Mohon tunggu...
M Saifullah
M Saifullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya seekor bebek yang ingin terbang mengitari tiap jengkal dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Evolusi Pemikiran Hubungan Internasional: Analisis Teori Realisme dan Liberalisme

10 Oktober 2024   08:56 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:00 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, pada dasarnya, yang membedakan anatara teori Rearilsme, Neo-relisme, Liberalisme, dan Neo-liberalisme adalah dari sudut pandang mereka terkait sistem atau suatu pola behaviour internasional. Dalam melihat dunia dan dalam menilai suatu pola perilaku negara. Masing-masing dari teori tersebut memiliki mindset (pola pikir) tersendiri. Sederhananya, hal itulah kemudian yang mendasari dan menjadi letak perbedaaan antara ke-empat teori tersebut.


Ke-dua, titik perbedaan lainnya antara teori Realisme, Neo-realisme, Liberalisme, dan Neo-liberalisme juga bisa ditinjau dari berkembangnya studi Hubungan Internasional. Di mana, para ahli bidang Ilmu Hubungan Internasional memiliki pandangan terbaru yang menjadi suatu respon dari teori-teori sebelumnya.  Seperti halnya teori Neo-realisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz sebagai suatu respon dari pemikiran teori Realisme Klasik oleh Carr dan Morgenthau.


Terakhir, psikologi dan latar belakakang dari para pengemuka teori Realisme, Neo-realisme, Liberalisme, dan Neo-liberalisme juga menjadi salah satu indikator pembeda anatara ke-empat teori tersebut. Dengan kata lain, cara pandang suatu teori terhadap sistem internasional dipengaruhi oleh latar yang membelakangi para pemikir. Sebagai contoh Waltz, yang merupakan pemikir dari teori Neo-relisme. Dalam padangannya, ia beranggapan bahwa dinamika kekuasan internasional bukan berlandaskan individu negara, melainkan sistem anarki internasional.

 Waltz diketahui sebagai tokoh yang hidup di masa Perang Dingin. Jadi tidak heran jika ia berfokus pada stabilitas sistem internasional dalam dua kutub ke kuasaan besar. Beda halnya dengan, Hans Morgenthau yang hidup pada masa Perang Dunia II, di mana ia melihat bahwa dunia sedang membangun kembali struktur politik dan hubungan antar negara, dan melihat politik internasional melalui lensa moralitas dan sifat dasar manusia.
Perbedaan Teori Realisme, Neo-realisme, Liberalisme, dan Neo-liberalisme Berdasarkan 3 Analisis di Atas:


1.Teori Realisme
Teori realisme secara umum memiliki pandangan di mana terjadinya suatu peperangan antara negara karena didorong rasa takut akan kekuatan negara lain. Mengingat juga, banyak artikel dan penelitian yang menilai bahwa kaum Realis dipenuhi dengan rasa insecure terhadap kekuatan militer negara lain. Dengan kata lain, Realisme memiliki pandangan bahwa terjadinya suatu peperangan dikarenakan human nature, dalam artian perang terjadi karena negara (yang terlibat dalam perang menginginkannya).
Realisme juga dikenal dengan pola self-defense, mengingat Realisme memiliki kesulitan dalam mempercai negara lain. Sehingga, realisme tidak melakukan pola kerja sama dalam mempertahankan eksitensinya, melainkan self-defense dengan meingkatkan kekuatan militernya. Dalam meningkatkan militernya sering kali Realisme dikenal dengan pola Balance of Power, di mana state A melakukan power upgrading sebagai upaya dalam perseimbangan kekuatan. Hal lain yang dilakukan Realis dalam upaya Balance of Power ialah dengan melakukan aliansi dengan negara lain.


2. Teori Neo-realisme
Teori Neo-realisme muncul sebagai suatu respon atau koreksi terhadap teori Realisme Klasik. Realisme Klasik beranggapan bahwa terjadinya perang antar negara didorong oleh keinginan mereka sendiri (nature). Sedangankan, neorealisme beranggapan bahwa perang terjadi karena sifat anarki struktur internasional. Selain itu, tujuan dari Neo-realisme adalah keamanan nasional, beda halnya dengan Realisme Klasik yang menjadikan kekuasaan sebagai suatu tujuan. Neo-realis berpandangan bahwa kekuasan hanyalah sebatas alat guna mencapai keamanan nasional. Dalam artian, keamanan nasional menjadi tujuan utama.


3. Teori Liberalisme
Liberalisme berpendapat bahwa perang bukanlah kondisi yang wajar atau tak terhindarkan. Menurut teori ini, manusia pada dasarnya bisa bekerja sama dan negara-negara dapat mencegah konflik melalui kerja sama internasional, perdagangan bebas, demokrasi, dan institusi internasional seperti PBB. Liberalisme percaya bahwa perdamaian bisa dicapai jika negara-negara saling bergantung secara ekonomi dan politik.
Kaum liberal juga menekankan peran aktor non-negara, seperti organisasi internasional dan kelompok masyarakat sipil, dalam menciptakan stabilitas dunia. Mereka percaya bahwa dengan adanya institusi dan aturan internasional, negara-negara dapat membangun kepercayaan dan menghindari perang. Selain itu, negara-negara demokratis lebih cenderung menyelesaikan masalah melalui dialog ketimbang konflik.
Secara keseluruhan, Liberalisme berfokus pada kerja sama multilateral dan mengedepankan perdagangan dan institusi internasional sebagai alat utama untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas dunia.


4. Teori Neo-liberalisme
Neo-liberalisme muncul sebagai pengembangan dari Liberalisme, dan mengakui bahwa sistem internasional bersifat anarkis seperti yang dikemukakan Neo-realisme. Namun, Neo-liberalisme tetap optimis bahwa kerja sama antar negara mungkin terjadi meskipun ada anarki. Institusi internasional memainkan peran kunci dalam mendorong negara-negara untuk bekerja sama dan menghindari konflik.
Teori ini menekankan bahwa melalui aturan, norma, dan institusi internasional, negara-negara dapat mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepercayaan. Misalnya, organisasi seperti WTO dan perjanjian lingkungan internasional dapat mendorong negara-negara bekerja sama untuk  kepentingan bersama. Dalam pandangan Neo-liberalisme, kerja sama semacam ini memberikan manfaat yang lebih besar daripada persaingan dan konflik.
Dengan demikian, Neo-liberalisme menggabungkan elemen realisme dalam pengakuan akan anarki internasional, tetapi tetap percaya bahwa institusi internasional bisa menciptakan keteraturan dan stabilitas di dunia global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun