Sore itu Kuil Al Khazneh mendadak gempar. Patung Dewi Uzza tergeletak di lantai kuil. Terjatuh dari tempatnya semula. Persembahan para penduduk berserakan dibawah meja altar.
Buah, sayuran, daging kambing serta beberapa minuman anggur dalam cawan kecil tumpah. Tidak jauh dari meja altar, sebuah guci keramik kebiru -- biruan pecah berhamburan. Abu dupa bertebaran di udara.
Nampak pintu barat mengalami kerusakan. Rantai untuk mengikat pintu terputus. Nampaknya akibat tebasan pedang. Sedangkan pintu selatan dan pintu utara masih dalam keadaan utuh.
"Apa yang telah terjadi?" tanya Pendeta Samad begitu tiba di pelataran kuil Al Khazneh.
"Maaf Tuan, sebaiknya Tuanku lihat sendiri di dalam."
Sore itu Pendeta Samad mendatangi kuil setelah menerima laporan dari penjaga kuil karena telah terjadi kekacauan disana.
Bagai terkena ribuan panah menembus kepalanya, Pendeta Samad berdiri ketakutan di depan pintu kuil. Keringat dingin menetes di dahinya.
"Rahasiakan kejadian malam ini. Jangan kau ceritakan kepada siapapun. Kau paham?" ucapnya malam itu kepada seorang prajurit. Malam ketika patung Dewa Dhushara lenyap dari Kuil Ad Deir.
Pikirannya seakan terbawa ke masa puluhan tahun silam. Suatu malam ketika patung Dewa Dhushara lenyap dari Kuil Ad Deir. Satu malam yang menyimpan sebuah rahasia yang hingga kini belum diketahui oleh penduduk Kota Petra.
Namun tiba - tiba seseorang menepuk bahunya, sehingga membuat Pendeta Samad kembali tersadar.
"Ah... I... Iya maaf. Ada apa?" tanya Pendeta Samad.