Dalam pernyataannya pada Senin, 9 Februari 2015, Pak Jokowi mengatakan kerjasama ini masih tahap awal sekali sehingga untuk merealisasikannya pun masih lama. Itu kan business to business dalam memorandum of understanding (MoU) yang sangat awal, jika Proton akan menjadi mobil nasional studi kelayakan harus dilakukan dengan cermat. Dan Presiden menambahkan Indonesia sendiri belum bisa memastikan apakah Proton akan menjadi mobil nasional. (http://jogja.tribunnews.com/2015/02/09/presiden-jokowi-mou-dengan-proton-masih-sangat-awal-sekali/)
Dengan pernyataan yang sudah di keluarkan oleh Pak Jokowi mengenai isu mobil nasional ala Proton tersebut maka pemberitaan terkait mobil nasional sebatas isu saja. Karena kerjasama itu sudah jelas cuma bisnis dengan bisnis melalui MoU antar 2 perusahaan. Terlebih MoU itu hanya baru studi kelayakan untuk enam bulan ke depan, belum ada dasar hukumnya juga untuk membuat proyek mobil nasional seperti yang diisukan. Kalau diumpakan itu seperti orang pacaran baru sebatas penjajakan alias pdkt, kan belum tentu juga jadian apalagi nikah. Woles saja, kita cuma perlu menunggu dan melihat selama enam bulan ke depan apakah akan terealisasi rencana kerja sama tersebut atau gagal ditengah jalan.
Sekarang yang harus dipertanyakan adalah bagaimana dengan rencana pemerintah sendiri menyikapi mengenai pembuatan mobil yang bisa mencerminkan identitas diri sebagai sebuah negara besar yang harusnya juga mempunyai brand mobil sendiri. Jangan hanya menjadikan Indonesia menjadi pasar mobil potensial pabrikan luar. Ataukah hanya sekedar wacana kosong/pencitraan tanpa tindak lanjut yang berarti dari Presiden Jokowi.
Kalaupun Pak Jokowi akan merealisasikan kebijakan mengenai Indonesia yang punya mobil buatan sendiri. Sebaiknya Pak Jokowi saat ini lebih memilih fokus untuk mengembangkan mobil dengan bahan bakar listrik dibandingkan dengan bahan bakar fosil/bbm. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan untuk saat ini mengapa lebih memilih mengembangkan mobil listrik:
1. Sudah tertinggal jauh.
Untuk masalah teknologi dan pengembangan mobil berbahan bakar bbm akui saja kita sudah tertinggal jauh dari pabrikan Jepang, Korsel, Eropa atau bahkan dari India semakin sulit kita untuk bisa mengimbangi mereka. Alasan ini bukan untuk merasa rendah diri, karena memang seperti itu keadaannya,ibarat mereka sudah lari marathon kita baru akan berdiri. Kalaupun nanti ada mobil produksi Indonesia yang benar jadi belum tentu juga konsumen Indonesia akan langsung percaya dengan produk tersebut serta membeli buatan dalam negeri. Walau dengan jargon “Cintailah produk-produk Indonesia” belum tentu menggugah minat untuk membeli karena kita sudah kadung cinta dengan merek pabrikan luar. Anda lebih baik mengakui saja untuk alasan yang saya kemukakan di atas ini!! Itu sebabnya lebih baik pemerintah saat ini untuk memilih fokus dengan pengembangan mobil listrik.
2. SDA terbarukan yang melimpah.
Sumber daya alam terbarukan sebagai penghasil tenaga listrik yang banyak terdapat di Indonesia . Bandingkan dengan tambang minyak yang kelak juga ada masanya bahkan kini Indonesia sudah menjadi pengimpor minyak karena produksi minyak dalam negeri sudah tidak mencukupi untuk konsumsi dalam negeri, berbeda dengan tenaga listrik yang bisa dihasilkan dari air, uap bumi, angin, bahkan gelombang laut. Dan itu semua tersedia lebih dari cukup di Indonesia. Dengan penggunaan mobil listrik juga akan ikut mengurangi permainan kotor para mafia minyak.
3. Sama-sama dalam proses pengembangan.
Negara maju lainnya pun masih dalam proses pengembangan dan uji coba mengenai mobil listrik. Kalaupun sudah ada yang memasarkan, belum tentu dalam jumlah yang banyak serta produknya belum sampai diekspor ke negara kita. Ketika Indonesia memilih memulai mengembangkan mobil listrik saat ini maka kita tidak akan tertinggal cukup jauh. Sehingga peluang Indonesia untuk bersaing sebagai produsen pembuat mobil listrik untuk pasar dalam dan luar negeri masih terbuka lebar. Yang kemudian ketika proyek mobil listrik berhasil tentu akan menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang cukup besar.
4. Alasan kesehatan, keamanan dan lingkungan.