Mohon tunggu...
M TauhedSupratman
M TauhedSupratman Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rapsodi si Leta

18 November 2024   22:11 Diperbarui: 18 November 2024   22:38 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau hidup dan mengaliri 

Pori-pori cinta dan semangatku 

Dalam doa 

Semoga kaulah hadiah agung 

dari Allah untukku 

Pujaan hatiku2 

Anugerah "cinta padamu" telah lama tumbuh subur dalam relung hatiku, tiga tahun yang silam. Waktu itu, aku khawatir, jika kucurahkan perasaan cinta padamu, maka tiada bedanya dengan seseorang yang mencurahkan segelas air tawar ke dalam lautan yang maha luas; laut tak akan berubah sifatnya karena segelas air tawar itu.3 Apa hendak dikata, kekhawatiran itu menjalma nyata. Akal yang selama ini tertetup dengan apa yang bisa diraba dan dirasakan, yang kukira itu kenyataan, ternyata semua itu hanyalah fatamurgana dan kamoflase belaka. Kukira kau mawar, ternyata kau sekuntum edelweis yang hanya tumbuh di puncak ancala. Kuduga kau kasatmata, kucapai dengan meraba, nyatanya kau maya, datang menyapaku bagai pewana4,  sesekali kau datang tanpa berkabar, pergi bagai kabut tak jua sempat pamitan.

Walaupun demikian, cintaku padamu takkan lekang di panas, takkan lapuk di hujan, karena aku sadar bahwa diriku telah menitipkan separuh hatiku padamu! Hanya padamu! Namamu dan rasa cinta padamu, Insya Allah senantiasa tumbuh subur dan abadi sepanjang masa, kubawa sampai ke pekuburan. Maafkan aku! Aku takkan pernah mengakhiri mencintaimu, walaupun kau akan mencaci dan membenci sepanjang hidupmu. Biarlah semua orang mencibirku, tak terkecuali dirimu, bahwa diriku seperti Majnun yang hangus terbakar karena cintanya kepada Laila. Biarlah semua itu menjadi sisi terindah dalam sisa hembusan nafasku. Hanya saja perlu kau tanamkan dalam hatimu; diriku telah kau kubur tanpa nisan di pusara awan. Pintaku padamu, kuburkanlah pula diriku dalam merdu alun senyummu, agar sempurna keletaan dan kepapaan ini! Aku tak akan pernah mengakhiri mencintaimu, tak akan pula membelokkan arah cintaku, menjadi goresan-goresan kebencian dengan lantunan syair menghina dan menistakanmu, walau semua insan tak pernah tahu:

Hati ini menjadi tempat tinggal kesangsianmu,

Dada ini menjadi kubur keangkuhanmu.

Diriku hanya bisa berdoa dan berharap, semoga besok atau lusa ada cadas-cadas keras dar langit yang rela menerima tetesan embun pagi, sehingga dirinya menjadi berlubang, barulah kata hati si leta terwujud!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun