Mohon tunggu...
uzi ne
uzi ne Mohon Tunggu... -

mengisi waktu luang,,, berkelana di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Efek Domino LPG 12 kg Naik

4 April 2015   11:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sudah wajib hukumnya kalau segala sesuatu yang ada dinegeri ini apa-apa selalu naik, walau belum tentu kesejahteraan rakyatnya sudah naik apa belum. Setelah listrik dan BBM naik, kebutuhan energi berupa gas elpiji 12 kg juga ikut naik. Yang berarti di tahun 2015 ini elpiji 12 kg telah mengalami kenaikan dua kali, di bulan Maret dan per 1 April ini yang mengalami kenaikan sebesar 8.000 rupiah pertabungnya.

Secara teori sederhana yang akan terkena imbas kenaikan ini pasti pengguna elpiji isi 12 kg, namun kenyataan dilapangan tak kan sesederhana itu. Yang diwajibkan menggunakan elpiji 12 kg adalah kalangan industri, sedang gas elpiji 3 kg yang disubsidi diperuntukkan untuk kalangan rumah tangga kurang mampu maupun UKM semisal penjual gorengan, pedagang dengan gerobak, pkl dan sejenisnya. Namun seiring dengan kenaikan ini maka bisa dipastikan akan semakin memperbesar migrasi konsumen dari pengguna 12 kg ke elpiji 3 kg karena alasan menekan biaya produksi.

Maka hal seperti itu tentu akan menimbulkan masalah baru berupa ketersediaan elpiji 3 kg yang semakin menipis dilapangan karena akan diserbu dahulu oleh kalangan industri. Padahal secara jelas dalam aturan bahwa industri hanya boleh menggunakan gas elpiji 12 kg, tapi seperti yang sudah-sudah aturan tinggalah aturan berupa ketikan kalimat di selembar kertas tanpa eksekusi nyata dalam realita.

Pengguna rumah tangga kurang mampu dan UKM tentu akan kalang kabut mencari barang yang seharusnya menjadi hak mereka. Kalaupun ada, harus saling berebut dan dengan harga yang lumayan mahal dari harga yang seharusnya dipatok. Karena kebutuhan gas juga sudah vital bagi yang menggunakannya semisal masyarakat yang tinggal di perkotaan dan harus tersedia bagaimanapun keadaannya, mau tidak mau toh pada akhirnya mereka tetap akan membeli itu. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di desa masih bisa menggunakan alternatif mengganti dengan kayu bakar.

Selain migrasi konsumen pengguna dari elpiji 12 kg ke 3 kg karena alasan irit biaya, yang harus diwaspadai lainnya adalah migrasi kuota elpiji ke luar daerah terutama di daerah yang saling bersebelahan/perbatasan. Hal ini bisa terjadi lantaran adanya perbedaan HET (Harga Eceran Tertinggi) dari satu daerah dengan daerah lainnya.

Semisal sebagai contoh, HET daerah A lebih rendah dari HET daerah B. Dimungkinkan ada saja oknum nakal yang akan membawa kuota elpiji dari daerah A ke daerah B demi mengambil keuntungan yang lebih besar. Mudah saja mengetahui apakah elpiji tersebut memang diperuntukkan untuk daerah kita atau bukan, tinggal lihat segel penutup tabung apakah seperti yang biasanya atau bukan. Karena setiap daerah distribusi masing –masing sudah mempunyai segel penutupyang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Penegakan hukum yang ketat dan tegas pasti akan selalu jadi solusi yang didengung-dengungkan para pemangku jabatan. Pengawasan distribusi adil dan sesuai peruntukan yang dalam hal ini kewenangannya dilakukan oleh pemerintah daerah. Tapi kita pun jangan terlalu berharap akan berjalan sesuai dengan jalur yang semestinya. Mungkin dengan berbagai alasan mereka pada akhirnya hanya akan mengandalkan jurus ngeles untuk lempar tanggung jawab. Kalau sudah seperti itu akhirnya peraturan tinggal peraturan tanpa implementasi.

Dan kembali masyarakat golongan bawah selalu jadi yang pertama merasakan dampaknya sebuah keputusan yang diambil oleh Pemerintahdari harus berebut jatah dengan konsumen industri yang bermigrasi ke elpiji 3 kg. Belum lagi ketika sedang habis, elpiji 3 kg juga langka dan susah dicari. Pasti pengeluaran bertambah karena harga naik dari HET yang sebenarnya dianjurkan oleh pemerintah.

Kenaikan ini juga dapat menjadi pertanda apakah revolusi mental itu memang sudah terjadi atau belum. Ketika ada pihak yang seharusnya menggunakan elpiji 12 kg ada yang masih harus ikut merebut jatah haknya pengguna elpiji 3 kg yang sebenarnya. Akan menarik juga melihat bagaimana tindakan pejabat pemerintah daerah itu. Akankah mampu melaksanakan revolusi mental dengan berbuat tegas dan ketat dalam menghadapi efek domino yang ditimbulkan darikenaikan harga elpiji 12 kg ini. Atau kita sudah tahu jawabannya seperti yang sudah-sudah. Entahlah, hanya waktu dan tindakn yang mampu membuktikan.

Salam Damai Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun