Semenjak kekisruhan pembahasan APBD DKI yang disinyalir terjadi anggaran siluman, nama Haji Lulung pun semakin dikenal publik. Namanya sudah mencuat sejak berita ia mengendarai mobil Lamborghini ketika menghadiri pelantikan dirinya menjadi anggota DPRD. Tapi sayang mobil tersebut masih bodong alias belum memiliki surat-surat kelengkapan dan sampai sekarang belum terdengar lagi kabar beritanya apakah sudah diurus atau belum.
Tak hanya itu, kehidupan masa lalu sebelum duduk menjadi anggota dewan pun semakin banyak orang yang semakin ingin tahu siapa sebenarnya dia. Bermula dari hanya tukang mencari kardus di sekitar Tanah Abang, lalu mampu menjelma menjadi seorang yang disebut GODFATHER, si penguasa Tanah Abang. Di berbagai artikel internet banyak yang menuliskan sepak terjang dirinya dalam pergumulan keras di dalam zona underground sampai menjadi seorang pengusaha sukses dibidang jasa keamanan yang mengklaim mempunyai anak buah hingga mencapai ribuan orang.
Aktifnya Haji Lulung di berbagai organisasi massa sampai terjun ke politik dengan kendaraan Partai PPP mampu mengantarkan dia menjadi anggota DPRD DKI. Beberapa kali dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan dirinya bersama sesama anggota dewan sering tak sejalan dengan Pemerintah DKI di zaman Jokowi hingga Ahok. Dan sebelum kasus APBD mencuat, dirinya termasuk yang bersuara vokal atas ketidaksetujuan kalau Ahok menjadi Gubernur menggantikan Jokowi yang telah menjadi Presiden. Tindakannya itu tercermin dengan mendukung demo ormas Islam sambil berorasi lantang. Namun sayang seribu sayang tindakannya itu tak menghasilkan apa-apa. Bahkan Gubernur tandingan yang sempat dideklarasikan ormas penentang itu kini tak ada kabar lagi, hilang ditelan waktu.
Dalam beberapa hari ini selama pembahasan APBD DKI 2015 sepertinya menjadi puncak popularitas Haji Lulung sebagai seorang politisi. Bagaimana tidak, dari seluruh pelosok Sabang sampai Merauke bagi yang mengikuti perkembangan politik di media massa atau internet pasti akan tahu yang namanya Haji Lulung. Ketenarannya bisa dikatakan menyaingi Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang sering mengundang kontroversi juga sebagai sesama politisi.
Bermula dari video ketika rapat mediasi antara Pemprov DKI dan DPRD DKI yang berakhir ricuh. Dalam video yang menampilkan kelakuan para anggota dewan yang marah-marah dan mengeluarkan perkataan yang tidak pantas karena di pancing tindakan Ahok menunjuk-nunjuk salah satu walikotanya. Haji Lulung juga termasuk yang terlihat marah-marah dan mengeluarkan kalimat tidak pantas tersebut. Dan setelah kericuhan dalam mediasi itu, tak berselang lama maka hari bersejarah untuk Haji Lulung itu tiba.
Sejak hari Kamis (5/3/2015) Haji Lulung mendunia dalam jagat maya Twitter. Lewat tagar #SaveHajiLulung para netizen membicarakannya. Kepopulerannya di dunia maya melebihi Presiden Jokowi dan Ahok yang sekarang jadi lawan seterunya. Namun dibalik tagar yang bernada simpati dan empati untuk dirinya, justru olok-olokan yang diterimanya lewat berbagai kalimat dan gambar yang jenaka untuk menyindir Haji Lulung. Dari bentuk rambutnya yang khas sampai keseleo lidah mengakibatkan USB difitnah menjadi UPS tak dilewatkan para netizen untuk membahasnya. Hal ini berdampak menjadikan dirinya menjadi trending topics di twitter bahkan media sosial lainnya semisal facebook.
Bagaimanakah dengan reaksi Haji Lulung terhadap fenomena orang-orang yang mengolok-olok dirinya. Dengan jiwa kepasrahan, dirinya mengatakan tidak marah dan justru senang karena menjadi terkenal kata dia seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi. Dirinya juga dengan jujur mengakui bahwa tak punya akun sosial media manapun. Bahkan oleh stafnya di anjurkan untuk memiliki akun twitter agar tak dianggap jadul namun dirinya menolak untuk membuat akun tersebut.
Alih-alih bahwa dengan tagar #SaveHajiLulung adalah puncak popularitas dan menjadikan dirinya semakin terkenal, ini justru merupakan kekalahan terbesar yang diderita seorang Haji Lulung atas citra dirinya. Karena dalam hal ini dia bukanlah terkenal karena dipersepsikan sebagai tokoh baik/protagonis tapi seorang yang sebaliknya yaitu sebagai tokoh jahat/antagonis. Penilaian negatif publik terhadap anggota DPRD tak terlepas dari kinerja mereka yang mengatasnamakan wakil rakyat justru lebih sering mengecewakan rakyat itu sendiri. Mempermainkan anggaran agar bisa dikorupsi adalah salah satu kecurigaan masyarakat atas tindakan buruk wakil rakyat yang sudah berlangsung lama . Rasa curiga itu mendekati kebenaran takkala seorang Ahok berani bicara lantang bahwa telah terjadi pelaggaran dana siluman dalam pembahasan APBD DKI sebesar 12,1 triliun.
Maka ketika Haji Lulung berkata “Saya apresiasi, kalau redaksionalnya saya dipuji. Kalau redaksionalnya saya dibully, saya ucapkan sangat berterimakasih. Saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT yang membalasnya”(sumber:Kompas.com). Ini sebenarnya hanyalah sebuah kalimat atas psikologi dirinya yang tak mampu lagi melawan derasnya serangan penghakiman sosial masyarakat yang ditunjukan lewat dunia maya. Ditambah lagi dia juga tak mempunyai akun media sosial sehingga runtuhlah benteng pertahanan itu karena diserang dari berbagai arah dari dunia maya.
Dalam perjalanan hidupnya seorang Haji Lulung boleh berkata bahwa dia adalah seorang Godfather yang punya reputasi untuk disegani sesama pesaingnya dalam dunia yang sudah lama digelutinya. Namun kini seorang Haji Lulung juga merupakan pejabat publik sebagai wakil rakyat yang harusnya dalam bersikap menunjukkan keberpihakan kepada rakyat Jakarta yang dulu telah memilih beliau untuk bekerja di kursi dewan yang terhormat. Maka ketika itu tidak dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh dirinya maupun anggota dewan yang lain, siap-siap masyarakat bersikap protes dengan cara mereka. Penghakiman sosial dari masyarakat lewat twitter berupa #SaveHajiLulung yang berisi olok-olokan bernada sarkastis tak dapat dihindari lagi dan ini salah satu cara protes dari mereka yang memanfaatkan perkembangan teknologi .
Dengan peristiwa ini, ingatlah juga tentang betapa sombongnya beliau dalam berbicara ketika dalam sebuah wawancara dengan majalah Tempo pernah berkata “Kalau saya enggak jadi apa-apa lagi, nongkrong saja di Tanah Abang. Meludah saja jadi duit”. Dan kalau sekarang Haji Lulung sebagai anggota DPRD kembali berkata dengan nada pongah alias sombong seperti itu ditambah dengan sikap yang tak mencerminkan sebagai wakil rakyat sama sekali, tentu masyarakat bukan tak mungkin akan kembali menghakimi dengan sanksi sosial yang lebih dahsyat aka berat. Bukan orang yang berbadan besar dan tegap ternyata yang bisa membuat Haji Lulung bertekuk lutut untuk “menyerah kalah”, tapi hanyalah sebuah media sosial berlogo burung kecil berwarna biru bernama Twitter dengan cuitannya yang bisa bikin merah telinga.