sebagai tokoh kulit hitam yang "sangat Amerika", seperti agen yang bekerja untuk film Triple X, bukan seorang kulit hitam seperti Amir. Ok, ulasan bagian ini terkesan mengada-ada.
Sekarang kita berpindah ke tokoh Sarah dan latar film. Latar dalam film ini bertempat di medan pertempuran berupa reruntuhan kota di tengah gurun berbatu yang digambarkan dalam film berada di sekitar Texas. Sementara pengambilan gambar aslinya bertempat di Afrika Selatan[1]. Benarkah gurun yang terdapat dalam film merupakan gurun di sekitar Texas atau itu hanya gambar peta yang ditampilkan dan ada maksud lain dari sutradara? Lalu ada apa dengan Sarah?
Hubungan pakaian Sarah dengan judul filmnya mungkin masih terasa terlalu dicari-cari. Namun sederhananya, perlawanan para pejuang umat manusia itu mau tidak mau terisolasi mengingat sedikitnya jumlah dan sumber daya serta tersebar luasnya kekuasaan alien. Penutup muka di Texas identik dengan penutup muka ala koboi sementara penutup muka standar pasukan seperti bandana yang bercorak seragam militer, bukan syal Arab khas "pasukan jihadis".
Sederhananya, jika perlawanan para pejuang terisolasi dan harus sering bersembunyi menghindari pesawat alien, tidak mungkin pasukan manusia sampai harus mengimpor syal dari seberang benua. Tidak mungkin juga syal itu digunakan sembari bergerilnya lintas benua seperti itu sementara radius jelajah manusia terbatas akibat patroli alien. Mengapa Sarah menggunakan "syal jihadis" alih-alih syal koboi atau bandana militer?
Kata "rakka" sendiri jika dicari di Google, selain memunculkan daftar laman tentang film tersebut, juga menampilkan laman-laman pencarian tentang sebuah daerah gubernurmen di Suriah bernama Raqqah. Transliterasi huruf qaf dalam bahasa Arab ke dalam huruf Latin dapat mengalami variasi sesuai dialek asal yang digunakan dan lidah penutur bahasa tujuan.
Variasi juga terdapat pada kata "gamis" (sejenis baju) yang lebih lazim digunakan Indonesia meskipun terdapat variasi dialek kata asalnya berhuruf qaf (Qamisun berarti pakaian) dan terdapat variasi transliterasi Latin lain, seperti "khamis" selain "gamis" itu sendiri. Hal ini menunjukkan terdapat koneksi antara film ini dengan dunia Arab, merujuk pada jalan cerita tentang pendudukan, invasi pemukiman alien, para politisi yang menjadi kambing piaraan alien yang menginvasi, akan cukup kuat koneksinya dengan dunia Arab.
Hal ini sebagaimana dikatakan sutradara sendiri pada The Verge, Neill menjelaskan :
"The original idea was to make a science fiction piece that was about an occupying force in a foreign country, and it kind of grew around that. I always wanted to do a science fiction invasion piece that had direct parallels with an occupying force in a country, like the Germans in France, or Americans in Iraq. There's these levels of armed troops that are walking through neighborhoods, and well-built buildings, and local politicians have been turned or manipulated. There is a lot of stuff in there that I felt was really interesting, and to look at it from a different point of view is really cool. That's where the seed was from."[2]Â
Nah, sang sutradara telah berkata begitu. Dengan demikian, hubungan film ini dengan realita menjadi semakin menarik. Bagian inti dari fiksi ilmiah ini adalah alien kadal humanoid (reptilian). Kenyataannya, dalam psikologi, memang terdapat teorema otak kadal atau otak reptil yang dapat berimplikasi lebih luas pada sektor lain, termasuk sosial dan politik. Lalu?
Bersambung...
[1] Watch Neill Blomkamp Alien Invasion Short Film ‘Rakka’, Starring Sigourney Weaver  Â
[2] Inside Neill Blomkamp’s First Experimental Oats Studios Short ‘Rakka’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H