Mohon tunggu...
M. Hikmal Yazid
M. Hikmal Yazid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Susah Kaya: Terjebak di Antara Kelas Menengah dan Mimpi Menjadi Kaya

3 Maret 2024   12:56 Diperbarui: 3 Maret 2024   13:01 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu merasa terjebak dalam lingkaran "susah kaya"? Di satu sisi, kamu merasa tidak berhak menerima bantuan sosial karena masih mampu membeli es kopi dan menabung untuk sepatu idaman. Di sisi lain, kamu juga tidak bisa dikatakan kaya karena jauh dari kata mapan, bahkan awal bulan terasa seperti tanggal tua.

Fenomena "susah kaya" ini bukan hal yang asing. Harian Kompas menaksir ada 126 juta masyarakat Indonesia yang tergolong kelas menengah atau kelompok "susah kaya" dan calon kelas menengah atau kelompok "rentan miskin". Kelompok ini menjadi yang paling rentan saat terjadi pelambatan ekonomi.

Merangkak dari Kelas Menengah ke Kelas Atas: Modal dan Bantuan yang Dibutuhkan

Bagi mereka yang berhasil merangkak dari kelas menengah ke kelas atas, modal dan bantuan menjadi faktor penting. Modal bisa berupa pendidikan, keterampilan, koneksi, dan bahkan modal finansial. Bantuan bisa datang dari berbagai pihak, seperti keluarga, pemerintah, dan komunitas.

Bentuk bantuan dari pemerintah bisa berupa:

  • Pendidikan dan pelatihan: Meningkatkan kualitas SDM melalui beasiswa, program pelatihan kerja, dan pendidikan vokasi.
  • Kemudahan akses permodalan: Memberikan kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga rendah, program inkubasi bisnis, dan akses ke venture capital.
  • Infrastruktur dan regulasi yang mendukung: Mempermudah perizinan usaha, membangun infrastruktur yang memadai, dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Terjebak dalam "Cukup": Gaji dan Tantangan Menuju Kaya

Bagi mereka yang masih terjebak dalam gaji "cukup", berbagai faktor bisa menjadi penyebabnya, seperti:

Biaya hidup tinggi: Tinggal di kota besar dengan biaya hidup tinggi dapat menghambat upaya menabung dan berinvestasi.

Tanggung jawab keluarga: Beban untuk membiayai keluarga, seperti pendidikan anak dan kebutuhan orang tua, dapat menguras pendapatan.

Kurangnya edukasi keuangan: Kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan keuangan dan investasi dapat menghambat upaya mencapai kekayaan.

Meningkatkan keterampilan: Mengikuti pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan nilai diri dan peluang kerja yang lebih baik.

Memulai usaha sampingan: Menambah penghasilan dengan membangun bisnis kecil-kecilan.

Mengelola keuangan dengan bijak: Membuat anggaran, menabung, dan berinvestasi dengan cerdas.

Mendukung kebijakan pemerintah: Mendorong pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang pro-rakyat dan mendukung kelompok "susah kaya".

Fenomena "susah kaya" adalah realitas yang dihadapi banyak orang. Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, diperlukan kombinasi modal, bantuan, dan usaha dari individu maupun pemerintah. Dengan kerja keras, cerdas, dan kebijakan yang tepat, kelompok "susah kaya" dapat beranjak menuju kehidupan yang lebih sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun